Kamis, 18 Juni 2009

Mari kita perbaiki kekeliruan

ARTIKEL KIRIMAN BHAKTA DI LAMPUNG
Mari kita perbaiki kekeliruan
Oleh: i wayan wisanta

ye’py anya-devata-bhakta
yajante sraddhayanvitah,
te’pi mam eva kaunteya
yajanty avidhi-purvakam
Bhg. 9.23

Bahkan mereka (para bhakta) yang memuja para dewa lain, dengan penuh keyakinan, sesungguhnya juga memuja Aku, wahai putra Kunti (Arjuna), walau sebenarnya tidak menurut hukum yang diajarkan (ditetapkan).

Demikian kebenaran yang disabdakan oleh Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa Krsna kepada bhaktaNya Arjuna. Apapun yang disabdakan Tuhan adalah suatu kebenaran sejati, dan kebenaran itu tetaplah sebuah kebenaran.
Lalu apakah memuja hanya para dewa itu merupakan suatu ketidak benaran? jawabnya tegas tidak. Didalam menjalankan aktifitas rohani dan budaya beragama tidak berlaku hitung-hitungan matematis atau hukum yang saklek seperti ya atau tidak, benar atau salah. Artinya semua cara dan tradisi boleh dilakukan, tidak ada larangan apalagi paksaan, semuanya dibenarkan.
Seperti suku-suku pedalaman misalnya, barangkali ada yang merasa cukup puas hanya sebatas memuja para leluhur mereka saja dan itu juga tidak salah.
Yang paling penting adalah bagaimana melaksanakanya dan bagaimana spiritnya, tentu dengan keyakinan yang mantap dan menghasilkan kebaikan baik pelaku maupun lingkunganya.
Kita ambil contoh yang lain seperti putra kesayangan raja Alengka Rahwana Megananda atau yang biasa dipanggil Indrajita karena kesaktiannya pernah mengalahkan dewa Indra dalam satu pertempuran sengit. Indrajit adalah pemuja dewi Kali yang sangat taat maka beliau juga mendapatkan berkah kesaktian yang luar biasa darinya, sampai-sampai para dewa kalang-kabut dibuatnya.
Lalu pertanyaannya adalah pengetahuan rohani apa yang dapat kita serap dengan sabda Tuhan diatas? ya……minimal kita diingatkan dibangkitkan kesadaranya untuk mulai meningkatkan pemahaman ajaran agama dengan baik berdasarkan tatwa melalui guru sadu dan sastra agar pengetahuan (jnana) kita semakin hari semakin mantap di jalan spiritual.

Yang paling penting disini yang harus disadari dan difahami oleh kita semua bahwa para dewa-dewi bukanlah Tuhan melainkan tenaga-tenaga administrator dari Tuhan yang ditugaskan Tuhan untuk menyediakan dan memenuhi segala kebutuhan hidup semua mahluk terutama kebutuhan material seperti menyediakan hujan, mengatur iklim yang baik, menyediakan sinar matahari yang cukup dan sebagainya agar tetumbuhan bisa hidup dan bertumbuh dengan subur, guna memenuhi kebutuhan dasar hidup dan kehidupan semua mahluk.
Para dewa tiada lain adalah pembantu-pembantu Tuhan, jika para pembantu-pembantu Tuhan dipuja dan dihaturkan persembahan maka pada hakekatnya adalah memuja Tuhan juga, namun cara ini dalam Bhagavad Gita dinyatakan tidak sesuai dengan hukum yang diajarkan atau ditetapkan sesuai sloka diatas.
Sama seperti dalam kehidupan material, presiden misalnya kita ibaratkan Tuhan dan para menteri atau pembantu-pembantu presiden itu kita ibaratkan para dewa.
Jika para menteri itu kita layani dan berikan penghormatan yang tinggi sementara presidennya tidak, pasti terjadi rasa tidak enak atau ewuh-pakewuh istilah jawanya di kalangan para pembantunya itu, demikian juga ada rasa ketidak nyamanan di hati presidennya sendiri walaupun pada hakekatnya hal itu dalam rangka menghormati presiden juga sebagai bosnya, karena cara itu kurang tepat.
Yang lebih ideal barangkali adalah presidennya yang utama dihormati baru kemudian para pembantunya, maka para pembantunya pasti senang dan merasa terhormat juga, sebaliknya jika presidennya tidak dihormati sebagaimana mestinya maka para pembantunya pasti marah atau minimal kecewa.
Demikian juga jika kita memuja Tuhan sebagai entitas yang tertinggi, menghaturkan persembahan-persembahan suci kepada Beliau, melayani Beliau dengan semangat bhakti yang tulus dan iklas lalu prasadamnya kita persembahkan kembali kepada para dewa, selaku pembantu-pembantu Beliau sebelum kita santap, maka para dewa akan senang dan terpuaskan, jadi jangan dibalik-balik.
Jika para dewa terpuaskan maka beliau pasti memberikan berkah dan karunia kepada semua ciptaan, dan jika karunia melimpah pada semua mahluk maka kesejahteraan lahir dan batin pasti menyelimuti kehidupan ini, dan jika ini yang terjadi maka damailah planit bumi ini, jika planit ini damai maka kehidupan yang kekal di planit yang lain yang lebih tinggi kedudukannya senantiasa menantikan.
Intinya adalah kerjasama yang harmonis harus dibangun antara para dewa dengan manusia untuk memuaskan Tuhan semata-mata, karena para dewa juga adalah para pemuja Tuhan, bahkan para dewa ingin turun menjelma ke dunia ini mengambil wujud manusia agar mendapatkan kesempatan memberikan pelayanan bhakti kepada Tuhan.

Nah tradisi kita di Bali pada khususnya dan Indonesia umumnya lebih terkonsentrasi pada persembahan bukan kepada Tuhan langsung, seperti ritual pecaruan yang kadang-kadang memerlukan bahan-bahan dan satwa yang relative mahal bahkan agak susah didapatkan, sedangkan untuk persembahan kepada Tuhan sendiri relative lebih murah dan bahan-bahannya sangat mudah didapatkan karena ada dan tumbuh di sekitar kita seperti beraneka bunga, buah-buahan, biji-bijian, air, aneka kueh dan sebagainya.
Di masa-masa yang akan datang hal ini tentu dapat menimbulkan masalah karena keberadaan satwa-satwa untuk kebutuhan pecaruan akan semakin sulit didapatkan apalagi ada yang termasuk satwa langka yang dilindungi undang-undang Negara.
Untuk itu perlu dipikirkan jalan keluarnya dari sekarang. Upayakan selalu dialog secara terus-menerus melibatkan para brahmana, parisada, para intlektual, generasi muda dan semua pihak dengan mengacu kepada kitab suci veda sebagai acuan yang tertinggi.
Jadi kalau kita semua sudah sepakat untuk mengacu kepada yang tertinggi yaitu kitab suci veda, maka apapun kesepakatanya saya kira tidak ada yang menolak.
Untuk itu sekali lagi mari kita renungkan sabda Tuhan diatas

Bahkan mereka (para bhakta) yang memuja para dewa lain, dengan penuh keyakinan, sesungguhnya juga memuja Aku, wahai putra Kunti (Arjuna), walau sebenarnya tidak menurut hukum yang diajarkan (ditetapkan).

Om Namo Bhagavate Vasudeva ya

Tiga Unsur Penyebab Kehancuran

ARTIKEL KIRIMAN BHAKTA DI LAMPUNG

Tiga Unsur Penyebab Kehancuran
Oleh: i wayan wisanta

ajnas casraddadhanas ca
samsayatma vinasyanti,
nayam loko sti na paro
na sukham samsayatmanah.
Bhg.4.40

Tetapi mereka yang bodoh/dungu dan tidak percaya dan bersifat ragu, akan hancur binasa, baginya tak ada kebahagiaan, tak ada dunia ini, demikian juga tak ada dunia sana.

Demikian nasehat Krsna kepada Arjuna, apakah Arjuna seorang yang kurang punya kemampuan diri? Atau seorang yang tidak percaya kepada potensi yang ada pada diri sendiri? atau seorang yang selalu ragu-ragu dalam mengambil setiap tindakan? Jawabanya tentu tidak, Arjuna adalah kepribadian yang sempurna, lalu kenapa Sri Krsna sampai mengeluarkan nasehat seperti itu kepada seorang ksatriya perkasa, pemanah terhebat, murid guru Drona yang paling cerdas, dan cucu kesayangan kakek Bhisma?.

Kita memang sering dibuat tidak mengerti akan jalan pikiran tokoh-tokoh yang memegang peranan penting dalam sejarah wangsa kuru.
Seperti permaisuri Hastinapura Gandari, mengapa beliau tidak memberkati putranya sendiri Duryodhana dalam perang baratayudha itu padahal Duryodhana sendiri yang lansung menemui dan memohon berkat ibundanya, tetapi ibu Gandari malah memberkati musuh Duryodhana sendiri yaitu Yudistira dan adik-adiknya.
Yang lain lagi kenapa nasehat-nasehat cemerlang perdana menteri Widura dalam mencegah peperangan tidak digubris sama sekali oleh maharaja Dristarastra termasuk juga oleh Rsi Bhisma, kenapa justru Sakuni diberikan keleluasaan mencampuri urusan dalam negeri Hastinapura padahal dia bukanlah pantas untuk itu dan bukan keturunan wangsa kuru. Nah kebingungan kita ini tentu tidak terlepas dari kacamata duniawi kita semata.
Jika kita kembali pada nasehat Krsna diatas nampaknya kata-kata itu memang harus diberikan kepada Arjuna, karena walaupun Arjuna seorang ksatriya perkasa yang telah mendapatkan didikan militer yang keras dari Guru Besar Drona, namun Arjuna adalah type-type manusia yang berhati lembut penuh kasih sayang pada semua mahluk termasuk kasih sayang terhadap musuhnya sekalipun.
Beliau adalah murid yang paling hormat dan paling sayang pada gurunya, beliau juga paling disayangi kakeknya karena kecerdasan dan kebajikanya.
Jika Arjuna menolak untuk berperang ini semata-mata karena yang harus dihadapinya adalah gurunya sendiri yang paling beliau hormati, kakek kesayangannya sendiri, saudaranya sendiri yang jika itu dilakukan maka Arjuna berpikir akan menanggung dosa yang teramat sangat besar dimana membunuh guru atau brahmana dosanya tak terampuni, begitu juga menghancurkan tradisi-tradisi keluarga adalah bentuk penghianatan kepada para leluhur yang harus dihindari. Inilah yang bergolak dan berkecamuk dalam hati seorang Arjuna.
Bagi kita kebanyakan sikap yang ditunjukan oleh Arjuna adalah suatu yang wajar bahkan suatu kebenaran karena kita memang masih menganut faham badan.

Namun tidak demikian bagi Sang Sutradara Kehidupan Krsna, sikap itu merupakan suatu kebodohan atau dungu, tidak percaya, dan ragu-ragu yang tidak pantas dipelihara oleh seorang ksatria sekaliber Arjuna karena hal itu akan membinasakan diri sendiri menghancurkan dharma dan sendi-sendi kehidupan.
Itulah bedanya jika sesuatu itu dipandang dari kacamata duniawi dan kacamata rohani sangat kontras.
Pelajaran rohani yang bisa kita ambil dari sabda Tuhan diatas adalah kekuatan kejahatan itu hendaknya diperangi atau dienyahkan dengan kekuatan kebajikan tidak perduli siapapun yang ada dibaliknya karena kejahatan itu adalah sumber dari segala kehancuran.
Tetapi dizaman kekalutan seperti ini dimana manusia senantiasa diliputi perasaan gampang sedih, gampang marah, selalu resah, ketakutan yang berlebihan, cemas, lemah, malas dan seterusnya apakah masih mampu orang bertindak demikian?,

Nah untuk mencari jawaban atas pertanyaan ini maka pilihan yang tepat adalah seseorang hendaknya mencari seorang guru kerohanian, bertanya dengan tunduk hati dan berikan pelayanan kepada beliau memang itulah yang disarankan oleh Tuhan sendiri dalam Srimad Bhagavad Gita dari masa yang lampau hingga masa yang akan datang.
Om ajnana-timirandhasya, jananajana-salakaya, caksur unmilitan yena, tasmai siri-gurue nama. Hamba lahir didalam kebodohan yang paling gelap, lalu guru kerohanian hamba membuka mata hamba dengan pelita pengetahuan, hamba bersujud dengan hormat kepada beliau.
Setelah Arjuna menerima pengetahuan-pengetahuan rohani dari Sri Krsna selaku guru kerohaniannya dalam waktu yang cukup singkat, maka pada akhirnya Arjuna mampu membuang jauh-jauh kelemahan-kelemahan duniawinya itu. kemudian bertindak sebagai instrument Krsna dalam menghancurkan kekuatan adharma itu, sebab jika Arjuna tidak mau melakukannya maka Sri Krsna sendirilah yang akan melakukannya.
Seperti yang disabdakan Krsna dalam sloka yang lain paritranaya sadhunam, vinasaya ca duskrtam, dharma-samsthapanarthaya, sambhavami yuge-yugejika Untuk melindungi orang-orang baik dan untuk memusnahkan orang yang jahat, Aku lahir ke dunia dari masa ke masa untuk menegakkan dharma.
Jika kita cermati lebih dalam sloka ini sesungguhnya Krsna lah yang menghancurkan kekuatan adharma itu namun melalui kekuatan yang ada pada diri Arjuna dan Pandawa lainya serta orang-orang yang berpihak kepadanya.
Dalam menegakkan kebenaran atau melindungi orang-orang saleh dari segala ancaman adharma Tuhan sendiri menggunakan berbagai macam cara sesuai kehendak Beliau.
Seperti contoh dalam menghancurkan Rahwana Tuhan sendiri yang melakukannya dalam wujud Sri Rama, namun tidak demikian halnya dalam menghancurkan kaurawa dan antek-anteknya Tuhan tidak secara langsung melakukannya tetapi melaui orang-orang saleh seperti yang disebutkan diatas. Sri Krsna bertidak sebagai kusir kereta perang Arjuna dan sekaligus sebagai penasehat spiritualnya.
Lalu bagaimana dengan zamann ini? nah pada zaman ini Beliau adalah sebagai guru kerohanian kita semua dalam wujud Bhagawad Gita kemuaidan dalam cara kita mendalami ajaranNya tentu melalui garis-garis perguruan waisnawa (parampara) agar kita mempunyai kekuatan untuk menghapus segala kebodohan, ketidak percayaan dan keragu-raguan kita sesuai dengan sloka diawal, sebelum Beliau sendiri yang akan turun pada akhir zaman dalam misi Beliau melindungi orang-orang saleh atau para penyembah setia Beliau dalam wujud Kalki Avatara.

Om namo bhagavate vasudeva ya

>CIRI CIRI SRI KRISHNA SANGAT TERPELAJAR

CIRI CIRI SRI KRISHNA SANGAT TERPELAJAR
PELAJARAN DARI SRILA GURU JI
Kalau seseorang terdidik sampai tingkat tinggi dan bertindak secara tegas menurut prinsip-prinsip kesusilaan,maka dia disebut orang yang sangat terpelajar.Orang yang menguasai berbagai bagian ilmu pengetahuan disebut terdidik, dan oleh karena ia berdasarkan prinsip-prinsip kesusilaan ia disebut bermoral kuat.Dan dua unsur tersebut bersama-sama membuat orang terpelajar.
Tuhan Sri Krishna,tidak membutuhkan pendidikan apapu,namun beliau memberi kesempatan kepada dewi ilmu pengetahuan (Saraswati ) untuk mengamdi kepada beliau.
Orang disebut cerdas kalau ia memiliki ingatan tajam serta pertimbangan yang halus.Mengenai Yuhan Sri Krishna,dikatakan bahwa pada waktu beliau sedang belajar disekolah Sandipanimuni asram di Avantipura,beliau memperlihatkan ingatan yang begitu tajam sehingga dengan menerima pelajaran sekali saja dari Guru,beliau segera menjadi sempurna dalam pelajaran manapun.Sbenarnya Tuhan Sri Krishna belajar di sandipani muni asram untuk memperlihatkan pada rakyat dunia bahwa betapapun tingginya nartabat maupun kepandaian seseorang,ia harus berguru kepada seorang guru kerohanian.

Rahasia keberhasilan dalam hidup rohani

Rahasia keberhasilan dalam hidup rohani:

ei tantra vakye ami draha visvasa dhan

“Saya dengan mantap percaya dengan sabda- sabda guru kerohanian saya.”

Penjelasan :

Seperti dijelaskan dalam kitab suci weda:

yasya deve para bhaktir
yatha deve thata gurau
tasyaite kathita hy arthah
prakasante mahat manah

“Hanya kepada roh-roh yang mulia yang percaya sepenuhnya kepada Tuhan Yang Maha Esa dan guru kerohanian, maka segala arti pengetahuan Veda ini akan diperlihatkan dengan sendirinya”.

Dari penjelasan ayat Weda ini, sangat penting dan Sri Caitanya Mahaprabhu menjadikan contoh dalam bertingkah laku mempercayai kata-kata guru kerohanian Beliau. Beliau memperkenalkan gerakan sankirtan yadnya. Hanya gerakan kesadaran Krishna yang memulai mempercayai kata-kata guru kerohanian. Beliau berkeinginan mengajarkan kita percaya dengan kata-kata Beliau dan mencoba bagaimana caranya dengan keyakinan atau kepercayaan pada perintah-perintah guru kerohanian dan Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, adalah kunci sukses. Sri Caitanya Mahaprabhu tidak pernah mengabaikan perintah dari guru kerohanian Beliau dan tidak berhenti mengajarkan kesadaran Krishna. Srila Bhaktisidhanta Saraswati Goswami pada saat berpulang memerintahkan kepada semua murid beliau untuk bekerja bersama-sama untuk mengajarkan misi Sri Caitanya Mahaprabhu ke seluruh dunia. Tetapi di kemudian hari seseorang murid yang bodoh mengabaikan perintahnya seperti halnya mereka ingin untuk menjadi pemimpin dari misi dan mereka bertengkar dalam pengadilan menolak perintah guru kerohanian dan seluruh misi menjadi gagal. Kita tidak menjadi sombong, karenanya bagaimanapun kebenaran harus dijelaskan. Kita percaya dengan kata-kata guru kerohanian kita dan mulai dengan tunduk hati dan penyerahan diri. Hanya dengan kekuatan rohani dari perintah otoritas yang tertinggi gerakan ini menjadi sukses.
(Cc Adi. 7,95-96 (Adi 2 pp 76-77).


mukam karoti vacalam
pangum langhayate girim
yat - krpa tam aham vande
sri gurun dina-tarinam

Artinya:
Saya menyampaikan sembah sujud saya pada Guru Kerohanian saya Juru selamat bagi seluruh jiwa yang jatuh, karunianya mengubah orang bisu menjadi berbicara dan membantu orang lumpuh bisa mendaki gunung.

Untuk bisa mengerti pengetahuan rohani, seseorang harus mempunyai keyakinan yang kuat pada kata-kata atau perintah dari guru kerohanian.


Terjemahan:

Prahlada Maharaja melanjutkan: “Temanku yang baik bila kamu bisa menempatkan keyakinanmu pada perintahku, hanya dengan keyakinan itu kamu juga akan mengerti pengetahuan rohani seperti halnya diriku, walaupun kamu hanya seorang anak kecil.”

Penjelasan :

Kata-kata yang disampaikan oleh Prahlada Maharaja sangatlah penting dalam hubungan dengan turunnya pengetahuan rohani dari garis perguruan parampara. Bahkan ketika Prahlada Maharaja masih bayi di dalam kandungan ibunya, beliau menjadi sangat yakin terhadap adanya kekuatan dari yang tertinggi karena dengan mendengarkan perintah Rsi Narada dan mengerti bagaimana mencapai kesempurnaan hidup dengan bhakti yoga. Hal ini sangat penting untuk mengerti pengetahuan rohani.

yasya deve para bhaktir
yatha deve thata gurau
tasyaite kathita hy arthah
prakasante mahat manah

“Hanya kepada roh-roh yang percaya sepenuhnya kepada Tuhan Sri Krishna dan guru kerohanian maka segala arti pengetahuan Veda akan diperlihatkan/terungkap dengan sendirinya”.
(svetasvatara upanisad G.23).

Itulah ajaran dari kitab suci Veda. Seseorang harus mempunyai keyakinan yang kuat pada kata-kata dari guru kerohanian dan juga mempunyai keyakinan yang sama pada Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa. Maka pengetahuan yang sejati dari atma dan paramatma serta perbedaan antara badan dan sang roh akan dengan sendirinya terungkap. Ini adalah atma tatwa atau pengetahuan rohani akan terungkap sampai di dalam hati penyembah karena berlindung pada kaki padma seorang mahajana seperti Prahlada Maharaja.




Seorang murid harus mantap bahwa guru kerohaniannya adalah bebas dari kritikan .


Damodara pandita adalah penyembah yang agung dari Sri Caitanya Mahaprabhu. Suatu hari entah bagaimana dia dalam posisi seperti itu akan menjadi tidak baik, karena dipengaruhi oleh tenaga dalam dan hubungan dengan dunia material. Demikianlah penyembah yang melakukan kesalahan dengan cara mengkritik kegiatan guru kerohanian atau Kepribadain Tertinggi Tuhan Yang Maha Esa, walaupun itu masuk akal seorang penyembah seharusnya jangan mengkritik.
Seorang penyembah seharusnya tidak menjadi terganggu oleh kegiatan guru kerohanian dan tidak mencoba untuk mengkritik beliau. Seorang penyembah harus mantap dalam hatinya dalam kedudukan bahwa guru kerohanian bukan merupakan subjek untuk dikritik dan tidak pernah menganggap guru kerohanian itu adalah sama dengan orang biasa.
Bahkan jika nampaknya ada beberapa perbedaan menurut seorang penyembah tidak sempurna, seorang penyembah harus yakin di dalam perjalanan bhaktinya bahwa bahkan jika guru kerohaniannya pergi ke tempat penjual minuman keras tetapi beliau bukan peminum, tetapi beliau mempunyai suatu tujuan untuk datang kesana. Ini dijelaskan dalam syair Bengali: yadyapi nityananda sura bad yayal tathapio haya nityananda raya. “Bahkan jika saya melihat bahwa Tuhan Sri Nityananda masuk kedalam toko penjual minuman keras, saya tetap tidak beralih dari kesimpulan saya bahwa Sri Nityananda Raya adalah Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa”. (Cc Antya 11).



Bahkan jika guru kerohanian terkadang bersikap keras, seorang murid harus tetap bersikap tunduk hati.


Penghormatan tertinggi… adalah selalu berdoa. Bahkan jika mereka menyerang, mereka tidak boleh membuat serangan. Etika secara umum bahwa yang tertinggi tidak boleh dilawan bahkan dengan sikap tingkah lakunya, mereka tidak boleh ikut berurusan dengan urusan tersebut.


Bagaimana seorang murid yang berkualifikasi, seharusnya berdoa ketika mendekati guru kerohanian yang berkualifikasi.


Ketika murid yang bonafide mendekati guru kerohanian dia menjadi khusuk berdoa kepada Guru Kerohanian “Oh tuanku, mohon kemurahan hati anda menerima saya sebagai murid dan membimbing diri saya dan hanya sibuk dalam kegiatan pelayanan bhakti dalam kesadaran Krishna”.


Kekuatan dari berkat yang diberikan seorang Guru Kerohanian.

Seseorang harus mendekati Guru Kerohanian dengan kerendahan hati dan memuja beliau dengan pelayanan bhakti yang demikian. Beliau akan puas dan menganugerahkan berkat beliau kepada seorang murid. Karena Guru Kerohanian yang bonafide adalah perwakilan dari Sri Krishna sendiri. Jika beliau menganugerahkan berkat kepada muridnya, itu akan membuat murid tersebut segera maju. Tanpa seorang murid mengikuti secara teratur prinsip atau, mengikuti prinsip secara teratur akan memudahkan seorang murid untuk dapat melayani Guru Kerohanian tanpa keraguan.


Orang yang naik tingkat dalam kedudukan pelayanan bhakti, dengan karunia dari Guru Kerohanian dan Sri Krishna.


sadhu sanga krpa kimva krsnera krpaya
kamadi duhsanga ehudi suddha bhakti paya

“ Orang yang maju dalam tingkat kedudukan pelayanan bhakti dalam hidupnya dengan karunia dari Vaisnava atau karunia seorang Vaisnava, Guru Kerohanian yang bonafide dan dengan karunia khusus dari Krishna”

Dalam kedudukannya seseorang menyerahkan segala keinginan materialnya dan bergabung dengan orang yang tidak dikehendaki. Demikianlah orang yang maju dalam kedudukannya sebagai penyembah murni.


Seseorang tidak dapat maju dalam kehidupan spiritual tanpa karunia dari Guru Kerohanian.


Kehidupan rohani dimulai dengan adanya hubungan dengan penyembah atau sadhu. Seseorang tidak dapat maju walaupun satu titik tanpa karunia dari sadhu. Hiranyakasipu, ayah Prahlada: “Anakku Prahlada, bagaimana bisa kamu menjadi maju dalam kesadaran Krishna? Walaupun Hiranyakasipu adalah raksasa, namun dia… Prahlada mengulasi: “Oh tuanku yang terkasih, oh yang terbaik dari para asura, seseorang bisa menerima kesadaran Krishna hanya dari perintah Guru. Seseorang tidak dapat meraihnya hanya dengan spekulasi. Orang biasa tidak dapat mengetahui bahwa tujuan akhir mereka adalah kembali kepada Wisnu”.


Dengan karunia Guru Kerohanian, orang akan mencapai kegembiraan, kedamaian, kesejahteraan dan mampu memenuhi misi dalam kehidupan manusia.

Dengan segala kemurahan hati Guru Deva berkata: “Ini adalah tugas seorang murid yang mempersembahkan hidupnya dalam pelayanan bhakti kepada Guru Kerohanian. Wahai yang terbaik dari kelahiran kedua, saya sangat senang dengan kegiatanmu dan saya memberkahi kamu, semoga segala keinginan dan harapanmu terpenuhi. Semoga pengertian tentang pengetahuan Veda yang mana kamu pelajari dari saya selalu berlanjut dan tetap di dalam ingatanmu. Karenanya untuk sementara waktu, kamu dapat mengingat pelajaran Veda dan mampu mengutip perintah itu tanpa kesulitan. Dengan demikian kamu tidak akan pernah kecewa dalam hidup ini atau kehidupan yang akan datang.”
Tuhan Sri Krishna melanjutkan: “Temanku yang tercinta, keduanya dari kami adalah kekal. Tanpa berkat dari Guru Kerohanian, tidak seorang pun bisa bergembira dan bahagia. Atas karunia Guru Kerohanian dan berkatnya, orang bisa mencapai kedamaian dan kesejahteraan dan mampu melaksanakan misi dari kehidupan manusia.” ( Vol 3 pp 75-76 ).


Pada saat diksa, Guru Kerohanian menerima semua reaksi perbuatan berdosa dari seorang murid.


Segera, setelah mendapatkan diksa, Guru Kerohanian mengambil semua reaksi perbuatan berdosa dari muridnya.seperti halnya Sri Krishna bersabda: “Semua perbuatan berdosa seseorang segera akan hilang bila dia menyerahkan diri pada-Ku”. Sama halnya dengan manifestasi Sri Krishna yang merupakan perwakilan dari Krishna, yang mendapatkan karunia dari Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa Sri Krishna, mengambil semua hasil kegiatan berdosa seorang murid, segera setelah murid di diksa. Selanjutnya seorang murid mengikuti prinsip-prinsip Veda dan perintah Guru Kerohanian dan tetap menjadi suci serta bebas dari kontaminasi material.

Sri Caitanya Mahaprabhu menjelaskan bahwa Guru Kerohanian yang merupakan perwakilan Tuhan Sri Krishna sendiri telah mengambil semua reaksi perbuatan berdosa muridnya. Bhag. 4.21.31 (4; 3 p 98).

Seseorang harus mengajukan permohonan kepada guru kerohanian hanya dengan kerendahan hati dan penyerahan diri.


Seorang Brahmana segera bersujud pada kaki padma Sri Caitanya Mahaprabhu dan meminta Beliau menerima permohonannya dengan perasaan gembira. “Oh Tuhanku saya mengundang semua sanyasi di Benares ke rumah saya. Keinginan saya akan dapat terpenuhi, jika anda juga menerima undangan saya”

Penjelasan:

Atau pengetahuan Veda menjelaskan:

tad vidhi pranipatena pariprasnena sevaya
upadeksyanti te jnanam jnaninas tattva-darsinah

“Seorang harus mendekati autoritas tertinggi dengan tinduk hati…”
(B.g. 4.34)

Seseorang tidak boleh menantang seorang autoritas tertinggi, tetapi dengan segala kerendahan hati seorang dapat mengajukan permohonannya untuk diterima oleh guru kerohanian atau autoritas rohani. Sri Caitanya Mahaprabhu adalah guru yang ideal ditunjukkan oleh tindakan Beliau pribadi dan juga semua murid-murid Beliau. Dengan demikian brahmana ini menjadi disucikan dengan adanya pergaulan dengan Sri Caitanya Mahaprabhu, mengikuti prinsip-prinsip dalam mengajukan permintaannya kepada autoritas tertinggi. Dia bersujud di kaki padma Sri Caitanya Mahaprabhu dan sangat memohon kepada Tuhan untuk mengasihaninya dan memohon bantuan-Nya. Demikianlah dia menyampaikan permohonannya dengan segala kerendahan hati.

Rabu, 10 Juni 2009

kualitas pralada maharaja

Srimad bhagavatam skanda 3 bab 32 ayat 42

Seorang Murid tidak perlu iri pada saudara se-Guru nya.Walaupun saudara seguru lebih mampu dalam pengetahuan Veda dan maju dalam kesadaran Krishna,orang harus menerimanya sama seperti Guru Kerohanian, dan orang harus berbahagia melihat saudara se-Guru yang maju dalam kesadaran Krishna.


Srimad bhagavatam skanda 7 bab 4 ayat 32


Terjemahan :
Kualitas Pralada Maharaja di jelaskan bahwa: beliau menganggap Guru ,yaitu guru kerohanian dan saudara se-Guru nya yang lebih tua menjadi sebaik kepribadian Tuhan yang maha esa, beliau menjadi sempurna bebas dari kebanggaan yang tidak penting seperti pengetahuan yang baik,kekayaan, ketampanan ,kebangsawanan dan lain sebagainya.

hari ekadasi tidak boleh melaksanakan upacara pembakaran jenasah

SRIMAD BHAGAVATAM Canto 7 chapter 14 text 23

Srila Jiwa Goswami has given Quotations from many sastras stating that the Sraddha ceremony of oblations to the forefathers should not be performed on Ekadasi tithi.When the Tithi of the death anniversary falls on Ekadasi day,the saddha ceremony should be held not Ekadasi but on the next day,or Dvadasi.In the Brahma-Vaivarta Purana it is said:



Ye kurvanti mahepala
Craddha caikadaci dine
Trayas te naraka yanti
Data bhokta ca prerakau

If one performs the Sraddha ceremony of oblations to the forefathers on the Thiti Ekadasi, then the performer, the forefathers for whom the sraddha is observed, and the purohita,or the family priest who encourage the ceremony, all go to hell