Rabu, 25 Maret 2009

ARTIKEL KIRIMAN UMAT SEDARMA DARI LAMPUNG

Vyasa puja

Om gurur brahma gurur visnu gurur devo maheswara
gurur shaksat param brahma tasmai shri guruve namah

Guru adalah brahma, guru adalah visnu, guru adalah maheswara guru itu juga brahman yang maha tinggi, kepada guru itu hamba bersujud.

Melalui puja-puji hamba dengan kerendahan hati yang dalam kepada para dewata dan Engkau sebagai otoritas paling agung yang dipercayakan Beliau-Beliau itu dalam menyampaikan misi Krsna Tuhan Yang Maha Esa kepada umat manusia di planit ini agar mampu mencapai kesejahteraan disegala aspek kehidupanya, maka izinkanlah kami bersujud di kaki padmamu nan suci oh Rsi Agung Vyasadewa.
Rasa syukur yang terdalam tiada henti kami panjatkan atas karunia yang tak terhingga yang Engkau limpahkan kepada kami semua melalui prinsip-prinsip ajaran sanatana dharma yang Engkau susun sedemikian rupa dalam sastra-sastra suci weda sehingga kami semua merasakan telah memiliki kekayaan yang tak terhingga bak harta karun yang harus digali berupa ajaran maha mulia dan tuntunan spiritual dalam kami melakukan pendakian menuju ke puncak-puncak rohani tentu melalui guru-guru kerohanian kami, maka dengan kerendahan hati dan bhakti yang tulus kami juga bersujud kepada guru-guru kerohanian kami baik yang sudah berpulang maupun yang masih mengemban misi suci Beliau untuk menolong dan menyelamatkan umat manusia serta roh-roh yang jatuh.
Hamba mohon ampun karena sama sekali tidak bermaksud untuk menyombongkan diri atau lancang dan apapun namanya tetapi hanya semata-mata kami dengan mantap telah merasakan sebagai orang-orang pilihan, orang-orang yang beruntung, bahkan orang-orang yang terbaik karena dari sekian milyard penduduk planit bumi ini hanyalah sebagian bahkan sangat-sangat kecil yang beruntung mendapatkan berkah dan karuniamu oh Rsi Agung, Engkau telah membuka mata hati kami, mencerahi kami, membimbing kami, menerangi jalan kegelapan dan kebodohan kami melalui guru kerohanian kami. Tidak semua orang seberuntung kami, tidak semua orang mampu mengenalmu, tidak semua orang sanggup menyebut namamu disetiap waktu walaupun mereka katanya para penganut weda sekalipun, memang banyak orang tahu tentang namamu, tentang karyamu namun sangat sedikit yang mampu mengingatmu, maka dari itu sekali lagi kami bersaksi bahwa kami adalah orang-orang pilihan, berkatilah kami semua para penyembahmu.

Oh Rsi Agung Vyasadeva
Engkau maha bijaksana, maha cemerlang, maha berkarunia, namamu terpatri dihati kami selamanya.
Oh Maha Rsi namamu seindah karya-karya agungmu, namamu abadi selamanya tak akan lenyap ditelan zaman.
Oh Rsi Agung kami bersujud di kaki padmamu berkatilah kami dengan cinta-kasihmu
Om Vyasadeva ya namah

Dari seorang pelayan di Bandar Lampung

ARTIKEL KIRIMAN UMAT SEDARMA DARI LAMPUNG

Perang takkan pernah selesai

Oleh: i wayan wisanta

svadharmam api caveksya

na vikampitum arhasi,

dharmyad dhi yuddhac chreyo’nyat

ksatriyasya na vidyate

Bhg. 2.31

Lagi pula bertempur menegakkan kebenaran dengan menyadari akan kewajiban masing-masing, engkau tak boleh gentar, bagi ksatriya tak ada kebahagiaan yang lebih besar dari pada berperang menegakkan kebenaran.

Svadharma= kewajiban sendiri; api= juga; aveksya= dengan pertimbangan; vikampitum= gemetar, takut; dharmyad= daripada kebenaran; hi= sesungguhnya; yuddhac= daripada berperang; chreyo= lebih baik; ’anyat= dari yang lain; ksatriyasya= bagi seorang ksatriya; na vidyate= tidak ada.

Demikian pengetahuan rohani yang disampaikan Sri Krsna kepada Arjuna dihadapan pasukan Kaurawa di medan perang Kuruksetra. Dengan sangat indah penuh motivasi disebutkan kewajiban utama seorang ksatriya adalah menegakkan kebenaran walaupun harus dengan kekuatan senjata sekalipun, itulah kebahagiaan tertinggi bagi kaum ksatriya.

Disini Krsna bersabda seputar kewajiban dan tanggungjawab yang harus diemban oleh setiap individu dalam kapasitas melaksanakan swadharmanya masing-masing. Tidak hanya terbatas kepada seorang ksatriya seperti Arjuna, tetapi juga berlaku bagi semua warna-warna yang lain brahmana, waisya dan sudra. Mencermati sloka diatas kita diajarkan agar menjadi sadar bahwa manusia harus mampu bertindak sesuai dengan kapasitas, kewajiban dan tanggungjawabnya, jangan melampaui apalagi menyimpang dari kewajiban dan tanggungjawab itu.

Ketika Arjuna hendak menghindar dari kewajiban itu dan memutuskan untuk tidak berperang lalu lebih memilih untuk menjadi seorang sanyasi atau pertapa di hutan, Sri Krsna pun dengan sangat bijak namun tegas mencegahnya karena hal ini sangat bertentangan dengan swadharma seorang ksatria.

Orang sekaliber Arjuna yang mempunyai kualifikasi sangat dibanggakan oleh kakek Bhisma maupun guru besar Drona sebagai murid kesayanganya, sebagai pemanah terbaik, sebagai murid yang paling cerdas, sebagai murid yang paling menghormati dan sangat menyayangi gurunya seakan-akan tidak berdaya dibuatnya dalam menghadapi situasi dan kondisi serba sulit seperti ini, kenapa pribadi sehebat Arjuna yang biasa dipanggil hai penakluk musuh bisa demikian lemah? dan kenapa berbeda sekali dengan putra tertua Kunti yang selalu disebutnya sebagai anak kusir yaitu Karna?. Disinilah pengetahuan maha suci dan maha sempurna Bhagavad Gita mengajarkan kepada kita dan umat manusia tentang bagaimana kuatnya lingkungan dan tradisi dapat mempengaruhi kepribadian seseorang.

Pandawa Putra Pandu dari masa kanak-kanak selalu diliputi kasih sayang ibu Kunti, paman Widura, kakek Bhisma, guru Drona, ibu Gandari dan sebagainya, walaupun dibalik gelimangan kasih sayang itu juga selalu diliputi oleh penderitaan silih berganti. Nah dari rangkaian penderitaan dan kasih sayang itulah tumbuh pribadi-pribadi yang kuat berkembang dan terbentuk menjadi manusia-manusia yang saleh, berbudi luhur dan ber akhlak mulia.

Sedangkan Karna si raja anga walaupun dia seorang ksatria pemberani, berjiwa besar dan selalu memegang teguh apa yang diucapkan dan dipikirkannya, namun karena selalu diliputi oleh pergaulan yang senantiasa menebar kebencian yaitu Duryodhana, Sakuni, Dusasana termasuk maharaja Drstarastra maka naluri untuk berperang mengikuti hawa napsu jauh lebih kuat daripada berdamai melalui perundingan.

Ini terbukti sebelum pecah perang upaya-upaya diplomasi sudah dilakukan bahkan oleh Sang Penguasa Kehidupan Krsna, namun semua itu gagal total oleh keserakahan dan kesombongan Duryodhana sendiri. Dan adipati Karna dalam hal ini tidak pernah menunjukan sikapnya untuk menentang perang itu minimal menasehati sahabatnya itu. Setelah semua jalan perdamaian mengalami kebuntuan akhirnya tiada pilihan lain dalam mencari penyelesaian kecuali melalui jalan perang dan Krsna merestui perang besar (Mahabharata) itu.

Disini Arjuna nampak ragu-ragu, sedih, prihatin akan kelangsungan hidup dinasti kuru dengan segala tradisinya, membayangkan dosa besar yang akan diterimanya, segala tradisi leluhur akan terputus jika harus membunuh sanak keluarga, inilah yang berkecamuk dalam diri Arjuna yang dikuasai oleh perasaannya.

Walaupun kita belum sampai pada sloka-sloka berikutnya dalam mendalami pengetahuan rohani Bhagavad Gita, paling tidak kita sudah dapat menarik pelajaran bahwa perang akan ada dan akan selalu ada dalam kehidupan material ini, dan sebagai konskwensi dari perang itu sudah pasti ada yang menang dan sebaliknya ada yang kalah.

Pelajaran yang menarik yang bisa kita ambil disini ada dua motivasi yang berbeda satu pihak berperang untuk meraih tahta kerajaan dan cendrung merampas hak orang lain, sesuatu yang sangat material dan di pihak yang lain berperang semata-mata hanya demi menegakan kebenaran tanpa motivasi material, sesuatu yang mustahil ditemukan di dunia masa kini. Dan pelajaran lain yang barangkali dapat kita ambil bahwa dalam bharatayuda peraturan-peraturan perang yang telah disepakati sangat ber etika dan manusiawi, tidak seperti masa kini perang jauh lebih sporadis dan cendrung meninggalkan norma dan etika kemanusiaan. Jika dalam Mahabharata peraturan-peraturan perang sangat ber etika, misalnya perang hanya boleh berlangsung pada saat matahari terbit sampai matahari terbenam, pasukan berkuda hanya boleh berhadapan dengan pasukan berkuda, pejalan kaki dengan pejalan kaki, pasukan ber kereta hanya boleh berhadapan dengan pasukan berkereta, pasukan bersenjata tidak boleh menyerang pasukan yang tanpa senjata dan banyak lagi aturan-aturan yang disampaikan oleh Bhisma sebelum perang dimulai walaupun sejak Bhisma jatuh tidak berdaya mulai ada pelanggaran-pelanggaran yang diawali oleh pasukan Kaurawa.

Nah jika kita berbicara tentang perang maka konskwensinya adalah kita bicara soal kalah dan menang, perang selalu ada dan akan tetap ada dalam kehidupan kita, dan perang yang paling sulit dikalahkan adalah perang melawan diri sendiri dengan kekuatan material yang maha dasyat yaitu sad ripu. Namun tidak ada pilihan lain bagi kita selain melawan kekuatan itu dengan panah ayat-ayat suci Bhagavad Gita. Jadi kekuatan material harus dihadapi dengan kekuatan rohani Srimad Bhagavad Gita. Kemudian jika kita berbicara tentang kewajiban dan tanggungjawab maka kita juga harus berbicara tentang warna. Dan soal warna telah diatur dalam pengetahuan rohani Bhagavad Gita, semua ada disana.

Jadi semua problematika hidup dan kehidupan ini bisa diselesaikan melalui Srimad Bhagavad Gita. Kita tidak perlu lagi ragu-ragu seperti Arjuna pada awalnya, tetapi harus seperti Arjuna yang pada akhirnya dimana beliau selalu dekat dengan Krsna sebagai abdi dan pelayanNya.

Perang tak akan pernah usai selama kita ada di dunia material ini, dan perangn juga pasti akan kita menangkan selama kita selalu membawa Krsna disetiap langkah kehidupan kita seperti Arjuna. Akhirnya jika kita menginginkan kemenangan maka jadilah Arjuna.

Manggalam Astu.

Arahkan Diri Menuju Goloka Vrndavana

Oleh: i wayan wisanta

kamatmanah svarga-para

janma-karma-phala-pradam

kriya-visesa-bahulam

bhogaisvarya-gatim prati

Bhg.2.43

Mereka yang pikiranya penuh dengan keinginan akan kesenangan, dengan surga sebagai tujuan, inkarnasi sebagai karma phalanya, melaksanakan upacara-upacara yang beraneka ragam dan banyak itu, dapat mengantar kearah kebahagiaan dan kekuasaan.

kamatmanah = penuh dengan keinginan; svargapara = dengan surga sebagai tujuan tertinggi; janma = lahir; pradam = memberi; kriya visesa bahulam = dipenuhi dengan beraneka ragam dan banyak upacara yadnya; bhoga = kenikmatan; isvarya = kekuasaan ilahi; gatim = mengantar, pergi; prati = menuju.

Apa sebenarnya tujuan hidup manusia di zaman ini? ya tentu mencapai kekayaan materi dan mati masuk surga. Demikian disampaikan oleh salah seorang trainer dalam pelatihan sehari tentang kecerdasa emosional dan spiritual (ESQ) yang pernah kami ikuti beberapa waktu yang lalu di Bandar Lampung.

Peserta yang jumlahnya lebih dari tiga ratusan orang nampaknya setuju dengan pendapat itu dan cukup antusias dalam mengikutinya. Mungkin diantara kitapun banyak yang sependapat dengan jalan pikiran sang trainer itu.

Jika orang lain dalam menjalani hidup dan kehidupan ini mengarahkan dirinya kesana apalagi ada keyakinan yang kuat bahwa hidup ini hanya sekali saja katanya, maka hal ini merupakan sesuatu yang wajar-wajar saja.

Adalah sebuah keyakinan dari teman-teman kita yang tentu bersumber dari ajaran kitab sucinya bahwa setelah kehidupan di sini berakhir kemudian akan berhadapan dengan sorga atau neraka dalam kehidupan di sana.

Hanya ada dua pilihan di akhirat nanti yaitu surga dan neraka, dimana surga menyediakan segala kenikmatan dan sebaliknya neraka menyediakan berbagai macam penyiksaan dan penderitaan abadi bagi penghuninya. Manusia bisa menentukan sendiri pilihannya mau yang mana tergantung selera masing-masing. Namun sudahlah pasti yang dipilih adalah surga dan kekayaan material bagi semua orang.

Bagi sebagian besar orang dalam mencari kebahagiaan di dunia maya ini biasanya kelompok masyarakat ini cendrung memburu harta benda sebanyak-banyaknya dan menikmati sepuas-puasnya nya karena keyakinan itu tadi yaitu hidup ini hanya sekali saja bahkan dalam menumpuk kekayaan itupun kadang-kadang mereka sangat berlebihan. Semua ini disebabkan oleh satu factor saja yaitu kemelekatan, dan ereka tidak mau melepaskan keterikatanya itu sedikitpun.

Lalu bagaimana dengan masyarakat penganut veda, apakah demikian juga adanya?, barangkali ada juga yang berpendapat demikian karena pengaruh kehidupan di abad modern ini yang serba material penuh dengan kompetisi dalam memburu harta benda bahkan tidak sedikit menggunakan cara-cara yang tidak sehat. Padahal tanpa dia sadari bahwa dia tidak akan pernah bisa menguasai kekuatan material (maya) itu, malah justru sebaliknya dia yang dikuasai bahkan terjerat sendiri oleh kekuatan itu. inilah yang terjadi pada masyarakat manusia masa kini.

Hinduisme tidak melarang umatnya untuk hidup kaya secara materi bahkan kaya raya sekalipun dibenarkan, mestinya memang demikian umat hindu dimanapun berada harus kaya atau paling tidak tidak boleh miskin sepanjang kekayaan itu didapatkan melalui cara-cara yang benar dan tentu digunakan sebesar-besarnya untuk kepentingan dharma atau kebajikan, dan nikmatilah sewajarnya saja.

Jika dalam Srimad Bhagavatam mencapai Krsna Loka adalah tujuan akhir dari kehidupan manusia hindu, maka planit surga yang penuh kenikmatan bahkan surga dalam ajaran hindu yang dihuni oleh jutaan dewa dimana Indra sebagai pemimpinya pasti dapat dilampaui, apalagi itu planit neraka yang kedudukannya dibawah planit bumi ini. Sebenarnya tujuan kita bukanlah surga dengan segala kenikmatanya namun jauh lebih tinggi daripada itu yaitu menuju planit-planit rohani seperti Kailasa, Vaikunta bahkan mencapai planit rohani yang tertinggi yaitu Goloka Vrndavana dan tidak lagi berinkarnasi mengikuti lingkaran karma.

Jika kecendrungan manusia menginginkan kesenangan dan kekayaan dengan surga sebagai tujuan ahkir hidupnya lalu inkarnasi sebagai karmanya maka hal ini tidak sejalan dengan ajaran maha suci Bhagavad Gita.

Ini mesti difahami dengan lebih baik lagi jangan setengah-setengah, artinya mari kita berupaya secara bertahap untuk mampu berprilaku bersentuhan dengan ajaran maha mulia Bhagavad Gita dalam kehidupan ini. Jika kita mengambil sepotong-sepotong atau hanya sloka-sloka tertentu saja sebagai pengetahuan apalagi hanya untuk melengkapi isi dharma wacana atau dharma tula kita agar kedengaran lebih keren sementara kita tidak berprilaku Bhagavad Gita bahkan menganggap Sri Krsna bukan sebagai kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, maka sepanjang itu pula ajaran Sri Krsna tidak akan bisa merasuk kalbu menerangi kegelapan umat manusia dan hal ini adalah sebuah kesia-siaan belaka. Jangan sampai kita mendambakan kebahagiaan namun kita sendiri tidak tahu bagaimana jalan dan cara yang benar untuk mencapai kebahagiaan itu, banyak orang yang pintar namun tidak tahu apa sesungguhnya tujuan hidupnya yang sebenarnya. Banyak orang yang piawai bertiori tinggi-tinggi soal agama namun mereka tidak tahu siapa sesungguhnya dirinya, jika dengan dirinya sendiri saja tidak tahu bagaimana dengan yang lain.

Hal-hal yang demikian itu dimana-mana bisa terjadi karena iklim kemerosotan yang dihembuskan oleh nafas kaliyuga membuat manusia tak berdaya justru melawan dirinya sendiri yang pada akhirnya menurunkan kualitas kehidupannya.

Jika tidak ada upaya perbaikan maka siklus kelahiran dan kematian akan terus berjalan sebagaimana adanya mengikuti lingkaran karma.

Memang kita semua tidak ada yang tahu bagaimana kehidupan kita pada penjelmaan-penjelmaan sebelumnya dan juga bagaimana kehidupan kita pada penjelmaan yang akan datang, demikian juga kita tidak pernah tahu kapan sang roh akan meninggalkan badan kasar ini dan juga kapan sang roh akan menjelma kembali sebagai apa dan di mana, itu semata-mata karena keterbatasan dan kualitas kesucian kita.

Namun yang sudah pasti kita ketahui adalah jika menekuni bhakti yang tulus kepada Krsna, selalu dalam kesadaran Krsna, terus menerus melayani Krsna, kemana dan dimana saja selalu membawa Krsna, maka pada saat ajal tiba tentu ada dalam kesadaran Beliau maka kita akan mampu mencapai Beliau di Goloka Vrndavana.

Jika memuja roh-roh halus, hantu dan sebagainya akan sampai ke hantu, jika memuja para leluhur akan sampai kepada alam leluhur, jika menyembah para dewa tentu akan sampai kepada para dewa, dan jika memujaKu akan sampai kepadaKu, demikian Sri Krsna.

Inilah senjata utama untuk melawan kecendrungan mereka yang pikiranya penuh dengan keinginan akan kesenangan, dengan surga sebagai tujuan, inkarnasi sebagai karma phalanya, melaksanakan upacara-upacara yang beraneka ragam dan banyak itu.

Jika keseharian kita diliputi semangat bhakti yang tinggi penuh pelayanan kepada Krsna maka apa yang diuraikan dalam sloka diatas tidak akan mendapatkan tempat lagi di hati kita.

Arahkanlah sang diri untuk mencapai Goloka Vrndavana melalui proses bhakti dan pelayanan yang tulus kepada Krsna maka kita akan mencapai Beliau dan bukan surga.

Om Namo Bhagavate Vasudevaya