Rabu, 11 Februari 2009

POSISI LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN DALAM NILAI SPIRITUAL HINDU

Sesuai dengan penjelasan banyak sumber Kitab Suci Weda khususnya buah matang dari kesusastraan Weda yaitu Bhagavata Purana, Maha Rsi Srila Vyasa Deva telah mengulas bahwa jaman Kali Yuga telah di mulai, karenanyalah para Maha Pendeta, Rsi yang ingin membuat Yadnya sampai seribu tahun untuk menetralisir Kali Yuga telah di hentikan oleh Rsi Suka Deva Gosvami dengan mana di jaman Kali Yuga ini sebaiknya orang senantiasa memuji, mengagungkan nama Tuhan dan mendengar senantiasa keinginan Tuhan yang ber sifat rohani. Tentu ketika kita memuji / mendengarnya harus di dasari dengan Srada yang penuh. Sri Krisna mengatakan kepada penyembahNya yang di cintai Arjuna.
Sraddhavan anasuyas ca srnuyad api yo narah
So’pi muktah subhal lokan prapnuyat punya-karmanam
Artinya :
Orang yang mendengar dengan keyakinan tanpa rasa iri dibebaskan dari reaksi-reaksi dosa dan mencapai planet-planet yang menguntungkan, tempat tinggal orang saleh.
B.G : 18.71
Tentunya yang mendengar adalah semua makluk hidup, khususnya dalam hal ini adalah manusia yang terdiri dari laki-laki dan perempuan. Karenanya kitab Weda menjelaskan bahwa baik laki-laki maupun perempuan adalah punya hak yang sama untuk mengembangkan rasa cinta kepada Tuhan dan selanjutnya mempunyai hak yang sama untuk kembali kekerajaan Tuhan di dunia rohani Vaikunta Loka, bukan di kerajaan Surga karena Sorga tempat dari para Dewa yang di pimpin oleh Dewa Indra dan Surga tidak kekal. Sementara salah satu cirri-ciri dari Kali Yuga adalah orang meninggalkan kasih cintanya kepada Tuhan melainkan hanya mengembangkan kasih cinta terhadap badan seperti halnya laki-laki terlalu terikat cinta kasih dengan perempuan. Begitu juga, perempuan terikat cinta cinta kasih dengan laki-laki. Perlu di ketahui bahwa keterikatan cinta seperti ini hanyalah nafsu yang akan menghambat kemajuan nilai rohani. Sekiranya cinta yang di miliki oleh laki-laki dan perempuan sepakat dibawa kepada Tuhan maka cinta itu akan menjadi rohani, suci dan kekal, karena cinta itu adalah perwujudan dari srada/iman seperti halnya dalam Bagavata Purana di jelaskan,

Sangan na kuryat prama dasu jatu
Yogasya param param aruruksun
Mat-sevaya pratilabdatma – labho
Vadanti ya niraya-dvaram asya

Artinya:
Orang yang menginginkan untuk mencapai kemajuan di dalam hubungannya dengan Tuhan dan telah menginsafi dirinya dengan pengabdian kepada-Ku seharusnya tidak pernah bergaul dengan wanita yang menarik karena wanita seperti itu di nyatakan di dalam kita suci merupakan pintu gerbang menuju pintu neraka bagi penyembah yang maju.
SB.3.31.39
Dari penjelasan ini kita mengerti bahwa dari kemajuan rohani seorang laki-laki jangan menjadi terlalu tenggelam terikat dengan kecantikan perempuan, kemudian apakah Weda memandang wanita begitu rendah? inilah kadang-kadang terjadi salah pengertian diantara umat Hindu, laki-laki didalam prakteknya berpikir bahwa perempuan tidak begitu penting padahal perempuan sesuai dengan Weda adalah kepribadian yang amat agung yang patut selalu dapat perlindungan agar terlahir generasi-generasi yang memiliki iman yang teguh pada Tuhan. Sekiranya perempuan maju dalam rohani seperti halnya istri Hiranyakasipu, walaupun Hiranyakasipu bermental raksasa namun karena istrinya adalah Penyembah yang percaya dan setia kepada Tuhan yang senatiasa hidup dalam kesucian maka lahirlah penyembah Tuhan Yang Maha Agung yaitu Prahlada. Weda menjelaskan seorang perempuan selalu terjaga, ketika kanak-kanak ia dijaga oleh ayahnya, ketika ia dewasa dijaga oleh suaminya, tentu suami yang suci yang selau setia dengan penuh cinta kasih kepada Tuhan dianggap sanggup menjaga perempuan. Ketika masa tua perempuan dijaga oleh putranya yang juga sama mengembangkan hidup rohani penuh percaya dan cinta kasih kepada Tuhan. Tatanan Weda agar perempuan selalu hidup rohani dan perempuan pun sudah disiapkan untuk mencapai kehidupan yang damai sejahtera kekal bersama Tuhan (Manu smrti 5.148) dan juga menjadi pelayan-pelayan Tuhan yang sama seperti laki-laki. Selain itu perempuan yang memiliki tingkat rohani yang tinggi akan memiliki peran yang utama untuk menurunkan generasi yang mampu menciptakan kedamaian dan keharmonisan di bumi dan juga kehidupan yang damai dan abadi setelah meninggalkan badan. Tentu secara pribadi bagi seorang perempuan, ada satu pesan dari Rsi Kapila dimana perempuan dalam konsentrasinya agar tetap mantap kepada Tuhan yang hendaknya berpikir sebagai berikut :
Tam atmanu vijaniyat
Paty apatya grhatmakam
Daivopasaditam mrtyum
Wirgayor gayanam yatha
SB.3.31.42
Artinya :
Dengan demikian bagi seorang perempuan seharusnya menganggap suaminya, rumahnya dan anak-anaknya merupakan aturan dari tenaga luar Tuhan. Untuk kematiannya bagaikan nyanyian yang indah dari seorang pemburu, adalah kematian bagi rusa.

Dari ayat ini kita dapat mengerti bahwa tidak saja perempuan menjadi pintu gerbang ke pintu neraka bagi laki-laki, namun laki-laki juga merupakan pintu gerbang atau pintu neraka bagi perempuan. Seorang laki-laki sangat terikat kepada perempuan karena kecantikannya pelayanannya dan banyak lagi perlengkapan yang lainya. Demikian seorang perempuan yang terikat kepada laki-laki karena ia memberikan tempat tinggal yang indah, perhiasan, pakaian dan anak-anak. Itulah disebut ikatan satu dengan yang lainnya. Sepanjang ikatan itu hanya bersifat material, perempuan adalah berbahaya bagi laki-laki begitu juga sebaliknya. Namun keterikatan itu dipindahkan kepada Tuhan, sehingga mereka akan menjadi sadar kepada Tuhan dan selanjutnya perkawinan itu akan sangat indah seperti pernyataan dari penyembah Tuhan Sri Krsna yang maha agung yang bernama Sri Rupa Gosvami
Anasaktasya Visayan
Yatharham vpayunjatah
Nirbandah krsna-sambandhe
Yuktham vairagyam ucyate


Artinya :
Laki-laki dan perempuan seharusnya hidup bersama – sama sebagai seorang yang hidup berumah tangga dalam hubungan dengan Krsna. Hanya bertujuan mempertanggung jawabkan kewajibannya kepada Krsna menyibukkan istri,anak-anak dan suami dan semuannya dalam kewajiban sadar kepada krisna dan selanjutnya semua keterikatan material itu sirna karena melalui media kesadaran akan Krsna adalah murni dan tidak ada kemungkinan kemerosotan kapan pun (Bhakti Rasa Merta Shindu 1.2.255).
Sebagai suatu kesimpulannya ternyata dari pandangan Weda perempuan memiliki peran yang sangat utama dalam membantu misi dari pada Tuhan untuk mengajak jiwa-jiwa yang menderita dibumi ini mencapai kehidupan yang damai sejahtera yang abadi yaitu Moksah dan cinta kasih kepada Tuhan. Karenanya mari kita jaga semua perempuan Hindu baik anak-anak, dewasa maupun tua agar mereka hidup layak damai, sejahtera.Dalam Weda tidak ada istilah cerai atau upacara perceraian,ketika laki-laki tidak ingin bergumul dengan isteri secara badan maka hiduplah bagaikan Wanaprasta yang selalu mengembangkan rasa rindu dan cinta kasih kepada Tuhan dan biarkan para istri hidup dalam rohani dalam perlindungan putra dirumah mewah yang kita bangun bukan malah mengusir istri keluar dari rumah sehingga mereka hidup tanpa perlindungan. Bagi seorang ayah diseluruh umat Tuhan yang ada di dalam rumah Hindu,jangan biarkan perempuan sampai meninggalkan imannya dalam bentuk apapun, sebaiknya melindungi dan sebaiknya berilah selalu semangat agar para perempuan senantiasa mengembangkan iman dan cinta kasihnya kepada Tuhan yang telah digariskan dalam Weda.


Tulisan ini dikutip sepenuhnya dari pelajaran guru kerohanian kami yang juga pimpinan Sri Sri Krisna Balarama Ashram H.H.G Ida Waisnawa Pandita Damodara Pandit Dasa (Guruji)

WEDA

BETAPA BERUNTUNGNYA MENJADI UMAT HINDU
oleh: His Holy Grace Ida Vaisnava Pandita Damodara Pandit Dasa
Hampir setiap agama memiliki slogan-slogan seperti itu (slogan di atas), tapi bagi agama Hindu tidak sekedar slogan. Proses kegiatan yang ada dalam agama Hindu adalah berdasarkan Kitab Suci Weda (Sastra Weda), yang mana didalamnya terkandung berbagai cabang Weda sesuai dengan fungsi dan tujuannya, baik yang kelihatannya bersifat material dan juga yang lebih tinggi yang bersifat rohani secara langsung. Namun demikian tujuan dari Weda itu adalah memberikan sarana kepada seluruh umat manusia agar mengerti tentang Tuhan, yang mana Tuhan, siapa diri kita dan bisa berbuat untuk memuaskan Tuhan. Karenanyalah untuk bisa mengerti tentang Weda dan tujuannya, Tuhan menurunkan orang-orang sucinya dalam suatu garis perguruan yang disebut sampradaya, seperti ayat dalam Padma Purana berikut :

sampradaya vihina ye mantras te nisphala matah
atah kalau bhavisyanti catvarah sampradayinah
sri, brahma, rudra, sankara vaisnawah ksiti-pavanah
catvaras te kalau bhavya hy utkale purusottama

“ Mantra dalam sloka apapun yang diterima tidak melalui silsilah Guru Kerohanian yang sah dan suci, maka hal itu adalah sia-sia belaka, oleh karena itu, empat pribadi yang maha mulia akan muncul untuk melanjutkan kembali garis perguruan yang hampir putus tersebut, pendiri sampradaya itu adalah Sri Mahalaksmi, Brahma, Rudra, Sanaka Maharsi, itulah yang akan menyelamatkan dunia. Para Acarya yang suci akan menghadirkan mereka di kota suci Purusottama. “
Jadi turunnya ajaran Weda adalah melalui jalur dari sampradaya ini dan tidak satupun ajaran Hindu yang lepas dari sampradaya-sampradaya ini, walaupun ada pengembangan selanjutnya, sehingga terbentuk atau tergabung dengan budaya lokal. Ke-semua sampradaya ini adalah garis perguruan Weda yang dikehendaki oleh Tuhan, karenanya Tuhan mengutus roh-roh yang agung yang merupakan teman intim dari Tuhan, seperti nama-nama yang dijelaskan di atas itu. Sehingga di dalam Hindu ada berbagai jenis garis perguruan yang disebut sampradaya yang merupakan kekayaan bagi Hindu itu sendiri yang dari jaman lampau semua sampradaya ini adalah rukun satu sama yang lain dan saling menghormati. Kitab Suci Weda adalah milik dari semua sampradaya itu. Inilah kelebihan daripada Hindu sehingga Hindu selalu menebar kesejahteraan dan kedamaian bagi setiap makhluk hidup. Satu contoh dimana umat Hindu selalu mengucapkan “Om Swastyastu”. Kata “Om Swastyastu” secara indah telah tertulis dalam Kitab Suci Weda bagian Bhagavata Purana, oleh Rsi Vyasa Deva yang adalah murid langsung Deva Rsi Narada. Deva Rsi Narada murid dan putra dari Dewa Brahma. Dewa Brahma menerima langsung ajaran dari kepribadian Tuhan. Demikianlah Srila Vyasa Deva yang begitu kaliber, bukan manusia biasa tapi beliau adalah seorang mahajana dan saktyavesa avatara, telah mencantumkan swastyastu dalam ayat berikut :

svasty astu visvasya khalah prasidatam
dhyayantu bhutani sivam mitho dhiya
manas ca bhadram bhajatad adhoksaje
avesyatam vo matir apy ahaituki

Artinya :
“ Semoga ada keberuntungan yang baik di seluruh alam semesta dan semoga semua orang-orang yang iri dipuaskan. Semoga semua makhluk hidup menjadi tenang dengan mempraktekkan bhakti yoga, karena dengan melaksanakan bhakti, mereka akan berpikir tentang kesejahteraan masing-masing yang lain. Dengan demikian marilah kita semua sibuk didalam pelayanan kepada Tuhan Yang Maha Tinggi, Sri Krishna dan senantiasa tetap khusuk berpikir tentang Beliau. “ (Bhagavata Purana, skanda 5 Bab 18 ayat 9).
(Adhoksaje adalah nama lain dari Sri Krishna).

Dari ayat ini, betapa agungnya dan mulianya Vyasa Deva. Demikian juga betapa agung dan mulianya kualifikasi yang akan dimiliki oleh umat Hindu ketika memberikan salam “Om Swastyastu”, karena kata-kata itu adalah berkat dan hadiah dari Srila Vyasa Deva yang telah menurunkan Kitab Suci Bhagavata Purana. Di dalam Bhagavata Purana ini dijelaskan semua sejarah kegiatan Tuhan yang ada di alam semesta ini. Dengan cara memberikan pelajaran melalui wacana dan contoh-contoh kegiatan daripada Tuhan, penyembah-penyembah Tuhan yang agung dan juga makhluk hidup yang menentang Tuhan. Jadi Bhagavata Purana adalah salah satu kunci yang utama Kitab Suci Weda. Seperti ayat berikut menjelaskan :

artho yam brahma-sutranam bharatartha-vinirnayah
gayatri-bhasya-rupo sav vedartha-paribrmhitah
Artinya :
“ Makna dari Vedanta Sutra disajikan dalam Bhagavata Purana, penjelasan yang penuh tentang Mahabharata juga ada, penjelasan tentang brahma gayatri juga ada, dan merupakan ekspansi sepenuhnya, dari semua pengetahuan Weda. “ ( Garuda Purana, dikutip dari Cc. M. 25.143 )

sarva-vedanta-saram iti srimad-bhagavatam isyate
tad-rasamrta-trptasya nanyatra syad ratih kvacit
Artinya :
“ Bhagavata Purana dinyatakan sebagai intisari dari filsafat Vedanta, orang yang merasakan kepuasan dari minuman kekekalannya, tidak pernah terikat dengan berbagai ajaran lainnya.“ (Bhagavata Purana, 12.13.15)
Jadi Bhagavata Purana adalah hadiah tiada taranya bagi umat Hindu, dan penulisnya Srila Vyasa Deva adalah kepribadian yang tiada tandingannya di masa kini maupun masa lampau dan masa yang akan datang, yang merupakan rekan Tuhan yang sangat intim, yang turun sebagai jivan mukta, dan saktyavesa avatara dari kerajaan Tuhan yang bernama Vaikuntha. Sejarah rohani Hindu ( itihasa ) khususnya Mahabharata dan Ramayana adalah darah dari munculnya budaya Hindu di berbagai belahan dunia di luar India, khususnya nusantara. Sejarah rohani Hindu Mahabharata ini, ditulis oleh Rsi Vyasa Deva agar di kemudian hari umat Hindu tahu bahwa agamanya adalah sejarah bukan cerita semata. Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa Sri Krishna, telah merencanakan semua itu, sehingga ada Mahabharata. Tuhan ada di tengah-tengah Mahabharata, menyabdakan Bhagavad Gita. Betapa agungnya Mahabharata karena sentuhan tangan kasih Tuhan dan para penyembah Tuhan yang agung. Bahkan tidak bisa disamakan dengan para dewa. Bahkan Dewa Rsi Narada bersabda kepada Yudhistira: “Betapa beruntungnya kalian, wahai Para Pandawa bahkan lebih beruntung dari para dewa di surga, karena Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa Sri Krishna, senantiasa mendampingimu“. Seluruh dunia memuji keagungan dan merindukan Mahabharata, karena Tuhan Sri Krishna yang amat menarik hadir di sana. Selain itu Hindu terkenal karena Mahabharata dan setiap tempat tirtha yatra yang utama selalu berhubungan dengan Mahabharata.

Budaya Hindu yang di nusantara tumbuh dan berkembang karena diawali oleh siraman dari Mahabharata. Garuda adalah tunggangan dari Sri Krishna sendiri, menjadi lambang dari Negara Indonesia. Namun demikian tolong dimengerti, tidak semua sejarah bisa dianggap itihasa seperti Mahabharata. Karena itihasa adalah sejarah kegiatan rohani dari Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa dan para penyembahnya yang agung, karenanya mari kita bersama-sama memperdalam ajaran Hindu agar tujuan sebagai umat Hindu dapat tercapai seperti tujuan agama Hindu, moksartham jagadhita ya ca iti dharma. Banyak sejarah India dari masa kolonial sampai saat ini tidak bisa disebut sebagai itihasa. Oleh sebab itu maaf, tidak semua sejarah bisa disebut itihasa. Bagi mereka yang tidak bisa menerima itihasa sebagai Kitab Suci, itu terserah kepada masing-masing individu. Setiap orang membawa karma masing-masing dan kita harus mempertanggung jawabkan diri kita dari kelahiran demi kelahiran. Yang pasti kita menjadi umat Hindu yang paling beruntung.
Lebih daripada itu keberuntungan bagi umat Hindu adalah juga persyaratan bagi sebyah agama di Indonesia di penuhi. Salah satunya adalah memiliki Nabhi maka tepat sekali pendahulu kita, memilih Srila Vyasadeva sebagai Nabhi Hindu karena memang beliaulah Maha Rsi di jaman Kaliyuga ini.Srila Vyasadeva turun sebagai Satyavesa Avatara yang khusus di utus dan diberikan sakti untuk mengumpulkan, menulis serta menjabarkan Kitab Suci Weda yang demikian rumit.Tanpa kehadiran beliau Kitab Suci Weda hanya merupakan sebuah cerita-cerita dari mulut ke mulut yang tidak bisa kita tunjukan sebagai sebuah persyaratan dari Agama.
Beliau bernama Krsna Dvaipayana , yang dapat menduduki posisi sebagai Vyasa artinya yang berhak sebagai otoritas utama dari Weda . Sehingga dari jaman yang lampau hari kelahiran beliau di peringati dan di rayakan dengan nama Guru Purnima,umat hindu di seluruh dunia merayakan sebagai wujud Rsi Yadnya yang paling utama,seperti Maulud Nabhi bagi Agama Islam.Untuk menduduki posisi Vyasa adalah bukan manusia biasa tetapi beliau yang turun dari dunia rohani yang merupakan utusan Tuhan untuk turun ke bumi ini.

Marilah kita bersatu-padu bergandengan tangan saling menghormati satu dengan yang lain. Kita memiliki PHDI sebagai lembaga dimana kita bisa berkumpul dan menyatakan diri sebagai umat Hindu, kita mesti junjung tinggi dan kita tempatkan sebagai lembaga yang terhormat. Mari setiap hari kita berperang melawan musuh-musuh yang ada dalam hati kita berupa: nafsu, kemarahan, kebingungan, kelobaan, kemabukan dan iri hati. Agar kesejahteraan lahir bathin selalu tercipta, bukan saja dikalangan umat Hindu, tapi di seluruh umat manusia. Semoga kami dan seluruh umat Hindu menjadi teladan bagi seluruh umat manusia di bumi ini, sehingga seluruh umat manusia tanpa terkecuali, demikian pula binatang dan tumbuh-tumbuhan merasakan damai, sejahtera dan aman dalam kasih Tuhan. Umat Hindu yang paling beruntung adalah dia yamg telah menebar kasih yang mengakibatkan rasa damai, sejahtera dan aman bagi seluruh umat manusia tanpa terkecuali, termasuk binatang dan tumbuh-tumbuhan. Tat Astu.
Om Santih Santih Santih Om.
Hari Om Tat Sat

PEMUJAAN ARCA ATAU PRATIMA?

ARCA VIGRAHA?


Class by : His Holy Grace Ida Vaisnava Pandita Damodara Pandit Dasa

Di dalam Wedalah di ungkapkan segalanya,apakah nama Tuhan, tempat Tuhan , bagaimana berhubungan dengan Tuhan,termasuk pemujaan kepada Tuhan,dalam bentuk arca/pratima, kitab suci Weda secara khusus bagian Silpha sastra menjelaskan bagaimana caranya membuat arca-arca, dari bahan-bahan apa saja,siapa saja yang berhak membuat arca ,dan siapa yang berhak menstanakan arca tersebut.Cara pemujaan dan pelayanan terhadap arca yng sudah di stanakan di dalam Kitab Suci weda di jelaskan secara mendetail.Dengan demikian jika kita bertindak di luar dari yang diajarkan dalam kitab suci Weda maka itulah yang disebut berhala.Dalam hal ini sebagai umat hindu yang harus di pegang adalah Kitab Suci Weda , jika kita berspekulasi dalam hal ini akan sangat berbahaya , baik secara niskala, maupun skala .Ketika ada orang bilang pemujaan arca itu berhala, umat sedarma dari berbagai kalangan,serigkali menyatakan itu sebagai simbol kiblat saja seperti bendera merah putih . Ini cara menjawab pertanyaan yang sangat menyakitkan hati, bagi mereka yang memperdalam Weda .Harusnya Wedalah yang harus di perdalam terlebih dahulu, sebelum menyampaikan sesuatu agar tidak berspekulasi seperti ayat berikut menjelaskan

Yasya Visnu Para Bhaktir Yatha Visnu Tatha Gurau
Sa Eva Stapako Jeneyah Satyam Etad Vadami Tu

Artinya:
Tuhan Hayagriva bersabda: Jika seorang penyembah memiliki bhakti yang tidak pernah menyimpang kepada Tuhan dan kepada Gurunya Aku dengan ssesungguhnya menyatakan bahwa dia secara alami memiliki kualifikasi untuk memuja arca.



Khandite Sphutite Dagdhe Bhrarte Mana Vivarjite
Yagahine Pasusprste Patite Duste Bhumisu
Anya Mantrarecite Caiva Patite Sparsa Dusite
Dadasu Etesu No Cakruh Sannidhanam Dikaukasah
Iti Sarvagato Visnoh Paribhasancakara Ha


Artinya :
Jika arca itu retak,atau terbakar,jika terjatuh ,tidak di puja dengan tepat dalam setiap upacara,di sentuh oleh binatang,telah jatuh ke tempat yang kotor,dan di puja dengan mantra arca yang lain,atau tidak murni karena di sentuh oleh orang yang merosot.
Di sembah dengan cara yang berbeda – beda kepribadian arca tidak tinggal di dalam arca.( Hari Bhakti Vilasa 19.1025.10.26.)


Yatra Kutrapi Pratimam Veda Dharma Samanvitam
Na Pasyanti Jana Gatra te Dandye Yama Kinkaraih

Artinya:
Jika arca telah diletakan sesuai dengan proses penempatan Veda yang tepat dan seorang Grhasta (yang sudah menikah)tidak pergi untuk melihat arca itu ,dia pasti di hukum oleh YamaRaja dan para pengawalnya. (Hari Bhakti Vilasa 11.63)

Di dalam Padma Purana Tuhan bertanya kepada Dewa Rsi Narada, oh Rsi ! Siapakah yang memuja bentuk arcaKu dengan sikap bhakti secara sistematis dan dengan keyakinan,tetap tiada gangguan,bhahkan di dalam mimpi dan dalam keadaan apapun
Seorang penyembah tidak mengalami rasa takut. Kemudian di dalam Brihad Narada Purana di jelaskan :

Akala Mrtyu Samanam Sarva Vyadhi Vinasanam
Sarva Duhkha Upasamanam Hari Pada Udakam Subham

Artinya:
Air suci yang telah digunakan untuk membasuh kaki padma Sri Hari akan menghindarkan kematian yang tidak pada waktunya dan menghancurkan segala jenis penyakit dan penderitaan .demikian juga menghancurkan segala jenis dosa (Brihad Naradya Purana)

Demikian di jelaskan dalam Padma Purana,Brahma Kanda , bahwa seseorang minum Caranamrita (Susu,yogurt,ghe,gula,madu yang dipakai memandikan arca Sri Wisnu atau Sri Krsna ),segala dosa- dosa tidak diragukan lagi akan dihapuskan.Kemudian di dalam Wisnu Purana di jelaskan :

Akala Mrtyu Haranam Sarva Tapa Vinasanam
Visnu Padodakam Pitva,Punar Janma Na Vidyate :
Artinya:
Siapapun yang meminum air yang telah dipakai membasuh kaki padma Tuhan Sri Wisnu akan dibebaskan dari kematian yang tidak pada waktunya dan dari segala dosa. Dan tidak akan dillahirkan lagi di alam material ini.

Jadi air cuci kaki ini adalah sama dengan Wangsupada air cuci kaki artinya kita telah mencuci kaki padma Tuhan dalam bentuk arca.Dimana di tempat pemujaan ada arca dan kemudian secara nyata mencuci kaki padma arca bukan hanya sekedar simbol.Jadi agama adalah realitas,Tuhan merealitaskan diri dalam bentuk arca agar umat manusia mendapat berkat dan kemudahan secara realitas atas kehendak Tuhan sendiri berhubungan dengan umatnya melalui Arca seperti di dunia rohani dan seperti ketika Tuhan turun ke bumi ber- Avatara. Berkat yang dimaksud adalah agar umat manusia bebas dari segala jenis dosa dan tidak dilahirkan di alam material ini,melainkan pulang ke dunia rohani.Demikianlah untungnya menjadi umat Hindu yang memuja arca .Jadi kalau dengan memuja arca seseorang bisa mendapatkan Tirta Wangsupada,dengan mendapatkan Wangsupada bisa membebaskan manusia dari dosa dan tidak dilahirkan lagi di dunia material ini.Dan yang sanggup memberikan itu hanya Tuhan sendiri ,itu artinya memuja arca bukan berhala.Dan arca adalah Tuhan itu sendiri yang dalam perwujudan beliau secara nyata, yang dapat kita lihat ketika kita bersembahyang kepada Tuhan yang dapat kita sentuh. Dan kita dapat tirta Wangsupada.Dengan demikian arca itu juga bukan simbol,tapi Tuhan sendiri dalam penjelmaan beliau dalam wujud arca.
Sebagaimana yang dijelaskan dalam Mahabharata Shanti Parva bahwa dengan bersujud di hadapan arca,orang akan mendapatkan hasil dari pelaksanaan korban kuda,orang yang melaksanakan korban itu akan pergi ke Surga,selanjutnya kembali ke bumi dan seorang brahmana yang berkualifikasi akan pergi ke dunia rohani dan tidak akan kembali lagi ke dunia material ini. Di dalam kitab Nava Rahasya III dijelaskan:

Smaranam Kirtanam Vapi Darsanam Srarsanam Tatha
Sambhasanam Ca Kurute Raja Suya Dhikam Phalam

Artinya:
Dengan mengingat,memuji,melihat,menyentuh,dan mendiskusikan arca dari Tuhan seseorang akan mencapai hasil dari pelaksanaan Yadnya Raja Suya .


Dengan demikian jika kita bisa mengambil keuntungan dengan bertepuk tangan di depan arca maka dosa-dosa nya akan terbang seperti ayat ini:


Nityanan Sripater Agte Talika Vodanair Bhrsam
Uddiyante Savirasthah Sarveh Pataka Paksinah

Artinya:
Narada Muni bersabda jika siapapun dia yang menyanyi dan bertepuk tangan di hadapan Sri Krishna demi keberuntungan.Dosa- dosanya akan lari dari badannya bagaikan segerombolan burung-burung terbang menjauh karena mendengar suara tepuk tangan.
(Wisnu Dharmottara)

Kesimpulannya bahwa Umat Hindu yang menyembah arca adalah karena petunjuk dari kitab suci itu adalah kebenaran dan itulah Dia tiada berbeda dengan Tuhan sendiri,beliau atas karunia Tuhan muncul dalam bentuk arca dan berkarunia pada manusia agar dapat melayani beliau.Dan hasil melayani arca sama dengan melayani Tuhan sendiri Pemujaan dengan arca tidak boleh di samakan dengan penghormatan pada bendera,pemujaan pada arca dijamin mencapai pembebasan,tapi menghormati bendera tidak ada yang menjamin,tentu kita sebagai warga Negara wajib menghormati bendera sebagai rasa hormat dan kecintaan kita yang dalam pada Negara dan para pahlawan.

Semoga umat Hindu semakin percaya dan mencintai Tuhan dalam Hindu yang berdasarkan Weda .Semoga seluruh umat manusia ada dalam cinta kasih kepada Tuhan.Siapapun yang menyelam dan meneguk air dari lautan rohani ajaran weda dia pasti memiliki cinta kasih kepada Tuhan dan kepada semua mahluk dan kerajaan Tuhan yang damai dan abadi menantinya
.

BELAJAR WEDA PRAKTEK BUKAN HANYA TEORI

SRADDHA DAN BHAKTI
BUKAN TEORI TETAPI PRAKTEK


Sebuah agama seperti halnya Hindu yang berdasarkan Kitab Suci ataupun Pustaka Suci, tidak pernah lepas dari sraddha dan bhakti. Kata sraddha dan bhakti yang berasal dari bahasa sansekerta memang tertulis dalam Kitab Suci Weda dan Pustaka Suci Weda. Salah satu dari demikian banyaknya arti kata sraddha dan bhakti adalah sebagai berikut :

sattvanurupa sarvasya sraddha bhavati bharata
sraddha-mayo ‘yam puruso yo yac-chraddhah sa eva sah

“Wahai putera Bharata, menurut kehidupan seseorang di bawah berbagai sifat alam, ia mengembangkan jenis kepercayaan tertentu. Dikatakan bahwa makhluk hidup memiliki kepercayaan tertentu menurut sifat-sifat yang telah diperolehnya.” (B.G. 17.3)
Dalam ayat ini kata sraddha artinya kepercayaan.

sri bhagavan uvaca
mayy avesya mano ye mam nitya-yukta upasate
sraddhaya parayopetas te me yuktatama matah

“Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa bersabda: Orang yang memusatkan pikirannya pada bentuk pribadi-Ku dan selalu tekun menyembah-Ku dengan keyakinan besar yang rohani dan melampaui hal-hal duniawi Aku anggap paling sempurna.” (B.G. 12.2).
Dalam ayat ini kata sraddha artinya keyakinan.

Mengenai kata bhakti juga ada dalam Kitab Suci yaitu :

bhaktya mam abhijanati yavan yas casmi tattvatah
tato mam tattvato jnatva visate tad-anantaram

“Seseorang dapat mengerti tentang-Ku menurut kedudukan-Ku yang sebenarnya, sebagai Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, hanya dengan cara bhakti. Apabila ia sudah sadar akan Diri-Ku sepenuhnya melalui bhakti seperti itu, ia dapat masuk kerajaan Tuhan Yang Maha Esa.” (B.G. 18.55).

bhaktya tv ananyaya sakya aham evam-vidho ‘rjuna
jnatum drastum ca tatvena pravestum ca parantapa

“Arjuna yang baik hati, hanya melalui bhakti yang murni dan tidak dicampur dengan kegiatan yang lain Aku dapat dimengerti menurut kedudukan-Ku yang sebenarnya, yang sedang berdiri dihadapanmu, dan dengan demikian Aku dapat dilihat secara langsung. Hanya dengan cara inilah engkau dapat masuk ke dalam rahasia pengertian-Ku.” (B.G. 11.54)
Dalam ayat-ayat di atas bhaktya artinya melalui bhakti.

Jadi dari penjelasan disini kita dapat menemukan kata bhakti dan sraddha dalam salah satu kitab suci. Berdasarkan arti daripada kata sraddha, kita bisa kembangkan menjadi suatu keyakinan/kepercayaan akan sesuatu. Dimana dapat dibagi menjadi 2 yaitu laukika sraddha dan sastra sraddha. Laukika sraddha adalah meyakini sesuatu dengan daya angan-angannya sendiri. Sementara bagi seorang bhakta yang melaksanakan bhakti, yaitu meyakini sastra sraddha yang mana artinya meyakini berdasarkan Kitab Suci atau Pustaka Suci.
Mengenai bhakti dijelaskan oleh Prahlada Maharaja beliau penyembah Sri Wisnu yang sangat dicintai dalam Bhagavata Purana yaitu ada 9 cara bhakti yang disebut Nava Vida Bhakti antara lain: sravanam (mendengar nama-nama suci, bentuk-bentuk, sifat-sifat, dan kegiatan sukacita rohani Sri Wisnu), kirtanam (megucapkan nama-nama suci Beliau), smaranam (mengingat kegiatan rohani Beliau), pada sevanam (melayani kaki padma Beliau), arcanam (memuja Beliau dalam bentuk arca vigraha), vandanam (bersembahyang atau menyampaikan doa-doa kepada Beliau), dasyam (menjadi pelayan Beliau), sakhyam (menganggap Beliau sebagai teman yang paling baik, dan atma-nivedanam (menyerahkan segalanya kepada Beliau dengan kata lain melayani Beliau dengan pikiran, kata-kata dan perbuatan).
Jadi istilah bhakti harus dalam kategori praktek bukan sekedar teori. Ada tiga hal yang berkaitan dengan bhakti yaitu bhakti, bhakta, Bhagavan. Karena bhakti maka dia menjadi seorang bhakta yang dimaksudkan untuk melayani Sri Bhagavan. Proses pengabdian bhakti di sini adalah proses pengabdian yang suci, karena berdasarkan ayat di atas, Tuhan Yang Maha Tinggi Sri Krishna hanya bisa didekati dengan cara bhakti. Jadi selayaknya setiap insan yang ingin mencari kebenaran tertinggi harus dengan cara bhakti yang sangat suci kepada Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa Sri Krishna. Pengabdian akan menjadi sempurna kalau didasari dengan keyakinan (sraddha) kepada Tuhan dan perlengkapan Beliau.
Bhakti juga dapat dibedakan menjadi vaidhi bhakti dan ragha nugha bhakti. Vaidhi bhakti yaitu seorang bhakta (penyembah Tuhan) sangat tekun mengikuti aturan dan peraturan sesuai Kitab Suci di bawah tuntunan guru kerohanian yang dapat dipercaya. Sementara ragha nugha bhakti adalah bhakti dengan cara mengikuti hubungan-hubungan antara rekan-rekan intim Tuhan yang ada di dunia rohani, juga di bawah bimbingan seorang guru yang berkvalifikasi, namun hal ini dipraktekkan setelah para bhakta dianggap sangat maju dalam vaidhi bhakti.
Jadi kesimpulannya bhakti dan sraddha tidak akan berfungsi kalau hanya dalam tingkat teori. Sraddha dikembangkan untuk bhakti, dan bhakti digunakan untuk memuaskan Tuhan. Sehingga kesadaran rohani kita akan lebih tinggi dan nantinya kita akan mencapai target yaitu mencapai Tuhan dalam hubungan cinta kasih yang sempurna.
“Selamat mempraktekkan”.

PLANET NERAKA........?

DURUSANG WACEN
Apa Akibat Himsa Dan Ahimsa Karma?
Planet Neraka?

Menurut pandangan umum, memakan daging dan melakukan yadnya dengan mengorbankan binatang adalah hal-hal yang wajar. Namun jika kita kaji lebih dalam lagi, khususnya dari pandangan kesimpulan Kitab Suci Weda yang menganjurkan kemajuan spiritual bagi setiap umat manusia dalam rangka mencapai tujuan tertinggi dari kehidupan manusia, tentu ada banyak hal yang mesti kita perhatikan. Kita seharusnya berhati-hati sekali dalam melakukan segala sesuatu sebelum kita mengetahui secara pasti makna yang terkandung dalam Kitab Suci. Dalam Bhagavad-gita (9.26) Sri Krishna bersabda :

patram puspham palam toyam
yo me bhaktya prayacchati
tad aham bhakty-upahrtam
asnami prayatatmanah

“Kalau seseorang mempersembahkan daun, bunga, buah atau air dengan cinta bhakti,
Aku akan menerimanya.“

Jadi sudah jelas disini bahwa Tuhan hanya menerima persembahan daun, bunga, buah atau air saja, dan dengan mengikuti aturan tersebut berarti persembahan yang kita lakukan ada dalam sifat kebaikan atau satvika yajna.
Begitu juga, ketika 500 tahun yang lalu Tuhan Sri Krishna berinkarnasi sebagai Sri Caitanya Mahaprabhu, Beliau menyebutkan 5 hal yang tidak boleh dilakukan di jaman Kali ini, salah satunya yaitu mempersembahkan daging kepada leluhur. Oleh sebab itu, ketika kita belum tahu aturan Veda, jangan mengambil resiko, karena api neraka telah menunggu, sebagaimana disebutkan dalam ayat-ayat berikut :

Srimad Bhagavatam Skanda 5 Bab 26 ayat 12

evam eva maharauravo yatra nipatitam purusam kravyada nama
rauravas tam kravyena ghatayanti yah kevalam dehambharah

Terjemahan

“Hukuman di neraka yang bernama Maharaurava dikenakan bagi orang yang menjaga badannya sendiri dengan menyakiti makhluk lainnya. Di neraka ini, binatang ruru yang dikenal dengan nama kravyada menyiksanya dan memakan dagingnya.”

Penjelasan
Oleh: Yang Maha Suci Bhaktivedanta Swami Prabhupada Maharaja

Orang yang menganut paham binatang yang hidupnya hanya dalam konsep badan tidak bisa dimaafkan. Dia akan dilemparkan ke dalam neraka yang dikenal sebagai Maharaurava dan diserang oleh binatang ruru yang dikenal sebagai kravyadas.

Srimad Bhagavatam Skanda 5 Bab 26 ayat 13

yas tv iha va ugrah pasun paksinova pranata uparandhayati tam
apakarunam purusadair api vigarhitam amutra yamanucarah
kumbhipake tapta-taile uparandhayanti

Terjemahan

“Untuk menjaga badannya dan kepuasan lidahnya, orang-orang jahat memasak binatang-binatang yang tidak berdaya dan burung-burung. Orang-orang seperti itu dihukum bahkan oleh pemakan manusia. Dalam kehidupannya mendatang mereka dibawa oleh Yamaduta ke planet neraka yang bernama Kumbhipaka, dimana mereka dimasak di dalam minyak yang mendidih”


Srimad Bhagavatam Skanda 5 Bab 26 ayat 14

yas tv iha brahma-dhruk sa kalasutra-samjnake narake ayuta-yojana-
parimandale tamramaye tapta-khale upary-adhastad agny-arkabhyam
ati-tapyamane bhinivesitah ksut-pipasabhyam ca dahyamanantar-
bahih-sarira aste sete cestate vatisthati paridhavati ca yavanti pasu-
romani tavad varsa-sahasrani.

Terjemahan

“Pembunuh seorang Brahmana diletakkan ke dalam neraka yang bernama Kalasutra yang mana kelilingnya sebesar 8000 mil dan yang mana seluruhya terbuat dari tembaga. Memanasinya dari bawah dengan api dan dari atas dengan sinar matahari yang membakar, permukaan tembaga dari planet ini luar biasa panasnya. Demikianlah pembunuh seorang brahmana menderita dari rasa yang membakar dari dalam dan dari luar. Dari dalam dia dibakar oleh rasa lapar dan haus, dan dari luar dia dibakar oleh panas matahari dan api dibawah permukaan tembaga. Untuk itulah dia kadang-kadang berbaring, kadang-kadang duduk, kadang-kadang berdiri dan kadang-kadang berlari kesana-kemari. Dia harus menderita seperti ini selama ribuan tahun sebanyak jumlah bulu di badan seekor binatang”

Srimad Bhagavatam Skanda 5 Bab 26 ayat 17

yas tv iha vai bhutanam isvaropakalpita-vrttinam avivikta-para-
vyathanam svayam purusopakalpita-vrttir vivikta-para-vyatho vyatham
acarati sa paratrandhakupe tad-abhidrohena nipatati tatra hasau tair
jantubhih pasu-mrga-paksi-sarisrpair masaka-yuka-matkuna-
maksikadibhir ye ke cabhidrugdas taih sarvato ‘bhidruhyamanas
tamasi vihata-nidra-nirvrtir alabdhavasthanah parikramati yatha
kusarire jivah.



Terjemahan

Karena aturan Tuhan Yang Maha Esa, makhluk hidup-makhluk hidup yang rendah seperti binatang-binatang kecil dan nyamuk menghisap darah manusia dan binatang-binatang lainnya. Makhluk hidup yang kecil seperti ini tidak sadar jika gigitan mereka menyakiti manusia. Akan tetapi, kelas pertama manusia seperti brahmana, ksatria dan vaisya berkembang dalam kesadarannya, dan untuk itu mereka mengetahui bagaimana sakitnya dibunuh. Seorang manusia diberkahi dengan pengetahuan, tentu saja berbuat dosa jika dia membunuh atau menyiksa makhluk-makhluk kecil, yang tidak mempunyai kemampuan untuk membeda-bedakan. Tuhan Yang Maha Esa menghukum orang seperti itu dengan menempatkannya ke dalam neraka yang bernama Andhakupa, dimana dia diserang oleh semua burung-burung dan binatang buas, reptile, nyamuk, kutu, cacing, lalat dan makhluk hidup lainnya yang dia siksa selama hidupnya. Mereka menyerangnya dari segala sisi, merebutnya dan mengganggu tidurnya. Dia tidak bisa beristirahat, dia selalu mengembara dalam kegelapan. Demikianlah di Andhakupa penderitaannya sama seperti makhluk hidup dalam spesies yang rendah.”

Penjelasan
Oleh: Yang Maha Suci Bhaktivedanta Swami Prabhupada Maharaja

Dari ayat yang sangat bermakna ini, kita belajar bahwa binatang-binatang yang lebih rendah, dibuat oleh hukum alam untuk mengganggu manusia, tidak dikenakan hukuman. Karena manusia mempunyai kesadaran yang berkembang, akan tetapi, dia tidak bisa melakukan sesuatu yang menentang prinsip varnasrama-dharma tanpa dihukum. Krishna bersabda dalam Bhagavad-gita (4.13) catur-varnyam maya srstam guna-karma-vibhagasah: “Menurut aturan tiga sifat alam material dan yang bekerja untuk mereka, empat golongan manusia diciptakan oleh-Ku.” Demikianlah manusia harus dibagi ke dalam empat kelas yaitu brahmana, ksatriya, vaisya dan sudra dan mereka seharusnya berbuat sesuai dengan kewajibannya masing-masing. Mereka tidak bisa menyimpang dari aturan dan peraturan yang telah ditentukan. Satu hal dari pernyataan ini bahwa mereka seharusnya tidak pernah mengganggu binatang, bahkan jika binatang itu mengganggu manusia. Meskipun seekor macan tidak berdosa jika dia menyerang binatang lainnya dan memakan dagingnya, jika seorang manusia dengan kesadaran yang berkembang melakukan hal seperti itu, dia harus dihukum. Dengan kata lain, seorang manusia yang tidak menggunakan kesadarannya yang berkembang tetapi sebaliknya berbuat seperti seekor binatang pasti dihukum di neraka yang berbeda-beda.

Srimad Bhagavatam Skanda 5 Bab 26 ayat 25

ye tv iha vai dambhika dambha-yajnesu pasun visasanti tan amusmil
loke vaisase narake patitan niraya-patayo yatayitva visasanti

Terjemahan

“Seseorang yang dalam kehidupannya bangga akan kedudukannya yang istimewa, dan yang secara tidak peduli mengorbankan binatang hanya demi kewibawaan material, ditempatkan ke dalam neraka yang bernama Visasana setelah kematiannya. Di sana asisten-asisten Yamaraja membunuhnya setelah memberikan rasa sakit yang tidak terbatas.”


Penjelasan
Oleh: Yang Maha Suci Bhaktivedanta Swami Prabhupada Maharaja

Di dalam Bhagavad-gita (6.41) Krishna mengatakan, …sucinam srimatam gehe yoga bhrasto bhijayate: “ Karena hubungannya yang sebelumnya dengan bhakti yoga, seeorang dilahirkan dalam keluarga brahmana yang terhormat atau dalam keluarga bangsawan.” Setelah mengalami kelahiran, seseorang seharusnya menggunakannya untuk menyempurnakan bhakti-yoga. Akan tetapi, karena pergaulan yang buruk, seseorang sering lupa akan posisinya yang tinggi yang telah diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa, dan dia menyalahgunakannya dengan melakukan berbagai jenis yadnya seperti kali-puja atau durga-puja, yang didalamnya binatang-binatang yang tidak berdaya dikorbankan. Bagaimana seseorang itu dihukum dijelaskan di dalam ayat ini. Kata dambha-yajnesu dalam ayat ini sangat penting. Jika seseorang melanggar petunjuk-petunjuk Veda pada waktu melaksanakan yadnya dan hanya merupakan sebuah pertunjukan yadnya yang bertujuan untuk membunuh binatang-binatang, dia akan mengalami hukuman setelah kematiannya.

DALAM KITAB MANU SMRTI

yo yasya mamsamacnati sa
tanmamsada ucyate,
matsyadah sarwamamsadas
tasman matsyanwiwarjayet

“Ia yang memakan daging apa saja, dinamai pemakan daging dari binatang semacam itu saja, tetapi ia yang memakan ikan adalah pemakan dari semua macam ikan. Oleh karena itu hendaknya jangan memakan ikan.”
(Manu smrti, V.15)

nadyadawidhina mamsam
widhijno napadi dwijah
jagdhwa hyawidhina mamsam
pretya tairadyate wacah

“Seorang dwijati yang tahu hukumnya, haruslah tidak makan daging kecuali memang sudah sesuai dengan hukum, karena jika ia memakannya bertentangan dengan peraturan, ia tidak akan bisa menyelamatkan dirinya sendiri, dan akan dimakan oleh korbannya pada waktu ia meninggal.
(Manu smrti, V.33)

kuryaddhrtapacumsangge kur
yat pistapacum tatha
na twewa tuwritha hantum
pacumicchet kadacana

“Kalau ia begitu ingin sekali akan daging ia boleh membuat binatang dari susu, mentega atau dari tepung dan memakannya, tetap ia tidak boleh sama sekali membinasakan hidup binatang tanpa sebab-sebab yang sesuai dengan hukum.”
(Manu smrti, V.37)

yo bhandana wadha kelcan
praninam na cikirsati
sa sarwasya hitaprepsuh
sukhamatyantamacnute

“Ia yang tidak menyebabkan penderitaan dalam belenggu atau kematiannya makhluk-makhluk hidup tetapi menginginkan keselamatan pada semua makhluk, ia mendapat kebahagiaan yang tanpa akhir.”
(Manu smrti, V.46)

nakritwa praninam himsam
mamsamtpadyate kwacit
na ca praniwadhah swargyas
tasman mamsam wiwarjayet

“Daging tidak akan bisa didapat tanpa menyakiti makhluk-makhluk hidup, dan penganiayaan terhadap makhluk hidup adalah suatu halangan/pantangan dalam mencapai kebahagiaan suci, oleh karena itu hendaklah seseorang itu menghindari pemakaian daging.
(Manu smrti, V.48)

samutpattim ca mamsasya
wadhabandhau ca dehanam
prasamiksya niwarteta sarwa
mamsasya bhaksanat

“Setelah mempertimbangkan masak-masak soal asal usul yang menjijikkan dari daging dan kekejaman dalam menyiksa dan membunuh makhluk hidup, hendaknya ia meninggalkan sama sekali kebiasaan memakan daging.”
(Manu smrti, V.49)

na bhiksayati yo mamsam
widhim hitwa picacawat
sa loke priyatam yati wyadhi
bhicca na pidyate

“Ia yang tanpa menghiraukan peraturan yang diberikan, tetapi ia tidak memakan daging sebagai Pissaca, disayangi oleh manusia dan tidak disiksa oleh derita penyakit.”
(Manu smrti, V.50)

anumanta wicasita nihanta
krayawikrayi
samskarta copaharta ca
khadakacceti ghatakah


“Ia yang mengijinkan penyembelihan seekor hewan, ia yang memotongnya, ia yang membunuhnya, ia yang membeli dan menjualnya, ia yang memasaknya, ia yang menyuguhkannya, semuanya itu patut dianggap sebagai pembunuh-pembunuh binatang.”
(Manu smrti, V.51)

swamamsam paramamsena yo
wardhayitumicchati
anabhyarcya pitrindewams ta
to nyo nastya punyakrit

“Tidak ada yang lebih berdosa daripada orang yang walaupun tidak menghaturkan sesajen pada para Dewa dan para leluhur, ia berusaha memperbanyak kumpulan daging di badannya dengan daging dari makhluk-makhluk lain.”
(Manu smrti, V.52)

mam sa bhaksayithaam mutra
yasya mamsam ihadmaham
etau mamsasya mamsatwam
prawadanti manisinah

“Mamsah yang berarti daging pada hakekatnya dinyatakan oleh orang-orang bijaksana berarti saya dia yaitu dia yang dagingnya saya telan dalam hidup ini, menelan saya di kemudian hari.”
(Manu smrti, V.55)

na mamsa bhaksane doso na
madye na ca maithune
prawrittresa bhutanam
nirwrittistu mahaphala

“Tidak ada istimewanya jika memakan daging, meminum minuman keras dan melakukan perzinahan karena hal-hal itu merupakan kecenderungan pada diri makhluk-makhluk hidup, tetapi pengekangan diri terhadap semuanya itu membawakan pahala yang sangat besar.”
(Manu smrti, V.56)

Betapa mengerikan sekali hukuman yang kita dapatkan, jika hanya demi kepuasan indria kita, kita menyakiti makhluk hidup lainnya. Bahkan jika kita hanya mementingkan diri sendiri dan tidak
Demikianlah segala hal yang kita lakukan mesti mengikuti aturan Kitab Suci, jika hal itu kita langgar tentu ada akibatnya, seperti yang disebutkan dalam ayat berikut :

Srimad Bhagavatam Skanda 5 Bab 26 ayat 15

yas tv iha vai nija-veda-pathad anapady apagatah pakhandam
copagatas tam asi-patravanam pravesya kasaya praharanti tatra hasav
itas tato dhavamana u bhayato dharais tala-vanasi-patrais chidyamana-
sarvango ha hato smiti paramaya vedanaya murcchitah pade pade
nipatati sva-dharmaha pakhandanugatam phalam bhunkte


Terjemahan

“Jika seseorang menyimpang dari aturan Kitab Suci Veda yang pengaruh kecurangannya sangat berbahaya, utusan-utusan Yamaraja melemparkannya ke dalam neraka yang bernama Asi-patravana, dimana meraka akan memukulnya dengan cambuk. Ketika dia berlari kesana-kesani, melarikan diri dari rasa sakit yang luar biasa, di segala sisi dia menemukan pohon palm dengan daun-daunnya seperti pedang yang sangat tajam. Dengan demikian melukai seluruh badannya dan membuatnya pingsan dalam setiap langkahnya, dia menjerit “Oh, apa yang harus saya lakukan sekarang! Bagaimana caranya saya bisa diselamatkan! Inilah bagaimana menderitanya seseorang yang menyimpang dari prinsip-prinsip agama yang ditetapkan”


Penjelasan
Oleh: Yang Maha Suci A.C. Bhaktivedanta Swami Prabhupada Maharaja

Sesungguhnya hanya ada satu prinsip keagamaan : dharman tu saksad bhagavat-pranitam. Satu-satunya prinsip keagamaan adalah untuk mengikuti perintah-perintah dari Tuhan Yang Maha Esa. Sayangnya, khususnya di Jaman Kali, kebanyakan orang tidak mengikuti aturan Kitab Suci Weda. Orang-orang tidak begitu perhatian tentang Tuhan. Apa yang harus dikatakan untuk mengikuti kata-kata-Nya. Kata nija-veda-patha bisa juga berarti “ prinsip-prinsip agamanya tersendiri”.Yang tadinya hanya ada satu veda-patha, atau sekumpulan prinsip-prinsip agama, sekarang ada banyak. Ini tidak jadi masalah, yang mana prinsip-prinsip agama yang mesti diikuti; perintahnya hanyalah dia harus mengikutinya dengan ketat. Seorang atheis atau nastika, adalah orang yang tidak percaya dengan Kitab Suci Veda. Akan tetapi, bahkan jika seseorang menganut agama yang berbeda, menurut ayat ini dia harus mengikuti prinsip-prinsip agama yang telah ditetapkan. Apakah dia orang Hindu, Muslim atau Kristen, dia harus mengikuti prinsip-prinsip agamanya sendiri-sendiri. Akan tetapi, jika seseorang membuat jalan agamanya sendiri menurut pikirannya atau jika seseorang tidak mengikuti prinsip-prinsip agama manapun, dia dihukum ke dalam neraka yang bernama Asi-patravana. Dengan kata lain, manusia seharusnya mengikuti prinsip-prinsip agama. Jika seseorang tidak mengikuti prinsip-prinsip agama, tanpa disadari dia sedang menggiring kehidupannya menuju kelahiran sebagai binatang. Seiring dengan kemajuan Kali Yuga, orang-orang menjadi tidak percaya dengan Tuhan dan mengikuti paham duniawi. Mereka tidak tahu hukuman yang menanti mereka di Asi-patravana, sebagaimana yang dijelaskan dalam ayat ini.

Catatan :

Jika kita tidak memakan atau mempersembahkan daging, tidak akan berakibat apapun. Tetapi sebaliknya, jika kita membunuh binatang untuk dimakan atau untuk yadnya tanpa aturan yang sangat tepat dan ketat dari Kitab Suci Weda, maka akan berakibat fatal. Siksaan api neraka telah menanti dalam kelahiran berikutnya, menjadi makhluk seperti itu atau hidup menjadi manusia rendah yang menderita lahir dan bathin. Lihatlah kenyataannya, ada orang yang lahir di tempat yang sedang terjadi peperangan, miskin, hidup dengan menderita sakit keras, dan ada banyak jenis binatang di muka bumi ini, dan masih banyak lagi jenis penderitaan yang lainnya yang disebabkan karena perbuatan berdosanya di masa lampau termasuk melakukan himsa karma itu.















































TENTANG PLANET NERAKA

Menurut pandangan umum, memakan daging dan melakukan yadnya dengan mengorbankan binatang adalah hal-hal yang wajar. Namun jika kita kaji lebih dalam lagi, khususnya dari pandangan kesimpulan Kitab Suci Weda yang menganjurkan kemajuan spiritual bagi setiap umat manusia dalam rangka mencapai tujuan tertinggi dari kehidupan manusia, tentu ada banyak hal yang mesti kita perhatikan. Kita seharusnya berhati-hati sekali dalam melakukan segala sesuatu sebelum kita mengetahui secara pasti makna yang terkandung dalam Kitab Suci. Dalam Bhagavad-gita (9.26) Sri Krishna bersabda :patram puspham palam toyamyo me bhaktya prayacchatitad aham bhakty-upahrtam asnami prayatatmanah “Kalau seseorang mempersembahkan daun, bunga, buah atau air dengan cinta bhakti,Aku akan menerimanya.“
Jadi sudah jelas disini bahwa Tuhan hanya menerima persembahan daun, bunga, buah atau air saja, dan dengan mengikuti aturan tersebut berarti persembahan yang kita lakukan ada dalam sifat kebaikan atau satvika yajna.
Begitu juga, ketika 500 tahun yang lalu Tuhan Sri Krishna berinkarnasi sebagai Sri Caitanya Mahaprabhu, Beliau menyebutkan 5 hal yang tidak boleh dilakukan di jaman Kali ini, salah satunya yaitu mempersembahkan daging kepada leluhur. Oleh sebab itu, ketika kita belum tahu aturan Veda, jangan mengambil resiko, karena api neraka telah menunggu, sebagaimana disebutkan dalam ayat-ayat berikut :Srimad Bhagavatam Skanda 5 Bab 26 ayat 12 evam eva maharauravo yatra nipatitam purusam kravyada nama rauravas tam kravyena ghatayanti yah kevalam dehambharah artinya
“Hukuman di neraka yang bernama Maharaurava dikenakan bagi orang yang menjaga badannya sendiri dengan menyakiti makhluk lainnya. Di neraka ini, binatang ruru yang dikenal dengan nama kravyada menyiksanya dan memakan dagingnya.”Penjelasan Yang Maha Suci A.C Bhaktivedanta Swami Prabhupada Maharaja
Orang yang menganut paham binatang yang hidupnya hanya dalam konsep badan tidak bisa dimaafkan. Dia akan dilemparkan ke dalam neraka yang dikenal sebagai Maharaurava dan diserang oleh binatang ruru yang dikenal sebagai kravyadas.Srimad Bhagavatam Skanda 5 Bab 26 ayat 13 yas tv iha va ugrah pasun paksinova pranata uparandhayati tam apakarunam purusadair api vigarhitam amutra yamanucarah kumbhipake tapta-taile uparandhayanti artinya “Untuk menjaga badannya dan kepuasan lidahnya, orang-orang jahat memasak binatang-binatang yang tidak berdaya dan burung-burung. Orang-orang seperti itu dihukum bahkan oleh pemakan manusia. Dalam kehidupannya mendatang mereka dibawa oleh Yamaduta ke planet neraka yang bernama Kumbhipaka, dimana mereka dimasak di dalam minyak yang mendidih”
Srimad Bhagavatam Skanda 5 Bab 26 ayat 14
yas tv iha brahma-dhruk sa kalasutra-samjnake narake ayuta-yojana-
parimandale tamramaye tapta-khale upary-adhastad agny-arkabhyam
ati-tapyamane bhinivesitah ksut-pipasabhyam ca dahyamanantar-
bahih-sarira aste sete cestate vatisthati paridhavati ca yavanti pasu-
romani tavad varsa-sahasrani. Artinya:

“Pembunuh seorang Brahmana diletakkan ke dalam neraka yang bernama Kalasutra yang mana kelilingnya sebesar 8000 mil dan yang mana seluruhya terbuat dari tembaga. Memanasinya dari bawah dengan api dan dari atas dengan sinar matahari yang membakar, permukaan tembaga dari planet ini luar biasa panasnya. Demikianlah pembunuh seorang brahmana menderita dari rasa yang membakar dari dalam dan dari luar. Dari dalam dia dibakar oleh rasa lapar dan haus, dan dari luar dia dibakar oleh panas matahari dan api dibawah permukaan tembaga. Untuk itulah dia kadang-kadang berbaring, kadang-kadang duduk, kadang-kadang berdiri dan kadang-kadang berlari kesana-kemari. Dia harus menderita seperti ini selama ribuan tahun sebanyak jumlah bulu di badan seekor binatang”
Srimad Bhagavatam Skanda 5 Bab 26 ayat 17
yas tv iha vai bhutanam isvaropakalpita-vrttinam avivikta-para-
vyathanam svayam purusopakalpita-vrttir vivikta-para-vyatho vyatham
acarati sa paratrandhakupe tad-abhidrohena nipatati tatra hasau tair
jantubhih pasu-mrga-paksi-sarisrpair masaka-yuka-matkuna-
maksikadibhir ye ke cabhidrugdas taih sarvato ‘bhidruhyamanas
tamasi vihata-nidra-nirvrtir alabdhavasthanah parikramati yatha
kusarire jivah. artinya
Karena aturan Tuhan Yang Maha Esa, makhluk hidup-makhluk hidup yang rendah seperti binatang-binatang kecil dan nyamuk menghisap darah manusia dan binatang-binatang lainnya. Makhluk hidup yang kecil seperti ini tidak sadar jika gigitan mereka menyakiti manusia. Akan tetapi, kelas pertama manusia seperti brahmana, ksatria dan vaisya berkembang dalam kesadarannya, dan untuk itu mereka mengetahui bagaimana sakitnya dibunuh. Seorang manusia diberkahi dengan pengetahuan, tentu saja berbuat dosa jika dia membunuh atau menyiksa makhluk-makhluk kecil, yang tidak mempunyai kemampuan untuk membeda-bedakan. Tuhan Yang Maha Esa menghukum orang seperti itu dengan menempatkannya ke dalam neraka yang bernama Andhakupa, dimana dia diserang oleh semua burung-burung dan binatang buas, reptile, nyamuk, kutu, cacing, lalat dan makhluk hidup lainnya yang dia siksa selama hidupnya. Mereka menyerangnya dari segala sisi, merebutnya dan mengganggu tidurnya. Dia tidak bisa beristirahat, dia selalu mengembara dalam kegelapan. Demikianlah di Andhakupa penderitaannya sama seperti makhluk hidup dalam spesies yang rendah.”Penjelasan Yang Maha Suci A.C Bhaktivedanta Swami Prabhupada Maharaja:
Dari ayat yang sangat bermakna ini, kita belajar bahwa binatang-binatang yang lebih rendah, dibuat oleh hukum alam untuk mengganggu manusia, tidak dikenakan hukuman. Karena manusia mempunyai kesadaran yang berkembang, akan tetapi, dia tidak bisa melakukan sesuatu yang menentang prinsip varnasrama-dharma tanpa dihukum. Krishna bersabda dalam Bhagavad-gita (4.13) catur-varnyam maya srstam guna-karma-vibhagasah: “Menurut aturan tiga sifat alam material dan yang bekerja untuk mereka, empat golongan manusia diciptakan oleh-Ku.” Demikianlah manusia harus dibagi ke dalam empat kelas yaitu brahmana, ksatriya, vaisya dan sudra dan mereka seharusnya berbuat sesuai dengan kewajibannya masing-masing. Mereka tidak bisa menyimpang dari aturan dan peraturan yang telah ditentukan. Satu hal dari pernyataan ini bahwa mereka seharusnya tidak pernah mengganggu binatang, bahkan jika binatang itu mengganggu manusia. Meskipun seekor macan tidak berdosa jika dia menyerang binatang lainnya dan memakan dagingnya, jika seorang manusia dengan kesadaran yang berkembang melakukan hal seperti itu, dia harus dihukum. Dengan kata lain, seorang manusia yang tidak menggunakan kesadarannya yang berkembang tetapi sebaliknya berbuat seperti seekor binatang pasti dihukum di neraka yang berbeda-beda.
Srimad Bhagavatam Skanda 5 Bab 26 ayat 25
ye tv iha vai dambhika dambha-yajnesu pasun visasanti tan amusmil
loke vaisase narake patitan niraya-patayo yatayitva visasanti artinya
“Seseorang yang dalam kehidupannya bangga akan kedudukannya yang istimewa, dan yang secara tidak peduli mengorbankan binatang hanya demi kewibawaan material, ditempatkan ke dalam neraka yang bernama Visasana setelah kematiannya. Di sana asisten-asisten Yamaraja membunuhnya setelah memberikan rasa sakit yang tidak terbatas.”PenjelasanYang Maha Suci A.C Bhaktivedanta Swami Prabhupada Maharaja
Di dalam Bhagavad-gita (6.41) Krishna mengatakan, …sucinam srimatam gehe yoga bhrasto bhijayate: “ Karena hubungannya yang sebelumnya dengan bhakti yoga, seeorang dilahirkan dalam keluarga brahmana yang terhormat atau dalam keluarga bangsawan.” Setelah mengalami kelahiran, seseorang seharusnya menggunakannya untuk menyempurnakan bhakti-yoga. Akan tetapi, karena pergaulan yang buruk, seseorang sering lupa akan posisinya yang tinggi yang telah diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa, dan dia menyalahgunakannya dengan melakukan berbagai jenis yadnya seperti kali-puja atau durga-puja, yang didalamnya binatang-binatang yang tidak berdaya dikorbankan. Bagaimana seseorang itu dihukum dijelaskan di dalam ayat ini. Kata dambha-yajnesu dalam ayat ini sangat penting. Jika seseorang melanggar petunjuk-petunjuk Veda pada waktu melaksanakan yadnya dan hanya merupakan sebuah pertunjukan yadnya yang bertujuan untuk membunuh binatang-binatang, dia akan mengalami hukuman setelah kematiannya.
Srimad Bhagavatam Skanda 5 Bab 26 ayat 15
yas tv iha vai nija-veda-pathad anapady apagatah pakhandam
copagatas tam asi-patravanam pravesya kasaya praharanti tatra hasav
itas tato dhavamana u bhayato dharais tala-vanasi-patrais chidyamana-
sarvango ha hato smiti paramaya vedanaya murcchitah pade pade
nipatati sva-dharmaha pakhandanugatam phalam bhunkte artinya
“Jika seseorang menyimpang dari aturan Kitab Suci Veda yang pengaruh kecurangannya sangat berbahaya, utusan-utusan Yamaraja melemparkannya ke dalam neraka yang bernama Asi-patravana, dimana meraka akan memukulnya dengan cambuk. Ketika dia berlari kesana-kesani, melarikan diri dari rasa sakit yang luar biasa, di segala sisi dia menemukan pohon palm dengan daun-daunnya seperti pedang yang sangat tajam. Dengan demikian melukai seluruh badannya dan membuatnya pingsan dalam setiap langkahnya, dia menjerit “Oh, apa yang harus saya lakukan sekarang! Bagaimana caranya saya bisa diselamatkan! Inilah bagaimana menderitanya seseorang yang menyimpang dari prinsip-prinsip agama yang ditetapkan”
Penjelasan Yang Maha Suci A.C. Bhaktivedanta Swami Prabhupada Maharaja
Sesungguhnya hanya ada satu prinsip keagamaan : dharman tu saksad bhagavat-pranitam. Satu-satunya prinsip keagamaan adalah untuk mengikuti perintah-perintah dari Tuhan Yang Maha Esa. Sayangnya, khususnya di Jaman Kali, kebanyakan orang tidak mengikuti aturan Kitab Suci Weda. Orang-orang tidak begitu perhatian tentang Tuhan. Apa yang harus dikatakan untuk mengikuti kata-kata-Nya. Kata nija-veda-patha bisa juga berarti “ prinsip-prinsip agamanya tersendiri”.Yang tadinya hanya ada satu veda-patha, atau sekumpulan prinsip-prinsip agama, sekarang ada banyak. Ini tidak jadi masalah, yang mana prinsip-prinsip agama yang mesti diikuti; perintahnya hanyalah dia harus mengikutinya dengan ketat. Seorang atheis atau nastika, adalah orang yang tidak percaya dengan Kitab Suci Veda. Akan tetapi, bahkan jika seseorang menganut agama yang berbeda, menurut ayat ini dia harus mengikuti prinsip-prinsip agama yang telah ditetapkan. Apakah dia orang Hindu, Muslim atau Kristen, dia harus mengikuti prinsip-prinsip agamanya sendiri-sendiri. Akan tetapi, jika seseorang membuat jalan agamanya sendiri menurut pikirannya atau jika seseorang tidak mengikuti prinsip-prinsip agama manapun, dia dihukum ke dalam neraka yang bernama Asi-patravana. Dengan kata lain, manusia seharusnya mengikuti prinsip-prinsip agama. Jika seseorang tidak mengikuti prinsip-prinsip agama, tanpa disadari dia sedang menggiring kehidupannya menuju kelahiran sebagai binatang. Seiring dengan kemajuan Kali Yuga, orang-orang menjadi tidak percaya dengan Tuhan dan mengikuti paham duniawi. Mereka tidak tahu hukuman yang menanti mereka di Asi-patravana, sebagaimana yang dijelaskan dalam ayat ini.
Jika kita tidak memakan atau mempersembahkan daging, tidak akan berakibat apapun. Tetapi sebaliknya, jika kita membunuh binatang untuk dimakan atau untuk yadnya tanpa aturan yang sangat tepat dan ketat dari Kitab Suci Weda, maka akan berakibat fatal. Siksaan api neraka telah menanti dalam kelahiran berikutnya, menjadi makhluk seperti itu atau hidup menjadi manusia rendah yang menderita lahir dan bathin. Lihatlah kenyataannya, ada orang yang lahir di tempat yang sedang terjadi peperangan, miskin, hidup dengan menderita sakit keras, dan ada banyak jenis binatang di muka bumi ini, dan masih banyak lagi jenis penderitaan yang lainnya yang disebabkan karena perbuatan berdosanya di masa lampau termasuk melakukan himsa karma itu.







































DALAM KITAB MANU SMRTI

yo yasya mamsamacnati sa
tanmamsada ucyate,
matsyadah sarwamamsadas
tasman matsyanwiwarjayet

“Ia yang memakan daging apa saja, dinamai pemakan daging dari binatang semacam itu saja, tetapi ia yang memakan ikan adalah pemakan dari semua macam ikan. Oleh karena itu hendaknya jangan memakan ikan.”
(Manu smrti, V.15)

nadyadawidhina mamsam
widhijno napadi dwijah
jagdhwa hyawidhina mamsam
pretya tairadyate wacah

“Seorang dwijati yang tahu hukumnya, haruslah tidak makan daging kecuali memang sudah sesuai dengan hukum, karena jika ia memakannya bertentangan dengan peraturan, ia tidak akan bisa menyelamatkan dirinya sendiri, dan akan dimakan oleh korbannya pada waktu ia meninggal.
(Manu smrti, V.33)

kuryaddhrtapacumsangge kur
yat pistapacum tatha
na twewa tuwritha hantum
pacumicchet kadacana

“Kalau ia begitu ingin sekali akan daging ia boleh membuat binatang dari susu, mentega atau dari tepung dan memakannya, tetap ia tidak boleh sama sekali membinasakan hidup binatang tanpa sebab-sebab yang sesuai dengan hukum.”
(Manu smrti, V.37)

yo bhandana wadha kelcan
praninam na cikirsati
sa sarwasya hitaprepsuh
sukhamatyantamacnute

“Ia yang tidak menyebabkan penderitaan dalam belenggu atau kematiannya makhluk-makhluk hidup tetapi menginginkan keselamatan pada semua makhluk, ia mendapat kebahagiaan yang tanpa akhir.”
(Manu smrti, V.46)

nakritwa praninam himsam
mamsamtpadyate kwacit
na ca praniwadhah swargyas
tasman mamsam wiwarjayet

“Daging tidak akan bisa didapat tanpa menyakiti makhluk-makhluk hidup, dan penganiayaan terhadap makhluk hidup adalah suatu halangan/pantangan dalam mencapai kebahagiaan suci, oleh karena itu hendaklah seseorang itu menghindari pemakaian daging.
(Manu smrti, V.48)

samutpattim ca mamsasya
wadhabandhau ca dehanam
prasamiksya niwarteta sarwa
mamsasya bhaksanat

“Setelah mempertimbangkan masak-masak soal asal usul yang menjijikkan dari daging dan kekejaman dalam menyiksa dan membunuh makhluk hidup, hendaknya ia meninggalkan sama sekali kebiasaan memakan daging.”
(Manu smrti, V.49)

na bhiksayati yo mamsam
widhim hitwa picacawat
sa loke priyatam yati wyadhi
bhicca na pidyate

“Ia yang tanpa menghiraukan peraturan yang diberikan, tetapi ia tidak memakan daging sebagai Pissaca, disayangi oleh manusia dan tidak disiksa oleh derita penyakit.”
(Manu smrti, V.50)

anumanta wicasita nihanta
krayawikrayi
samskarta copaharta ca
khadakacceti ghatakah




“Ia yang mengijinkan penyembelihan seekor hewan, ia yang memotongnya, ia yang membunuhnya, ia yang membeli dan menjualnya, ia yang memasaknya, ia yang menyuguhkannya, semuanya itu patut dianggap sebagai pembunuh-pembunuh binatang.”
(Manu smrti, V.51)

swamamsam paramamsena yo
wardhayitumicchati
anabhyarcya pitrindewams ta
to nyo nastya punyakrit

“Tidak ada yang lebih berdosa daripada orang yang walaupun tidak menghaturkan sesajen pada para Dewa dan para leluhur, ia berusaha memperbanyak kumpulan daging di badannya dengan daging dari makhluk-makhluk lain.”
(Manu smrti, V.52)

mam sa bhaksayithaam mutra
yasya mamsam ihadmaham
etau mamsasya mamsatwam
prawadanti manisinah

“Mamsah yang berarti daging pada hakekatnya dinyatakan oleh orang-orang bijaksana berarti saya dia yaitu dia yang dagingnya saya telan dalam hidup ini, menelan saya di kemudian hari.”
(Manu smrti, V.55)

na mamsa bhaksane doso na
madye na ca maithune
prawrittresa bhutanam
nirwrittistu mahaphala

“Tidak ada istimewanya jika memakan daging, meminum minuman keras dan melakukan perzinahan karena hal-hal itu merupakan kecenderungan pada diri makhluk-makhluk hidup, tetapi pengekangan diri terhadap semuanya itu membawakan pahala yang sangat besar.”
(Manu smrti, V.56)

Betapa mengerikan sekali hukuman yang kita dapatkan, jika hanya demi kepuasan indria kita, kita menyakiti makhluk hidup lainnya. Bahkan jika kita hanya mementingkan diri sendiri dan tidak
Demikianlah segala hal yang kita lakukan mesti mengikuti aturan Kitab Suci, jika hal itu kita langgar tentu ada akibatnya, seperti yang disebutkan dalam ayat berikut :