Kamis, 21 Oktober 2010

Yogi dan Keutamaannya

Yogi dan Keutamaannya

Oleh: vedanta pati dasa



tapasvibhy dhiko yogi

jnanibhyo pi mato dhikah

karmibhyas cadhiko yogi

tasmad yogi bhavarjuna

Bhg.6.46

Seorang yogi lebih besar dari pertapa dan bahkan ia lebih mulia daripada sarjana, lebih utama dari yang melakukan yadnya, karenanya jadilah yogi wahai Arjuna.



Tidak perlu diragukan lagi Arjuna murid Drona adalah ksatria utama yang gagah perkasa menguasai ilmu militer dan strategi perang dengan sangat baik, beliau seorang jendral yang dihormati dan disegani tidak saja oleh kawan tetapi juga oleh lawan-lawannya bahkan oleh para dewa sekalipun, walaupun demikian Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa Krsna tetap saja menyarankan bahkan cendrung mengarahkan Arjuna untuk menjadi seorang yogi.

Kenapa demikian?, Ini tentu tidak terlepas dari kualifikasi dimana seorang yogi itu mempunyai kualifikasi lebih dari manusia biasa. Yogi adalah yang menguasai ilmu kebatinan atau rohaniawan yang sudah melampaui hal-hal duniawi. Hanya seorang yogilah yang mampu mencapai planit rohani.

Dari milyaran penganut hindu atau weda di seluruh dunia ini belum tentu 10 prosennya mampu mencapai kualifikasi yogi, ini artinya teramat sangat berat untuk dicapai. Lalu apakah profesi-profesi yang lain seperti ksatria, vaisya dan sudra apalagi candala tidak bisa mendapatkan tiket ke planit rohani Vaikuntaloka bahkan Goloka Vrindavana? Ya ini tentu bukanlah kapasitas kita untuk menjawabnya. Tetapi yang jelas Krsna sendiri dengan tegas menyarankan agar Arjuna menjadi seorang yogi.

Dan yang paling penting bagi kita ada upaya yang sungguh-sungguh untuk dapat melaksanakan tahapan-tahapan hidup manusia hindu sesuai dengan prinsip-prinsip kitab sucinya dalam hal ini ajaran catur asrama, disini tentu dibutuhkan keseriusan, kearifan dan kebijaksanaan.

Boleh-boleh saja untuk sementara ini kita sebagai brahmacari, lalu sebagai grhasta, lalu wana prasta dalam contact kekinian tentunya dan selanjutnya sanyasi walaupun untuk yang terakhir ini hampir tidak mungkin bisa kita lakukan pada kaliyuga ini.

Hidup ini memang pilihan dan menjadi seorang ksatria, vaisya, dan sudra tentu dibutuhkan untuk kepentingan bangsa dan Negara ini demi kesejahteraan dan ketertiban masyarakat luas, sama halnya dengan keberadaan pandawa yang berwarna ksatria dalam menegakkan prinsip-prinsip dharma di Negara Hastina pada akhir dwaparayuga, namun kesempatan dan waktu untuk menunaikan kewajiban itu tentu ada batasannya demikian juga denga warna-warna yang lain, nah setelah kesempatan itu berakhir atau kita akhiri maka disanalah semestinya manusia mengambil kesempatan untuk mengawali kehidupannya dengan aktifitas bhakti dalam mempersiapkan diri menuju kehidupan rohani.

Intinya kita harus mampu dan mau memanfaatkan momen itu dengan berani.

Ada contoh menarik ketika raja Ayodhya yang bijaksana yang dihormati di ketiga dunia yaitu Prabu Dasaratha tengah mempersiapkan putra mahkota yang kelak akan mengganti kedudukan beliau sebagai raja negeri Ayodhya dan pilihannya jatuh kepada putra sulungnya yaitu Rama dan semua petinggi-petinggi kerajaan yang ada di balairum Hastina dimana sidang itu dilaksanakan termasuk penasihat kerajaan Rsi Wasista setuju dengan usulan tersebut, dan dalam waktu yang bersamaan juga Rama sang putra kesayangan tidak bersedia mengganti kedudukan ayahandanya dan ini semata-mata karena rasa hormat yang tinggi Beliau kepada ayahandanya dan merasa diri belum pantas untuk mengganti ayahandanya sebagai raja negeri sebesar Ayodhya, namun Rama berjanji demi Negara dan ayahandanya Beliau tetap dengan setia berada dibelakang ayahandanya membantu tugas-tugas yang dibebankan oleh ayahandanya.

Tetapi Prabu Dasaratha teguh dengan pendiriannya untuk menyerahkan tahta kerajaan kepada putra tercitanya Rama lalu dengan cerdas bijak dan berwibawa beliau berkata; Rama anakku jangan aku kau ikat dengan cinta dan kasih sayangmu, jangan aku kau jerat dengan kemewahan kerajaan ini, biarkan aku pergi dan melepaskan semua ikatan kerajaan ini untuk mempersiapkan diri menuju dunia rohani yang kekal karena ini memang sudah waktunya, dan aku yakin kau pasti mampu menjadi raja yang arif dan bijaksana yang dihormati dan disegani diketiga dunia mampu mensejahterakan semua rakyat di seantero negeri. Jika engkau tetap tidak bersedia maka itu sama artinya dengan menghambat perjalanan ayahmu menuju kebahagiaan yang kekal di dunia rohani sebagai tujuan hidup yang tertinggi.

Demikian juga hal yang terjadi pada negeri Hastina setelah selesai baratayudha Hastina diperintah oleh seorang raja yang maha bijaksana yaitu maharaj Yudistira dimana pamannya sendiri yaitu prabu Drstarata masih tetap diizinkan tinggal di istana atas kemurahan hati Yudistira tentunya, disana beliau menikmati fasilitas dan kemewahan kerajaan sehingga terlena dan lupa untuk mempersiapkan diri menuju alam rohani karena terlanjur larut dalam kemewahan duniawi. Untunglah adiknya yang bijaksana Widura cepat mengingatkan Drstarata agar segera meninggalkan semua kemewahan ini untuk pergi ke hutan mempersiapkan diri menuju kehidupan rohani sebagai tujuan hidup terakhir yang bebas dari kemewahan material.

Walaupun pada awalnya Drstarata berat sekali menerima saran itu disamping juga karena beliau sudah tua dan matanya buta tetapi karena Widura memaksanya tentu dengan dasar-dasar kitab suci weda akhirnya Drstarata setuju dengan gagasan adiknya itu dan pergi ke hutan pada malam hari tanpa sepengetahuan Yudistira maharaj dan anggota keluarga kerajaan lainnya. Turut serta dalam perjalanan beliau disamping Widura juga ibu Gandari dan ibu Kunti meninggalkan kemewahan kerajaan menuju hutan kehidupan rohani.

Nah pelajaran apa yang bisa kita ambil dari kisah-kisah diatas, tentu pengetahuan rohani jangan terlalu lama kita hanyut dalam kebahagiaan material yang bersifat sementara dan semu ini, jika sudah waktunya tiba maka serahkan semua itu kepada orang lain dan masuklah ke dunia rohani tentu tidak harus ke hutan tetapi melepaskan semua ikatan-ikatan maya itulah yang harus kita persiapkan dari kehidupan sekarang ini apapun profesi kita dan dimanapun kita berada.

Jangan kita sampai mati terjerat dan tidak berkutik oleh kekuatan maya itu, jika kita seorang grhasta silakan membangun keluarga dan bekerja sesuai dengan keahlian masing-masing untuk mendukung ekonomi keluarga tentu dengan prinsip-prinsip dharma agar bisa berjalan dengan baik lalu antarkanlah atau kawallah putra-putri kita sampai memasuki grhasta ( masa berumah tangga), selebihnya perlahan-lahan melepaskan ikatan dari hiruk-pikuknya kehidupan mencari kekayaan material. Seperti halnya Arjuna setelah pensiun dari dunia militer lalu bergegas menuju dunia rohani mengikuti perintah guru sejatinya Krsna.

Jangan sampai seperti mereka yang sudah banyak cucunya dan sudah tua renta masih sibuk dengan urusan bisnis………. aduh kasihan sekali mereka





Om namo bhagavate vasu deva ya

Sabtu, 25 September 2010

Keutamaan Srimad Bhagavad Gita

Keutamaan Srimad Bhagavad Gita

Oleh: vedanta pati dasa



Sri bhagavan uvaca:

param bhuyah pravaksyami

jnananam jnanam uttamam

yaj jnatva munayah sarve

param siddhim ito gatah

Bhg. I4.1



Sri Bhagavan bersabda:

Saya akan jelaskan lagi tentang ilmu pengetahuan utama yang terbaik dari semua ilmu pengetahuan, dimana dengan mengetahuinya para muni semua bebas dari dunia ini mencapai kesempurnaan tertinggi.



Disini Krsna menjelaskan lagi kepada Arjuna putra Kunti tentang keutamaan dari Srimad Bhagavad Gita, dimana Beliau mengatakan yang terbaik diantara semua ilmu pengetahuan.

Jika Tuhan sendiri mengatakan ini yang terbaik maka sudah barang tentu baik saja tidaklah cukup.

Krsna juga menjelaskan bahwa para muni atau resi-resi agung setelah mengetahui pengetahuan rahasia ini mencapai tingkat kesempurnaan tertinggi. Kesempurnaan tertinggi disini tentunya mencapai Krsnaloka yaitu kerajaan Tuhan yang kekal penuh kebahagiaan rohani dan bebas dari segala penderitaan material, namun tidaklah menunggal dengan Tuhan tetapi tetap sebagai abdi dan pelayan Tuhan disana, itulah tujuan hidup yang tertinggi.

Tetapi pada zaman kali nampaknya prilaku manusia sudah mulai bergeser dari kedudukan dasarnya dan sudah menjadi hal yang biasa jika pada sebagian besar manusia masa kini lebih mengejar kekayaan material ketimbang pendakian rohani, maksudnya menumpuk kekayaan materi hanya untuk kepuasan indriya semata dan tidak menggunakan kekayaannya itu untuk menunjang aktifitas rohaninya bahkan terkesan alergi jika berbicara rohani.

Prilaku seperti ini tentu akan menggiring sang roh menuju penderitaan yang berkepanjangan setelah dia meninggalkan badan kasarnya, bahkan dilahirkan kembali kedunia material yang penuh dengan penderitaan ini dimana siklus lahir penyakit usia tua dan kematian terus menerus terjadi dan selama yang bersangkutan diliputi oleh kemelekatan duniawi maka selama itupula penderitaan itu akan terjadi bahkan bisa bertambah merosot.

Untuk itulah mari kita saling mencerahi dan saling menyemangati dan saling mengingatkan satu sama lain, untuk menumbuh kembangkann kesadaran diri yang baik untuk tunduk hati mendekat ke wilayah-wilayah filsafat wedanta melalui sang guru kerohanian yang bonafide tentunya agar hidup yang singkat di dunia material ini benar-benar dapat kita manfaatkan untuk mempersiapkan diri (sang roh) menuju planit rohani yang kekal.

Lalu pertanyaanya kenapa harus kepada seorang guru kerohanian? ya karena tanpa seorang guru kerohanian sangatlah sulit memahami pengetahuan rahasia itu.

Kita sekolah saja untuk mempelajari ilmu-ilmu material perlu seorang guru atau dosen apalagi itu pelajaran rohani, dan pelajaran rohani itu sulit dimengerti jika tidak diajarkan oleh seorang guru kerohanian. Krsna sendiri bersabda hendaknya engkau pelajari ilmu pengetahuan ini melalui garis-garis perguruan guru-guru rohani dan bertanyalah dengan tunduk hati kepada beliau karena beliau sudah melihat kebenaran itu, ini artinya tanpa melalui seorang guru kerohanian sangatlah sulit, kita jadinya menapsirkan sendiri dan itu adalah sebuah kesalahan atau aparad.

Sesuai sabda Tuhan diatas sudah semestinya tidak ada keraguan sedikitpun dari kita dan siapapun untuk mendalami filsafat Bhagavad Gita sebagai tuntunan dan acuan dalam menghadapi hidup dan problema kehidupan pada zaman kemerosotan ini karena kesimpulan-kesimpulan weda semua ada disana.

Namun harus diakui bahwa dalam mendalami dan menyampaikan ajaran Bhagavad Gita tentu ada tantangannya dan tantangan itu sesungguhnya juga berasal dari Krsna itu sendiri.

Seperti halnya masih terjadi pemahaman yang sedikit berbeda diantara kita sesama penganut weda terutama menyangkut Krsna. Siapa itu Krsna, siapa itu dewa seperti Brahma, Wisnu, Shiva dan lain-lain, lalu siapa itu leluhur dan seterusnya. Walaupun semua orang setuju bahwa Bhagavad Gita adalah pancamo weda, tetapi banyak juga yang merasa tidak begitu nyaman mengakui bahwa Krsna yang bersabda disana adalah Kepribadian Tuhan.

Vyasadeva sendiri sang penyusun weda menjelaskan sebutan Beliau dengan Sri Bhagavan, seperti sloka diawal yaitu Sri Bhagavan uvaca yang secara luas artinya adalah Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa bersabda, adapun maksud dari Sri Bhagavan itu tiada lain adalah Sri Krsna itu sendiri.

Kalau boleh berandai-andai jika suatu saat persepsi kita sudah bisa sama maka pada saat itulah barangkali proses penyebaran ajaran Bhagavad Gita yang merupakan sarana menuju kejayaan itu akan dapat berjalan dengan baik. Dan jika itu yang terjadi pasti akan membawa dampak ataupun akan terjadi perubahan yang signifikan tentang prilaku hidup umat manusia.

Untuk itulah kewajiban dari para penyembah-penyembah murni atau orang-orang yang sudah melihat tentang kebenaran itu untuk terus-menerus tanpa henti melaksanakan misi Tuhan Sri Krsna untuk menyelamatkan roh-roh yang jatuh seperti kita melalui pendekatan cinta kasih kepada semua mahluk. Hal ini sudah dilakukan sejak lima ratus tahun yang lalu oleh Sri Caitanya Maha Prabu dan kemudian diteruskan oleh murid-murid Beliau ke seluruh dunia sampai sekarang dan seterusnya.

Nah kembali lagi kita ke sloka di awal jika Tuhan saja sudah menyatakan bahwa ajaran bhagavad gita adalah yang utama dan yang terbaik diantara ajaran yang lainya seperti pernyataan seorang acarya agung yang pernah lahir di bumi ini dan beliau adalah seorang shivasidanta bahkan beliau adalah Shiva itu sendiri yang turun kedunia yaitu Adi Sankaracarya dimana beliau mengatakan seharusnya hanya ada satu kitab suci yaitu bhagavad gita dan hanya ada satu Tuhan yaitu Sri Krsna, maka harapan kita semua sebagai masyarakat adalah tentu akan terus-menerus mengupayakan untuk memasyarakatkan ajaran maha sempurna bhagavad gita itu kepada semuanya dengan harapan semoga kita semuanya mampu mencapai tujuan hidupnya yang tertinggi yaitu mencapai kesempurnaan hidup di kerajaan Tuhan.



Om namo bhagavate vasudeva ya

Selasa, 14 September 2010

Kewajiban diatas Perasaan

atha cet tvam imam dharmyam

sangramam na karisyasi,

tatah sva-dharmam kirtim ca

hitva papam avapsyasi

Bhg.2.33

Akhirnya bila engkau tidak berperang sebagaimana kewajiban dengan meninggalkan kewajiban dan kehormatan, maka penderitaanlah yang engkau peroleh.



Demikian peringatan yang disabdakan Krsna kepada Arjuna dalam medan perang kurukstra, sehubungan dengan keraguan dan keengganan Arjuna untuk berperang melawan musuh-musuhnya yang notabenen adalah gurunya, kakeknya, sepupunya, kerabatnya dan sebagainya.

Sabda Krsna diatas juga mengingatkan kepada kita semua bahwa jika kewajiban ditinggalkan dengan alasan apapun maka penderitaan sudahlah pasti menguasai kita, oleh karena itu lakukanlah apapun yang menjadi kewajiban dan tanggungjawab kita tanpa keraguan.

Dan kewajiban apapun yang dilakukan maka lakukanlah semata-mata demi kewajiban itu sendiri.

Berperanglah demi perang itu sendiri, bekerjalah demi kerja itu sendiri tanpa motif yang lain. Tentu semuanya harus dilandasi oleh pengabdian dan semangat bhakti yang baik kepada Tuhan yang Maha Esa. Jika demikian adanya maka semuanya menjadi baik, menjadi rohani dan yang namanya rohani sudah pasti steril dari napsu material, angkara murka, loba, tamak, serakah, sewenang-wenang dan lain-lain sifat-sifat asurik, karena apa yang disebutkan terakhir itulah penyebab utama dari kehancuran dan kemerosotan kehidupan dunia saat ini.



Dewasa ini beberapa teman merasakan semangat dan daya juang generasi muda hindu cendrung melemah, pemalu, minder dan tidak percaya diri menghadapi era persaingan yang memang ketat disegala aspek kehidupan termasuk aspek beragama. Padahal salah satu kewajiban para penganut weda adalah menyampaikan ajaran itu kepada umat manusia dan mengajak orang lain untuk mendalami weda, maka jika ada yang bertanya apakah hindu itu agama misionaris? jawabanya sangat tegas ya. Seperti Srila Prabupada dimana dunia mengakui beliau adalah seorang misionaris besar yang mampu membawa ajaran weda ke Amerika, Eropa dan belahan dunia yang lain. Nah kita minimal harus berani menyampaikan filsafat-filsafat Vedanta kepada orang lain dimanapun kita berada, jangan baru melihat orang lain piawai berbicara tentang agama lalu kita merasa minder sendiri, melihat yang lain sepertinya hebat berteori lalu merasa diri kecil, dalam pertemuan-pertuman apapun maunya duduk di belakang dan seterusnya.



Oleh karena itu maka pengetahuan rohani melalui kitab-kitab weda harus diberikan kepada generasi muda kita sejak dini, itulah kewajiban semua orang sebagai bentuk tanggungjawab kita bersama. Arjuna pun menjadi sirna kesedihannya, keraguannya dan sebaliknya menjadi semangat untuk berperang melaksanakan kewajibannya sebagai seorang ksatria setelah menerima pengetahuan rohani dari Krsna.

Ini satu bukti bahwa pengetahuan rohani mampu menjadikan manusia bebas dari rasa takut, bebas dari rasa sedih, bebas dari rasa ragu, bebas dari rasa iri, bebas dari rasa rendah diri, bebas dari kebodohan, dan sebaliknya menjadikan manusia kuat, cerdas dan spiritual



Padahal kewajiban itu yang paling utama jauh diatas perasaan, dan hanya dengan pengetahuan rohanilah manusia mampu melaksanakan tugas dan kewajibannya dengan baik. Apakah dia seorang brahmana, apakah dia ksatria, apakah dia waisya atau sudra, dengan pengetahuan rohani dia akan tulus melaksanakan kewajibannya demi sebuah pengabdian kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Walau seandainya engkau paling berdosa diantara manusia yang memikul dosa dengan perahu ilmu pengetahuan ini (pengetahuan rohani) lautan dosa akan engkau seberangi demikian Tuhan Yang Maha Esa Krsna bersabda (Bhg. 4.36).

Dengan demikian maka tidak terlalu berlebihan jika mengatakan bahwa ajaran weda sangatlah mendesak untuk diberikan kepada generasi muda kita agar mereka menjadi mengerti dan menyadari tugas dan kewajibannya.



Om namo bhagavate vasu deva ya

Selasa, 17 Agustus 2010

Sujud

Sujud

Oleh: vedanta pati dasa



Namah purastad atha prsthatas te

Namo’stu te sarvata eva sarva

Ananta-viryamita-vikramas tvam

Sarvam samapnosi tato’si sarvah

Bhg. 11.40



Bersujud dihadapanMu, dibelakangMu dan dari mana-mana, wahai semuanya; Engkau tak terbatas dalam keperkasaan, tak terbandingkan dalam kekuatan, meliputi segalanya, dan karenanya Engkau adalah segalanya.



Demikianlah sifat-sifat maha yang dimiliki oleh Tuhan Yang Maha Esa, tak terbatas dalam keperkasaan dan kekuatanNya, meliputi ruang dan waktu dan Dialah segala-galanya.

Tuhan biasa disebut dengan maha besar atau maha agung, orang lain biasa menyebut dengan akbar, padahal Tuhan juga bisa maha kecil bahkan lebih kecil daripada atom, dan banyak kalangan juga mengatakan bahwa bersujud kepada Tuhan harus dari arah tertentu sehingga jika hendak sembahyang terkadang ada kesulitan harus menghadap kemana, padahal abdi setia Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa Krsna yang paling dekat Arjuna mengatakan bersujud dari depan dari belakang dan dari mana-mana bisa karena memang Tuhan itu mempunyai sifat maha segalanya, tentu sangat tergantung dari situasi dan kondisi dimana kita berada, jika dalam lingkungan asram, mandir, pura dan sebagainya tentu kita menghadap ke arca atau bangunan suci atau padmasana dan sebagainya jika diluar itu masalah arah tidaklah terlalu penting.

Didalam srimad bhagavad gita maupun srimad bhagavatam banyak sekali kita temukan kata sujud atau bersujud (namah). Memang saya belum melihat dalam kamus arti luas dari kata sujud itu, tetapi yang ada dalam benak saya bersujud itu adalah satu aktifitas bhakti dalam bentuk gerakan badan posisi membungkuk bahkan mencium atau menempelkan dahi pada obyek-obyek yang dihormati dan sangat disucikan seperti halnya mencium ibu pertiwi, mencium kaki orang tua, orang-orang suci, guru-guru kerohanian, kaki padma Tuhan dalam bentuk Arca dan seterusnya.

Diluar posisi badan seperti itu barangkali kurang pas jika disebut dengan bersujud, memang ada sebagian dari teman-teman mengatakan soal posisi tidak terlalu penting, yang paling penting adalah hatinya yang bersujud walaupun posisi badan tetap berdiri tegak atau duduk. Ya itu boleh-boleh saja pendapat masing-masing orang yang juga harus dihormati.

Tetapi satu hal yang perlu disadari dan difahami bahwa tradisi bersujud itu adalah peradaban weda yang sudah ada sejak zaman purba hingga kini dan tentu masa-masa yang akan datang, dalam kitab-kitab suci banyak sekali kata namah atau namo yang artinya sujud atau bersujud kita temui, begitu juga dalam relief-relief banyak sekali kita lihat bagaimana Sri Rama bersujud kepada Dasaratha ayahandanya, kepada ibunya, kepada semua resi-resi agung yang ditemuinya, kepada para leluhur, kepada para dewa dan sebagainya. Demikian juga Sri Hanumanji sang abdi agung selalu bersujud dikaki padma Sri Rama dan Ibu Sita, hal yang sama juga merupakan kebiasaan Laksmana bahkan Laksmana sendiri tidak pernah memandang wajah Ibu Sita karena pandangannya hanya tertuju pada kaki padma Beliau.

Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa Sri Krsna sendiri juga demikian bersujud dikaki Nanda Maharaj dan Ibu Yasodha, dan banyak sekali kepribadian-kepribadian yang agung memberi contoh kepada kita semua yang harus kita teladani.

Lalu pertanyaanya adalah siapa itu Sri Rama? Jawabnya tentu semua tahu Beliau adalah Krsna itu sendiri yang turun ke dunia mengambil wujud manusia untuk sebuah misi menegakkan kembali prinsip-prinsip dharma yang pada saat itu mulai melemah. Lalu siapa gerangan Sri Hanuman? Beliau adalah Dewa Shiva itu sendiri yang turun ber ekspansi ke alam material dari planit Beliau yang rohani di Kaliasa mengambil badan material agar dapat melakukan pengabdian suci dan melayani Tuhan dalam wujud Sri Rama dan Ibu Sita.

Lalu siapa Sri Krsna? Beliau adalah Kepribadian Tuhan yang turun ke dunia material ini dalam wujud Krsna itu sendiri untuk kembali menegakkan prinsip-prinsip dharma yang semakin merosot pada akhir dwaparayuga.



Jika demikian adanya maka kepada orang tua, kepada guru-guru kerohanian, kepada resi-resi agung, kepada orang-orang suci kepada para leluhur, kepada para Dewa dan kepada Tuhan itu sendiri salahkah jika kita bersujud kepada Beliau? Malukah jika kita bersujud kepada Beliau? Ragukah jika kita bersujud kepada Beliau? Ditertawakan orangkah jika kita bersujud kepada Beliau, dimarahkah jika kita bersujud kepada Beliau? dan seterusnya dan seterusnya.

Mari kita coba renungkan sedalam-dalamnya dengan kejernihan dan ketundukan hati, mari coba berdialog dengan sang jiwa agar kita mendapatkan jawaban yang jujur. Jika kepribadian-kepribadian yang agung seperti yang disebutkan diatas saja dengan tunduk hati bersujud kepada yang wajib Beliau sujudi lalu ada apa dengan saya? saya ini siapa, apakah saya sebanding dengan Beliau-Beliau itu? jika tidak lalu kenapa saya sulit sekali melakukannya, sulit sekali mengenyahkan kuatnya batu karang egois yang ada pada diri saya, semakin bertekuk lututnya kita menghadapi kesombongan yang ada pada diri ini dan seterusnya. Atau bersujud itu menurut kita adalah milik orang lain atau agama lain? Sehingga kita merasa pantangan dikatakan ikut-ikutan, Pertanyaan berikutnya adalah apakah mereka yang lebih dulu ada daripada hindu atau sebaliknya? Jawabnya tentu jelas hindu sudah ada jauh sebelum mereka ada. atau bersujud itu bukan budaya kita? Jawabnya tentu jelas bahwa bersujud itu adalah budaya weda.

Pertanyaan terakhir barangkali apakah kita masih ragu-ragu dengan weda atau hindu?

Nah untuk yang satu ini silakan dijawab sendiri.

Jika ingin menerapkan ajaran luhur itu secara lebih baik dalam kehidupan ini maka lakukanlah tanpa keraguan sedikitpun, jangan dihantui rasa malu apalagi takut. Terimalah ajaran itu apa adanya tanpa harus membanding-bandingkan dengan ajaran lain.

Yakinilah bahwa semuanya ada di sana dan kita tidak perlu harus mencarinya kemana-mana ditempat lain, karena itu hanya menghabis-habiskan energy saja. Melayani Tuhan, melayani guru-guru kerohanian, melaksankan aktifitas japa, terus-menerus memuji Tuhan dengan gerakan sankirtanam dan sebagainya yang diautorisasi oleh Sri Caitanya Mahaprabu kurang lebih 500 tahun yang lalu, itulah gerakan bhakti.

Sudah terbukti melalui itu hindu berkembang ke berbagai Negara dari daratan India ke Amerika, Eropa, Australia dan seterusnya.

Namun justru menjadi kontradiktif bagi kita yang belum menerima hal itu, ini dibuktikan dengan semakin bertambahnya jumlah orang hindu di Bali yang hijrah ke agama lain.

Untuk itu sekali lagi mari kita semua merenungkan hal ini



Om Namo Bhagavate Vasudeva ya

Kamis, 05 Agustus 2010

Keseimbangan Jiwa
Oleh: vedanta pati dasa

sama-duhkha-sukhah sva-sthah
sama-lostasma-kancanah
tulya-priyapriyo dhiras
tulya-nindatma-samstutih
Bhg. 14.24

Dia yang seimbang terhadap suka maupun duka, percaya pada diri sendiri, melihat sama terhadap segumpal batu maupun emas, sama terhadap yang dicintai dan yang tidak dicintai, teguh pada pendirian, baik pada cacian maupun pujian.

Tingkatan kualifikasi seperti itu sulit sekali dijumpai pada kehidupan manusia masa kini, tetapi hal itu juga bukanlah sesuatu yang mustahil ada pada era kaliyuga ini. Tokoh besar bangsa India Mahatma Gandi sebelum menghembuskan nafas terakhirnya masih sempat mengucapkan kata-kata bijaknya memaafkan orang yang telah menembaknya hingga menemui ajalnya.
Walaupun pemerintah China menganggap tokoh spiritual Tibet Dalai Lama sebagai srigala berjubah bhiksu namun pemimpin budha itu tetap mengatakan bahwa dia menerima pemerintah Beijing dan hanya mencari otonomi berarti bagi Tibet.
Kedua contoh diatas membuktikan bahwa dua kepribadian mulia itu mampu merespon kebencian yang ditujukan kepadanya dengan kebaikan. Memandang semuanya dengan kacamata yang sama yaitu cinta, dan keduanya adalah para peraih predikat diri sebagai jiwa-jiwa yang agung atau mahatma.
Mereka mampu memandang sama terhadapa dua yang berbeda (rwa bhineda) terhadap suka maupun duka, anugrah dan bencana, hidup dan mati, siang dan malam dan seterusnya.
Hal ini bisa terjadi karena ada seberkas kekuatan yang teramat sangat dasyat yaitu keyakinan, kesadaran dan kebenaran. Jika dalam sejarah wangsa Bharata ada ksatria perkasa Arjuna mampu membunuh kakek kesayangannya Bhisma dalam perang maha dasyat di medan Kuruksetra tanpa dendam dan benci, tentu juga karena kekuatan terakhir itu.
Yudistira setelah dinobatkan sebagai raja Hastina Pura mampu menempatkan orang-orang yang sebelumnya telah berusaha menghancurkannya pada posisi terhormat.
Di Bali akhir-akhir ini diramaikan dengan berita tentang kegagalan panen padi akibat dari serangan hama tikus, dan lebih mencengangkan lagi semakin tikus-tikus itu diperangi (dibunuh) seranganya itu justru semakin mengganas seperti ada perlawanan. Mengusir tikus tanpa harus membunuhnya memang pekerjaan yang tidak gampang tetapi juga pekerjaan yang barangkali tidak mustahil untuk bisa dilakukan. Jika dengan kekuatan cinta seperti doa-doa melalui ritual sederhana tetapi satvik seperti homa yagya dan sebagainya, disertai dengan upaya-upaya lain seperti memagari tanaman dengan unsure-unsur yang tidak memungkinkan hama itu melakukan gangguan dan sebagainya, namun serangan itu tetap tidak bisa diatasi maka kembalikan ke sloka diawal tidak bersedih hati yang berlebihan dikala mendapatkan bencana, dan tidak bersenang hati yang berlebihan dikala mendapatkan keberuntungan, semua diserahkan kepada sang sutradara kehidupan yaitu Tuhan Yang Maha Kuasa. Cara penyerahan itu dalam bentuk syukur apapun yang terjadi atas diri ini dan dunia ini adalah semata-mata atas kehendakNya, namun tetap disertai dengan upaya-upaya kerja, kerja dan terus berkarya karena hanya itu kewajiban kita dan bukan pada hasilnya. Jika kualifikasi seperti itu yang menyelimuti diri ini tentu sudah ada arah untuk mendekat ke sabda Krsna diawal.
Intinya jangan pernah lelah untuk menyayangi siapapun termasuk kepada semua mahluk lain walaupun dimata kita dia pernah membuat kekeliruan tetapi dimata Tuhan belum tentu demikian karena baik pengelihatan, pengamatan dan pengetahuan kita sangat terbatas.
Demikian juga jika bencana menimpa seperti kebanjiran, kebakaran, kecelakaan dan sebagainya hendaknya jangan larut dalam kesedihan, karena kita tidak pernah tahu tentang rencana Tuhan itu seperti apa. Yang harus dilakukan adalah berusaha untuk mampu memahami dan mengambil hikmah dibalik kejadian itu, jika kita mampu mengambil hikmah dari setiap kejadian maka kita pasti akan menjadi kuat dan jika kita kuat dalam menghadapi setiap kejadian maka hidup ini terasa lebih bermakna.
Bisa saja Tuhan mengurangi sebagian dari harta yang kita miliki walau sesungguhnya itu bukanlah milik kita dengan cara Beliau untuk mengurangi kemelekatan kita kepada material itu agar kita menjadi ingat dan selalu ingat kepada Beliau.
Pengalaman Ibu Kunti yang suci ketika putra-putra beliau masih kecil-kecil suami beliau Pandu yang menjadi tumpuan hidup keluarga diambil oleh Tuhan Yang Maha Kuasa, maka Ibu Kunti praktis merawat dan membesarkan kelima putranya dengan penderitaan, namun ibu Kunti tidak pernah putusasa, beliau menjalani kehidupanya bersama kelima putranya dengan cinta dan kasih sayang, bersahaja selalu mohon tuntunan dan kekuatan kepada Vasudeva Krsna, bahkan beliau memohon kepada Krsna oh Vasudeva berikanlah selalu kami penderitaan dalam mengarungi kehidupan ini agar kami selalu dapat mengingatMu, karena dengan selalu mengingatMu maka semuanya tentu menjadi baik.
Ini artinya jika kita dalam menjalani hidup dan kehidupan ini selalu bersama Tuhan, maka semuanya akan menjadi baik dan mudah.
Apapun yang terjadi pada masa kini tentu tidak pernah lepas dari apa yang terjadi pada masa yang lalu, dan juga apapun yang terjadi pada masa yang akan datang tidak bisa dilepaskan dari apa yang terjadi pada masa kini, karena itu merupakan lingkaran karma yang tidak bisa dihindari oleh siapapun termasuk para dewa, disinilah pentingnya sebuah kesadaran.
Jika kesadaran itu sudah bertumbuh dengan baik maka disana pasti ada kecerdasan rohani dalam menyikapi kehidupan ini dimana semua yang bersifat material itu adalah sementara saja alias tidak kekal, dan tidak akan ada penyesalan dengan apapun yang terjadi yang berhubungan dengan hal-hal material itu, apakah dia gagal panen, ataukah dia panen raya, apakah dia mengalami bencana, apakah naik jabatan ataukah dia di phk, apakah mendapatkan keuntungan besar dalam berbisnis atau sebaliknya mengalami kerugian dan sebagainya semuanya dihadapi dengan tenang dan keseimbangan jiwa.
Dan dengan kesadaran itu juga justru akan menumbuh-kembangkan upaya-upaya untuk melakukan pembenahan dan peningkatan kualitas diri menuju kesadaran Tuhan, karena tujuan akhir dari hidup ini adalah untuk mencapai Tuhan.
Biarkan hidup berjalan apa adanya mengalir bagaikan aliran sungai jalanilah bersama Tuhan karena jika hidup ini kita jalani bersama Tuhan maka apapun yang terjadi dan apapun yang menghadang didepan kita itu adalah rencana Tuhan semata-mata dan kita pasti dapat melewatinya dengan baik.

Om Namo Bhagavate Vasudeva ya

Sabtu, 31 Juli 2010

TUHAN ADALAH SAKSI SEGALA SESUATU

Skanda 8 bab 6 Text 14
TUHAN ADALAH SAKSI SEGALA SESUATU

Temanku, kami para dewa pemimpin alam semesta ini,datang di kaki padma anda.Mohon mencari tujuan,dengan mana anda adalah saksi segala sesuatu, dari dalam maupun dari luar, tidak ada sesuatu apapun yang anda tidak ketahui, dengan demikian tidak penting menyampaikan apapun kepada beliau.
Dalam Bhagavad Gita dijelaskan bahwa roh individual adalah pengendali badan individu,namun kepribadian Tuhan Yang Maha Esa adalah pengendali badan ini.Beliau mengetahui apa yang kita perlukan karena beliau adalah saksi dari setiap badan dengan demikian tidak ada sesuatu apapun yang tidak beliau ketahui, beliau mengetahui apa yang kita perlukan,dengan demikian kewajiban kita melakukan pelayanan bhakti dengan tulus hati, di bawah bimbingan guru kerohanian.Atas karunia beliau,Sri Krishna akan mensuplai apapun yang kita perlukan dalam melaksanakan pelayanan bhakti itu.
Morning class ,SRIMAD BHAGAVATAM SKANDA 8 BAB 6 TEXT 13
by H.H.G Ida Waisnawa Pandita Damodara Pandit Dasa
Para penyembah Tuhan selalu semangat ingin melihat Tuhan Tvam tvam vayam natha
Gajah-gajah yang kepanasan oleh api kebakaran hutan sangat gembira ketika mereka mendapatkan air dari sungai gangga,demikian juga oh Tuhanku dari pusar muncul sekuntum bunga padma, karena anda sekarang muncul dihadapan kami,kami menjadi bahagia secra rohani dengan melihat keagungan anda yang kami inginkan untuk melihat sekian lama kami mendapatkan tujuan kehidupan yang sejati.
Para penyembah Tuhan selalu semangat ingin melihat Tuhan secara langsung, namun mereka tidak mengharapkan bahwa Tuhan akan datang di hadapannya.Bagi seorang penyembah yang murni menggganggap hal seperti itu adalah sesuatu yang terbalik, terhadap pelayanan.Caitanya Mahaprabhu mengajarkan ajaran ini dalam Sri Siksastaka , seorang penyembah senatiasa ingin melihar Tuhan secara langsung,Namun jika dia harus patah hati karena tidak bisa melihat Tuhan secara langsung bahkan kehidupan demi kehidupan ,dia tidak tertarik untuk menyuruh Tuhan untuk turun,ini adalah ciri dari penyembah yang murni.Dengan demikian dalam ayat ini kita temukan bahwa arti cira ipsita artham artinya bahwa berharap ingin melihat Tuhan dalam waktu yang lama.
Jika atas keinginan Tuhan,Tuhan muncul secara pribadi dihadapan penyembahnya, penyembah itu sangat bahagia seperti halnya dhruva maharadj rasakan ketika melihat Tuhan, beliau tidak punya keinginan untuk bertanya atau meminta kepada Tuhan berbagai berkat , sesungguhnya hanya dengan melihat Tuhan Dhruva maharadj merasa sangat puas , sehingga dia tidak ingin meminta apapun kepada Tuhan berbagai berkat.Seorang penyembah ynag murni apakah bisa ataupun tidak melihat Tuhan ,tapi senantiasa semangat dalam pelayanan bhakti ,senantiasa berharap suatu saat Tuhan puas muncul di hadapannya ,agar dia dapat melihat Tuhan secara langsung.

Rabu, 28 Juli 2010

sabda Tuhan dan satu kebenaran

Para penyembahKu tak akan pernah binasa
Oleh: vedanta pati dasa

ksipram bhavati dharmatma
sasvac-chantim nigacchati
kaunteya pratijanihi
na me bhaktah pranasyati
bhg. 9.31
Dengan segera ia menjadi orang benar dan mencapai kedamaian yang kekal abadi; ketahuilah, wahai Arjuna, para pemujaKu pasti tak akan termusnahkan.
Demikian satu lagi sabda Tuhan dan satu kebenaran yang sudah semestinya mampu menggugah dan membangkitkan kesadaran setiap individu untuk berpaling hanya kepadaNya.
Sabda Tuhan bukanlah syair lagu yang indah, bukan pula puisi cinta, juga bukanlah sajak yang biasa dibacakan dalam pentas-pentas panggung hiburan dengan kemeriahan tepukan tangan penonton dan sebagainya walaupun apa yang disebutkan terakhir kadang-kadang juga mampu memotivasi semangat banyak orang. Tetapi sabda Tuhan adalah kebenaran, nyanyian rohani yang indah mampu memahami tabir misteri dan rahasia kehidupan, maka Krsna bersabda ajaran rahasia ini akan Kusampaikan kepadamu Arjuna karena engkau adalah kawanKu.
Nah pengertian tak termusnahkan disini maksudnya adalah hidup bersama Tuhan di kerajaan rohani yang kekal, tidak lagi mengalami penderitaan kelahiran dan kematian berulang-ulang.
Lalu pertanyaanya adalah apakah alam material itu tidak penting? Jawabnya jelas penting jika tidak penting tentu Tuhan tidak akan menciptakan alam material dengan segala isinya ini. Penting disini tentu merupakan tempat dan kesempatan yang baik bagi semua mahluk ciptaan untuk memperbaiki kualitas diri dan kehidupanya baik itu aspek material maupun aspek rohaninya atau tempat dan kesempatan yang baik untuk meneruskan karma-karma baik pada kehidupanya yang lalu, barangkali pada kesempatan kelahiran sebelumnya kita sudah banyak berbuat kebajikan, mendalami ajaran kerohanian tetapi belum optimal seperti pernah menjadi pemangku, pandita, guru kerohanian, penekun spiritual dan sebaginya, nah pada kelahiran sekarang tinggal melanjutkan dan meningkatkan kualitasnya saja, agar benar-benar dibuat siap menuju alam kekal itu jika saatnya untuk pulang sudah tiba, hal yang sama juga berlaku bagi swadharma yang lain seperti ksatria, waisya dan sudra.
Maka kita sesungguhnya memerlukan atau mengalami banyak sekali penjelmaan untuk mencapai tingkatan itu. Tetapi tidak perlu ada keraguan sedikitpun tentang sabda Tuhan diatas dimana para penyembahKu pasti tidak akan pernah binasa katanya, malah sebaliknya harus bersyukur dalam kehidupan ini sudah sejak dini mengenal atau dikenalkan dengan ajaran rahasia srimad bhagavad gita melalui guru-guru kerohanian yang sudah mempunyai kualifikasi tentunya.
Karena dengan mendalami ajaran rahasia itu dibuat menjadi tahu bagaimana seseorang seharusnya menjalani hidup dan kehidupannya dengan selalu mempraktekan ajaran bhakti dan pelayanan kepada Tuhan melalui guru kerohanian. Tentu tidak semua orang mampu untuk melaksanakannya, ini terkait erat dengan kualitas dan karma seseorang yang tidak sama satu dengan yang lainya. Hanya orang-orang yang beruntunglah yang mampu melaksanakan bhakti dan pelayanan kepada Tuhan berdasarkan petunjuk kitab suci veda. Beruntung disini maksudnya adalah dilahirkan dengan serta merta membawa sifat-sifat kebaikan dan unsure-unsur kekuatan pada dirinya sehingga yang bersangkutan mampu melawan dan memenangkan kekuatan egois, kesombongan, irihati dan lain-lain sifat-sifat adharma yang melekat pada dirinya dan pada akhirnya selalu mampu dan mencerminkan prilaku rendah hati dan kasih terhadap semua mahluk, jadi hanya orang-orang yang beruntunglah yang mempunyai kualifikasi demikian.
Ciri-ciri yang paling sederhana yang dapat dilihat dari kualifikasi seperti itu misalnya vegetarian, tidak merokok, tidak minum minuman beralkohol, tidak berjudi dan seterusnya, walaupun tidak semua orang yang bercirikan demikian adalah seorang penekun bhakti, tetapi para penekun bhakti pasti ciri-cirinya demikian walau itu hanya sebagian kecil dari ciri-ciri lainya.

Atmosfir kaliyuga yang memaksa semua mahluk bergelut dengan permasalahan hidupnya seakan bertekuk lutut dibuatnya. Manusia selalu berlari cepat jika tidak mau ketinggalan bahkan tergilas, berlari dan terus berlari bagaikan mengejar bayangannya sendiri mencari materi untuk memenuhi sang indriya yang tak terbatas itu, waktu dua puluh empat jam serasa kurang. Orang-orang demikian biasanya tidak punya waktu lagi untuk hal-hal lain diluar aktifitas materialnya, selalu berkata sibuk di kantor, sibuk di kerjaan, urusan bisnis, lagi diluar kota, lagi rapat, lagi ada tamu dan seribu satu alasan lainya, sehingga waktu untuk melaksanakan aktifitas rohani menjadi tertutup, mestinya kita patut kasihan dan prihatin dengan kondisi orang-orang seperti itu yang senantiasa mengejar material melebihi kebutuhannya. Manusia-manusia jenis ini sesungguhnya belum mengetahui hakekat dirinya, menyamakan dirinya dengan badanya sehingga orientasinya selalu material. Paling jauh aktifitas yang dia lalukan adalah memberi dana atau sumbangan uang untuk kegiatan phisik bagi kegiatan social, keagamaan dan kemasyarakatan tidak lebih daripada itu, bagi orang-orang yang sudah tercerahkan adalah suatu kewajiban untuk menyampaikan ajaran rohani kepada mereka yang jiwanya masih terbelenggu oleh pekatnya kekuatan maya tersebut. Dalam srimad bhagavatam disebutkan orang-orang jenis ini rohnya akan mencapai planet-planet material kemudian jatuh lagi, apalagi bagi orang-orang yang masuk dalam katagori malas beraktifitas dan berkreasi, golongan ini tentu berpotensi besar terhadap gangguan sosial dan membebani negara.
Untuk itulah pentingnya menumbuhkan kesadaran diri bahwa sejatinya diri ini adalah sang roh dan bukan badan. Roh itu bersifat rohani dan ketika saatnya pulang mestinya pergi ke dunia rohani sebagai tempatnya yang kekal. Jika sang diri sesungguhnya bersifat rohani maka kewajiban-kewajiban yang dilakukan di dunia material inipun harus kita rohanikan, caranya dengan senantiasa mempraktekan ajaran bhakti yoga. Bhakti yoga ini sesungguhnya sederhana yang utama adalah melayani Tuhan dan guru kerohanian, selalu berpikir tentang Tuhan, selalu mengingat Tuhan, selalu menyanyikan tentang kesucian nama Tuhan, selalu membaca sabda-sabda Tuhan, selalu mendengarkan tentang kegiatan Tuhan, selalu berjapa, selalu mempersembahkan boga kepada Tuhan dan selalu mengkonsumsi sisa-sisa Tuhan yang disebut prasadam, selalu berprilaku bersih dan suci dan seterusnya dan seterusnya aktifitas satvika. Ajaran-ajaran itu hanya bisa kita dapatkan dalam kitab suci veda melalui perantara seorang guru kerohanian, tentu kita menerima pelajaran-pelajaran itu dari seorang guru dengan tunduk hati dan mempunyai keyakinan yang kuat bahwa apapun kata sang guru itu adalah kebenaran yang wajib dilaksanakan, maka kedudukan sang guru kerohanian sangat terhormat dihadapan para murid-muridnya. Hormat kepada sang guru yang notabene adalah orang-orang pilihan yang dipercayakan Tuhan untuk menyampaikan ajaran-ajaran Tuhan kepada umat manusia agar menjadi baik dan selalu berbakti kepada Tuhan sebagai seorang penyembah yang taat, dengan demikian maka para penyembah Tuhan pasti tidak akan pernah binasa.

Om Namo Bhagavate Vasudeva ya

Sabtu, 10 Juli 2010

Pertanyaan Arjuna pertanyaan kita juga!

Pertanyaan Arjuna pertanyaan kita juga!

Oleh: vedanta pati dasa



arjuna uvaca:

ye sastra-vidhim utsrjya

yajante sraddhaya’nvitah

tesam nistha tu ka krsna

sattvam aho rajas tamah

bhg. 17.1

Arjuna berkata:

Mereka yag melalaikan ketentuan veda, tetapi melaksanakan kurban dengan penuh keyakinan, bagaimanakah sifat bhakti mereka ini wahai Krsna, apakah ini disebut sattva, rajah atau tamah?



Beberapa sabda Sri Krsna diuraikan dengan jelas dalam srimad bhagavad gita atas pertanyaan Arjuna ini, dan satu diantaranya adalah sebagai berikut: kepercayaan tiap-tiap individu wahai Arjuna tergantung kepada sifat wataknya, manusia terbentuk oleh kepercayaanya, apapun kepercayaanya demikian pulalah dia adanya.

Sangat beruntung sekali Arjuna mendapatkan kesempatan untuk bertanya dan sekaligus sebagai satu-satunya orang yang dipilih untuk menerima langsung ajaran rahasia ini dari kepribadian Tuhan Yang Maha Esa Krsna selaku sang penyabda.

Namun sebenarnya kita juga tidak kalah beruntungnya dimana masih diberikan kesempatan yang seluas-luasnya untuk menerima dan mendalami ajaran srimad bhagavad gita yang merupakan sarana menuju kejayaan melalui guru-guru kerohanian karena sesungguhnya Sri Krsna itu sendiri yang turun dalam wujud bhagavad gita.

Kalau boleh merenung; semua orang tentu tahu Arjuna adalah murid guru Drona yang paling cerdas, penuh cinta dan kasih sayang bahkan beliau selalu memberikan identitas dirinya jika ada yang bertanya maka beliau selalu menjawab; saya adalah Arjuna murid Drona, lalu apa sesungguhnya yang bergolak dalam pemikiran beliau dan apa yang melatar belakanginya sehingga beliau bertanya seperti itu? Ini tentu tidak terlepas dari kecerdasan beliau yang pikiranya mampu menjangkau sangat jauh kedepan. Dan ini terbukti setelah kurang lebih lima ribu tahun kemudian pertanyaan itu benar adanya dimana umat hindu masih banyak atau bahkan sebagian besar masih senang melaksanakan kurban-kurban suci bahkan terkesan megah penuh keyakinan namun kurang memahami dari sudut pandang kitab sucinya dalam hal ini veda.

Dan banyak kalangan mengatakan jika pengorbanan suci (yagya) yang dibangun mampu menciptakan kebahagiaan hati para pelakunya maka itu sudah cukup bahkan itulah sesungguhnya tujuan utama dari sebuah yadnya, jadi tolak ukur keberhasilannya adalah kebahagiaan pada dirinya semata.

Misalnya dalam melaksanakan upacara pitra yadnya (pengabenan), sang yajamana keinginannya cendrung melaksanakannya dengan megah dan tentu biaya yang dibutuhkan juga tidak sedikit apalagi memang mereka tergolong orang mampu, nah selama mempersiapkan upacara yang serba megah itu pasti butuh waktu lama dan melibatkan banyak orang dan tentu sang jenazah akan disemayamkan dalam waktu yang lama juga.

Selama itu pula untuk menjamu para tamu dan pelaksana upacara tentu butuh banyak hewan-hewan piaraan dipotong untuk konsumsi mereka seperti ayam, babi dan sebagainya.

Semakin dibesarkan ritualnya, semakin banyak pejabat, tamu, warga dan kerabat yang hadir tentu semakin meningkatkan gengsi sang yajamana, dan ini barangkali pendapat dan tujuan sebagian besar orang masa kini, dan hal inilah mungkin yang membuat sang yajamana merasa bangga dan bahagia.

Padahal dalam sastra disebutkan membangun kebahagiaan melalui penderitaan mahluk lain sama sekali tidak dibenarkan karena bertentangan dengan prinsip kasih saying (ahimsa), kemudian semakin lama sang jenazah disimpan tentu juga berdampak kurang baik terhadap kesehatan lingkungan, mestinya diusahakan sang jenazah disemayamkan tidak lebih dari 3 hari karena jika lebih dari itu kemudian baru dibakar maka kondisi jenazah sudah tidak segar lagi dan hal ini akan menghambat lidah sang dewa agni untuk melalapnya, demikian juga semakin banyak pekerja yang dilibatkan dalam pelaksanaan yagya itu maka semakin banyak pula hutang budi yang harus dibayar oleh sang roh dan hal ini justru menghambat perjalanan sang roh itu sendiri menuju gerbang pembebasan karena disini masih ada ikatan material karena secara tidak disadarai telah dijerat oleh ikatan material.

Ada juga sebagian berpendapat lain harus mencari waktu (duase) yang baik untuk pembakaran jenazah katanya sehingga harus menunggu waktu lama, padahal waktu yang harus dihindari saat pembakaran jenazah hanya hari ekadasi saja yaitu hari ke sebelas sebelum purnama (bulan penuh) atau tilem (bulan mati) karena berdasarkan veda hari itu adalah hari upawasa (puasa) atau minimal tidak mengkonsumsi biji-bijian sebab pada hari itu sang Yama Raja melepas sementara tahanan di planit neraka dan para tahanan itu masuk kedalam biji-bjian seperti beras, gandum, kacang-kacangan dan lain-lain dan jika kita pada hari itu mengkonsumsinya maka tentu menambah dosa-dosa. Sementara tidak sedikit yang berpendapat lain seperti harus menunggu sanak keluarganya datang dari tempat yang jauh agar dapat melihat jenazahnya sebelum dikremasi dan sebaginya, itulah keragaman alasan yang dibuat oleh masayarakat kita dewasa ini.

Nah jika dicermati beragamnya alasan-alasan diatas tentu semua itu tidak dapat dipungkiri bahwa semuanya bersifat material karena yang diutamakan hanyalah kebahagiaan sang yajamana dan keluarganya.

Dan jika yang mendapatkan kebahagiaan itu yang notabene adalah kebahagiaan sesaat adalah sang yajamana sementara sang roh (yang yang diupacarai) itu justru mengalamai hambatan bahkan derita berkepanjangan untuk membebaskan dirinya dari pengaruh-pengaruh material maka sudah dapat disimpulkan bahwa yagya itu telah bergeser dari tujuan utamanya, dan inilah yang sering terjadi pada masyarakat kita.

Maka dari itu pertanyaan Arjuna seperti sloka diawal benar dan terbukti adanya. Dan sabda Krsna sebagai jawaban atas pertanyaan Arjuna itu perlu kita renungkan, kita kaji, dan akhirnya kita jadikan acuan dalam melaksanakan kewajiban kita dilahirkan sebagai manusia di bumi ini sebagai bentuk tanggungjawab kita kepada Tuhan, kepada leluhur, kepada sesama dan seterusnya didasari rasa tulus iklas dan cinta-bhakti yang tinggi.

Intinya adalah harus ada kemauan untuk memahami ajaran suci secara lebih baik dan tentu dari pemahaman itu akan tumbuh keberanian untuk merubahnya, harus ada upaya-upaya serius untuk tidak mempertahankan budaya-budaya yang memang kurang sesuai dengan kondisi kaliyuga dan prinsip-prinsip weda, jangan takut atau terbebani oleh beragam pikiran seperti; ah…nanti disakiti leluhur, kepongor, dan ketakutan-ketakutan yang tidak berdasar lainya harus segera di hilangkan dari pikiran kita, bila perlu mari kita berani untuk merevolusi pikiran menuju kebaikan tentu berdasarkan acuan yang jelas yaitu kitab suci.

Apa yang dipaparkan diatas hanyalah satu contoh saja yaitu upacara pitra yadnya, belum lagi contoh-contoh yang lain tentu kasusnya hampir sama.

Semoga kedepan kita senantiasa mempunyai keinginan dan kemampuan untuk merubah diri menjadi semakin baik dan semakin baik lagi.



Om Namo Bhagavate Vasudeva ya

Pertanyaan Arjuna pertanyaan kita juga!

Pertanyaan Arjuna pertanyaan kita juga!

Oleh: vedanta pati dasa



arjuna uvaca:

ye sastra-vidhim utsrjya

yajante sraddhaya’nvitah

tesam nistha tu ka krsna

sattvam aho rajas tamah

bhg. 17.1

Arjuna berkata:

Mereka yag melalaikan ketentuan veda, tetapi melaksanakan kurban dengan penuh keyakinan, bagaimanakah sifat bhakti mereka ini wahai Krsna, apakah ini disebut sattva, rajah atau tamah?



Beberapa sabda Sri Krsna diuraikan dengan jelas dalam srimad bhagavad gita atas pertanyaan Arjuna ini, dan satu diantaranya adalah sebagai berikut: kepercayaan tiap-tiap individu wahai Arjuna tergantung kepada sifat wataknya, manusia terbentuk oleh kepercayaanya, apapun kepercayaanya demikian pulalah dia adanya.

Sangat beruntung sekali Arjuna mendapatkan kesempatan untuk bertanya dan sekaligus sebagai satu-satunya orang yang dipilih untuk menerima langsung ajaran rahasia ini dari kepribadian Tuhan Yang Maha Esa Krsna selaku sang penyabda.

Namun sebenarnya kita juga tidak kalah beruntungnya dimana masih diberikan kesempatan yang seluas-luasnya untuk menerima dan mendalami ajaran srimad bhagavad gita yang merupakan sarana menuju kejayaan melalui guru-guru kerohanian karena sesungguhnya Sri Krsna itu sendiri yang turun dalam wujud bhagavad gita.

Kalau boleh merenung; semua orang tentu tahu Arjuna adalah murid guru Drona yang paling cerdas, penuh cinta dan kasih sayang bahkan beliau selalu memberikan identitas dirinya jika ada yang bertanya maka beliau selalu menjawab; saya adalah Arjuna murid Drona, lalu apa sesungguhnya yang bergolak dalam pemikiran beliau dan apa yang melatar belakanginya sehingga beliau bertanya seperti itu? Ini tentu tidak terlepas dari kecerdasan beliau yang pikiranya mampu menjangkau sangat jauh kedepan. Dan ini terbukti setelah kurang lebih lima ribu tahun kemudian pertanyaan itu benar adanya dimana umat hindu masih banyak atau bahkan sebagian besar masih senang melaksanakan kurban-kurban suci bahkan terkesan megah penuh keyakinan namun kurang memahami dari sudut pandang kitab sucinya dalam hal ini veda.

Dan banyak kalangan mengatakan jika pengorbanan suci (yagya) yang dibangun mampu menciptakan kebahagiaan hati para pelakunya maka itu sudah cukup bahkan itulah sesungguhnya tujuan utama dari sebuah yadnya, jadi tolak ukur keberhasilannya adalah kebahagiaan pada dirinya semata.

Misalnya dalam melaksanakan upacara pitra yadnya (pengabenan), sang yajamana keinginannya cendrung melaksanakannya dengan megah dan tentu biaya yang dibutuhkan juga tidak sedikit apalagi memang mereka tergolong orang mampu, nah selama mempersiapkan upacara yang serba megah itu pasti butuh waktu lama dan melibatkan banyak orang dan tentu sang jenazah akan disemayamkan dalam waktu yang lama juga.

Selama itu pula untuk menjamu para tamu dan pelaksana upacara tentu butuh banyak hewan-hewan piaraan dipotong untuk konsumsi mereka seperti ayam, babi dan sebagainya.

Semakin dibesarkan ritualnya, semakin banyak pejabat, tamu, warga dan kerabat yang hadir tentu semakin meningkatkan gengsi sang yajamana, dan ini barangkali pendapat dan tujuan sebagian besar orang masa kini, dan hal inilah mungkin yang membuat sang yajamana merasa bangga dan bahagia.

Padahal dalam sastra disebutkan membangun kebahagiaan melalui penderitaan mahluk lain sama sekali tidak dibenarkan karena bertentangan dengan prinsip kasih saying (ahimsa), kemudian semakin lama sang jenazah disimpan tentu juga berdampak kurang baik terhadap kesehatan lingkungan, mestinya diusahakan sang jenazah disemayamkan tidak lebih dari 3 hari karena jika lebih dari itu kemudian baru dibakar maka kondisi jenazah sudah tidak segar lagi dan hal ini akan menghambat lidah sang dewa agni untuk melalapnya, demikian juga semakin banyak pekerja yang dilibatkan dalam pelaksanaan yagya itu maka semakin banyak pula hutang budi yang harus dibayar oleh sang roh dan hal ini justru menghambat perjalanan sang roh itu sendiri menuju gerbang pembebasan karena disini masih ada ikatan material karena secara tidak disadarai telah dijerat oleh ikatan material.

Ada juga sebagian berpendapat lain harus mencari waktu (duase) yang baik untuk pembakaran jenazah katanya sehingga harus menunggu waktu lama, padahal waktu yang harus dihindari saat pembakaran jenazah hanya hari ekadasi saja yaitu hari ke sebelas sebelum purnama (bulan penuh) atau tilem (bulan mati) karena berdasarkan veda hari itu adalah hari upawasa (puasa) atau minimal tidak mengkonsumsi biji-bijian sebab pada hari itu sang Yama Raja melepas sementara tahanan di planit neraka dan para tahanan itu masuk kedalam biji-bjian seperti beras, gandum, kacang-kacangan dan lain-lain dan jika kita pada hari itu mengkonsumsinya maka tentu menambah dosa-dosa. Sementara tidak sedikit yang berpendapat lain seperti harus menunggu sanak keluarganya datang dari tempat yang jauh agar dapat melihat jenazahnya sebelum dikremasi dan sebaginya, itulah keragaman alasan yang dibuat oleh masayarakat kita dewasa ini.

Nah jika dicermati beragamnya alasan-alasan diatas tentu semua itu tidak dapat dipungkiri bahwa semuanya bersifat material karena yang diutamakan hanyalah kebahagiaan sang yajamana dan keluarganya.

Dan jika yang mendapatkan kebahagiaan itu yang notabene adalah kebahagiaan sesaat adalah sang yajamana sementara sang roh (yang yang diupacarai) itu justru mengalamai hambatan bahkan derita berkepanjangan untuk membebaskan dirinya dari pengaruh-pengaruh material maka sudah dapat disimpulkan bahwa yagya itu telah bergeser dari tujuan utamanya, dan inilah yang sering terjadi pada masyarakat kita.

Maka dari itu pertanyaan Arjuna seperti sloka diawal benar dan terbukti adanya. Dan sabda Krsna sebagai jawaban atas pertanyaan Arjuna itu perlu kita renungkan, kita kaji, dan akhirnya kita jadikan acuan dalam melaksanakan kewajiban kita dilahirkan sebagai manusia di bumi ini sebagai bentuk tanggungjawab kita kepada Tuhan, kepada leluhur, kepada sesama dan seterusnya didasari rasa tulus iklas dan cinta-bhakti yang tinggi.

Intinya adalah harus ada kemauan untuk memahami ajaran suci secara lebih baik dan tentu dari pemahaman itu akan tumbuh keberanian untuk merubahnya, harus ada upaya-upaya serius untuk tidak mempertahankan budaya-budaya yang memang kurang sesuai dengan kondisi kaliyuga dan prinsip-prinsip weda, jangan takut atau terbebani oleh beragam pikiran seperti; ah…nanti disakiti leluhur, kepongor, dan ketakutan-ketakutan yang tidak berdasar lainya harus segera di hilangkan dari pikiran kita, bila perlu mari kita berani untuk merevolusi pikiran menuju kebaikan tentu berdasarkan acuan yang jelas yaitu kitab suci.

Apa yang dipaparkan diatas hanyalah satu contoh saja yaitu upacara pitra yadnya, belum lagi contoh-contoh yang lain tentu kasusnya hampir sama.

Semoga kedepan kita senantiasa mempunyai keinginan dan kemampuan untuk merubah diri menjadi semakin baik dan semakin baik lagi.



Om Namo Bhagavate Vasudeva ya

Sabtu, 19 Juni 2010

Bebaskan diri dari kandungan raksasa

Bebaskan diri dari kandungan raksasa

Oleh: Vedanta Pati Dasa



tan aham dvisatah kruran

samsaresu naradhaman

ksipamy ajasram asubhan

asurisv eva yonisu

Bhg. 16.19

Mereka yang kejam dan pembenci ini adalah manusia paling hina di dunia ini, yang Aku campakkan berkali-kali kedalam kandungan raksasa.



Demikian satu lagi sabda Krsna telah mengingatkan kita yang mesti direnungkan dan diteruskan kepada siapa saja, kapan saja dan dimana saja agar mereka menjadi tahu bahwa ada sabda Tuhan yang menjelaskan kepada umat manusia bagaimana Tuhan tanpa segan-segan memberikan imbalan yang adil kepada siapa saja yang berprilaku kejam dan pembenci karena mereka dianggap manusia yang paling hina.

Sifat kejam dan pembenci adalah prilaku keraksasaan itu tumbuh dan berkembang tidak selalu dari garis keturunan dan lingkungan asura dimana dia dilahirkan dan dibesarkan, tetapi dia bisa bertumbuh juga didalam garis keturunan dan keluarga yang baik dan terpandang.

Demikian juga sebaliknya sifat-sifat kedewataan bisa berkembang di tengah-tengah keluarga asura, ini artinya semua bisa terjadi dimana saja sangat tergantung pada individu yang bersangkutan dan karma wasana tentunya.

Hal ini bisa dibuktikan pada kehidupan di zaman satya yuga dan duapara yuga, seperti halnya Prahlada putra dari raja asura yang sakti bernama Hiranyakasipu walaupun ayahandanya seorang raksasa yang kejam dan bengis tetapi putra beliau terlahir penuh dengan sifat-sifat kedewataan sebagai seorang penyembah murni Sri Narayana, dimana sang putra ternyata tidak terkontaminasi sama sekali oleh sifat keraksasaan yang menyelimuti ayahandanya dan keluarganya, maka ia terselamatkan oleh sifat kedewataan itu sendiri dari percobaan pembunuhan yang justru dilakukan oleh ayahandanya sendiri, ia selamat dan akhirnya dinobatkan menjadi raja yang bijaksana dengan gelar Prahlada Maharad.



Demikian juga seorang Wibhisana adik kandung dari raja yang teramat sangat sakti wangsa raksasa dari negeri Alengka yang bernama Rahwana, walaupun kakaknya berprilaku kejam dan pembenci seperti para asura umumnya, namun Wibhisana sama sekali tidak terpengaruh sedikitpun oleh tabiat buruk sang kakak dan keluarganya bahkan beliau sangat menentangnya, karena beliau menjunjung tinggi peinsip-prinsip dharma, hal ini barangkali menurun dari sang ayah yang memang seorang brahmana agung.

Akhirnya beliau juga sama kedudukannya dengan Prahlada Maharad diselamatkan oleh kekuatan sifat kedewataan beliau, dan diangkat menjadi raja negeri Alengka oleh Sri Rama.

Dan pada saat pengangkatan beliau Sri Rama memberikan wejangan dan petuah-petuah yang mengandung nilai philsafat yang tinggi dan luar biasa sebagai pedoman bagaimana menjadi seorang pemimpin yang arif dan bijaksana dari sebuah Negara yang besar, dimana petuah-petuah itu sangat terkenal sampai sekarang bahkan banyak menginspirasi para pemimpin masa kini yang terkenal dengan konsep Asta Brata.

Demikian juga sejarah yang lain dari zaman yang lain kita temukan sifat-sifat keraksaaan itu bisa bertumbuh dengan subur ditengah-tengah lingkungan dan keluarga yang menjunjung tinggi nilai-nilai kebajikan, keagamaan, kenegarawanan, kejujuran dan sterusnya sifat-sifat mulia.

Hal ini terjadi dalam sejarah wangsa bharata, dimana para tokoh dan sesepuh dari wangsa kuru yang memegang kendali kerajaan hastina pura seperti Santanu, Bhisma, Pandu dan sebagainya adalah orang-orang hebat dan bijaksana tidak saja disegani oleh rakyat dan musuh-musuhnya tetapi juga oleh para dewa dari segala planet. Tetapi keturunan dari insan-insan mulia itu tidak semuanya berwatak luhur bahkan dari sebuah kerajaan besar dan terhormat ini ternyata lahir pangeran yang berwatak raksasa yaitu Duryodhana dan saudara-saudanya, lalu kenapa mereka berwatak raksasa? padahal mereka sejak kecil dididik oleh insan-insan mulia seperti Drona, Bhisma, Kripa dan yang lainnya……...ya karena mereka berwatak kejam, pembenci pernah mau membunuh Bhima dengan cara meracuninya, dengan cara membakarnya, merendahkan harkat dan martabat wanita suci menelanjangi Drupadi dan sebagainya dimana hal itu adalah sumber dari segala sumber kehancuran itu sendiri, menghancurkan hubungan kekeluargaan, meruntuhkan nilai-nilai moral dan kemanusiaan, dan tentu kerugian luar biasa besar baik materi maupun non materi.

Jadi kebencian dan kekejaman adalah simbul dari kehancuran dan Sri Krsna akan melemparkan roh-roh seperti itu kedalam kandungan raksasa dan tentu akan dilahirkan kembali sebagai raksasa bahkan bisa lebih rendah daripada itu, ini artinya penderitaan-demi penderitaan akan dialami oleh roh-roh seperti itu melalui banyak sekali penjelmaan, mereka diliputi kegelapan sehingga tidak mengetahui jati dirinya.

Lalu pada masa kini apakah masih ada prilaku-prilaku asura seperti itu? jawabnya tegas masih ada dan selalu ada di setiap zaman tentu dalam bentuk dan penampilan yang berbeda.

Contoh raksasa Hiranyakasipu masa kini dapat kita saksikan di media beberapa kasus orang tua yang tega membunuh anaknya sendiri, demikian juga Rahwana masa kini ada banyak kasus orang melarikan istri orang lain, demikian juga Duryodhana masa kini mengambil alih tahta kekuasaan yang bukan haknya ini juga terjadi pada masa kini.

Prilaku-prilaku asura pada masa kini juga bisa berwujud apa saja, bisa berwajah beringas tubuhnya dipenuhi dengan tato dan tanda-tanda atau identitas diri yang lain, manusia berprilaku asura seperti ini biasanya beraksi karena mereka memang lapar biasanya mereka menyakiti bahkan tidak segan-segan membunuh mangsanya demi untuk sebuah kepuasan indriyanya, manusia jenis ini sesungguhnya bukan mencari kekayaan.

Lalu ada juga manusia yang berprilaku asura tetapi penampilannya layaknya orang-orang baik bahkan tidak sedikit yang berpakaian necis dan berdasi tinggal di rumah-rumah elite dengan fasilitas mewah dengan gelimang kekayaan materi, yang jenis ini beraksi bukan karena lapar tetapi semata-mata karena rakus, mereka tega menggunakan segala cara demi mengejar kekayaan diri dan kelompoknya, mengumpulkan kekayaan melebihi kebutuhan hidupnya dengan cara-cara yang tidak wajar seperti menipu, mencuri bahkan manipulasi dan sebagainya tentu dengan kemampuan intlektualnya yang tinggi karena prilaku-prilaku asura jenis ini adalah orang-orang yang berpendidikan material tinggi namun berpendidikan rohani yang rendah.

Yama raja pasti sudah membidik manusia-manusia jenis ini untuk dijebloskan ke planet-planet neraka karena Krsna sudah bersabda akan mencampakan mereka ke kandungan raksasa.

Untuk itu mari kita kembali ke judul tulisan ini yaitu mari bebaskan diri kita dari kandungan raksasa yang merupakan penderitaan berkepanjangan dan berusaha mencari Krsna di planet rohani yaitu vaikunta loka atau goloka vrindavan.



Om Namo Bhagavate Vasudeva ya

Antara Alam Kekal dan Alam Kematian

Antara Alam Kekal dan Alam Kematian

Oleh: Vedantapati dasa



a-brahma-bhuanal lokah

punar avartino’rjuna

mam upetya tu kaunteya

punar janma na vidyate

bhg. 8.16

Dari alam Brahma selanjutnya ke bawah wahai Arjuna, semuanya mengalami kelahiran kembali, tetapi setelah mencapai Aku wahai putra Kunti (Arjuna) ia tak akan lahir kembali.



Demikian satu lagi pengetahuan rohani yang disabdakan Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa Sri Krsna kepada penyembah setianya Arjuna. Dan untuk lebih memahami sabda ini sebaiknya kita tunduk hati seperti Arjuna, lalu dalami lila Beliau yang tersusun dalam Srimad Bhagavatam, melalui seorang guru kerohanian yang baik tentunya.

Menurut Srimad Bhagavatam mulai dari planet dewa brahma (satya loka), planet dewa Indra (sorga loka), planet bumi terus ke bawah sampai dengan planet-planet neraka disebut mrtyu loka atau tempat kematian, siapapun yang menghuni planet-planet itu tidak akan terhindarkan dari proses lahir, penyakit, usia tua dan kematian terus-menerus berputar mengikuti lingkaran karma.

Semua planet tentu ada penghuninya termasuk planet matahari, bulan dan sebagainya bahkan bulan itu termasuk planet surga, maka menurut srimad bhagavatam tidak mungkin orang bisa ke planet surga dengan badan kasar seperti kita di bumi ini, para yogi tahu betul sistim-sistim ini.

Lalu mengapa expedisi orang-orang Amerika dan Rusia beberapa tahun yang lalu memproklamirkan dirinya mampu mencapai planet bulan? hendaknya hal ini tidak perlu didebatkan karena weda adalah sebuah kebenaran mutlak.

Para penghuni planet-planet tersebut terutama yang ada diatas planet bumi tentu kwalitas rohaninya lebih maju daripada kita yang ada di planet bumi ini dan badannya tentu tidak terbentuk dari unsur-unsur seperti yang membentuk badan kita ini seperti tanah, air dan sebagainya.

Pada saat semesta ini mengalami proses peleburan/pralina maka mulai dari plant dewa brahma sampai dengan planet neraka seluruhnya mengalami proses peleburan karena semua planet tersebut berikut penghuninya termasuk material.

Maka dari itu kita harus membebaskan atau mengarahkan diri kita (roh) dari planet material (mrtyuloka) menuju ke planit rohani (kekekalan).

Hal ini juga dengan jelas disebutkan dalam agama kita bahwa tujuan hidup manusia adalah untuk mencapai pembebasan dalam hal ini bebas dari kelahiran dan kematian. Namun belum banyak yang tahu bagaimana cara untuk mencapai pembebasan itu terutama didalam kaliyuga ini. Karena jalan itu hanya dijelaskan dalam kitab suci weda sementara masyarakat kita belum banyak yang tertarik pada kitab sucinya, ini terbukti dengan masih banyaknya yang belum tahu dan belum memiliki kitab suci. Memang dalam proses menekuni budaya beragama didalam masyarakat kita lebih mengedepankan pembangunan sarana phisiknya ketimbang pengetahuan rohani artinya prosentase pembangunan phisik seperti pembangunan pura dan sarana lainnya jauh melebihi yang lainya termasuk didalamnya pelaksanaan upacara-upakara atau ritual.



Ini tentu tidak salah sepanjang kita mampu menggali nilai dan makna philosophys dibalik ritual itu, jangan setiap permasalahan yang menimpa lalu diselesaikan dengan upacara termasuk caru, seperti sering terjadi jika ada anggota masyarakat yang ketahuan selingkuh (maaf) lalu cepat-cepat kerame banjar mengadakan pecaruan supaya desa tidak reged katanya, tertimpa bencana lalu cepat-cepat mengadakan upacara mulang pekelem (menenggelamkan hewan hidup-hidup di laut, danau, kawah) dan sebagainya, lalu apakah dengan upacara itu semua menjadi baik, ya tentu hal ini sulit diukur.

Yang paling mungkin dilakukan kedepan untuk membangun kecerdasan rohani adalah mendalami ajaran kitab suci melalui guru-guru kerohanian atau parampara yang bermuara pada ajaran bhakti yoga. Akhirnya kita mengerti apa yang dilakukan dan melakukan apa yang dimengerti, jika ini yang terjadi mudah-mudahan semua akan menjadi baik.

Jika selama ini dalam membangun sebuah yagya sang yajamana cukup hanya dengan menyiapkan dana saja selebihnya diserahkan pada sarati, pinandita, pandita atau sang pemuput yadnya.

Inilah yang terjadi pada masyarakat kita selama ini yang penting yagya itu selesai apalagi tidak diikuti dengan pencerahan yang mestinya dilakukan oleh sang pemuput yagya maka sang yajamana cendrung tidak mandapatkan apa-apa selain kepuasan batin sesaat. Sebenarnya upacara-upakara itu hanya merupakan bagian kecil atau accessories saja daripada pelaksanaan ajaran agama itu.

Hal ini jangan dibiarkan tumbuh dari generasi ke generasi, mari kita tingkatkan pemahaman tatwa melalui kitab suci dan guru-guru kerohanian. Jika rohani kita dicerdaskan dan dicerahkan oleh pengetahuan suci maka kita tentu akan tahu bagaimana caranya mengarahkan diri kita menuju planet kekekalan itu.

Kembali ke sloka diawal Dari alam Brahma selanjutnya ke bawah wahai Arjuna, semuanya mengalami kelahiran kembali, tetapi setelah mencapai Aku wahai putra Kunti (Arjuna) ia tak akan lahir kembali.

Ini artinya jika engkau memuja dewa akan sampai ke alam dewa, jika engkau memuja leluhur akan sampai ke alam leluhur, jika engkau memuja hantu akan sampai ke alam hantu dan jika engkau memujaKu (Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa Krsna) maka engkau akan hidup bersamaKu. Dengan demikian maka tujuan tertinggi adalah mencapai Tuhan bukan Dewa apalagi hantu karena planet para dewa adalah planit material tidak kekal senantiasa mengalami proses kelahiran dan kematian berulang-ulang.

Lalu pertanyaanya apakah kita tidak boleh memuja para dewa atau leluhur? Jawabanya tentu sangat tegas boleh dan harus yang paling penting adalah bagaimana caranya. Dengan mencintai Tuhan menekuni bhakti kepada Tuhan, melayaniNya setiap saat selalu menggetarkan ayat-ayat suci yang merupakan sabda-sabdaNya semua dewa terpuaskan dan para leluhur kita diselamatkan dari reaksi dosa karena para dewa adalah para pemuja Tuhan juga sama seperti kita.

Persembahkanlah prasadam dari Tuhan kepada para dewa dan leluhur dengan demikian semua hubungan menjadi harmonis.



Om Namo Bhagavate Vasudeva ya

Jumat, 28 Mei 2010

SENJATA UNTUK MENUNDUKAN MUSUH

SENJATA UNTUK MENUNDUKAN MUSUH
Memuja Sri Sri Krishna Balarama
Orang tidak dapat mencapai tujuan kehidupan tanpa karunia Sri Balarama .Bila seseorang sudah menerima karunia Sri Balarama atau Sri Nityananda dengan demikian kita akan mendapat karunia Sri Sri Radha Krishna.Bila seseorang tidak memiliki hubungan dengan Sri Balarama atau Sri Nityananda dia tidak akan dapat menundukan musuh-musuhnya.(s.b 7.15.45)Bila kita berbicara tentang radha krishna dengan demikian kita hanya berbicara tentang hubungan rasa yang sempurna tentang bakti.Beliau tidak bisa di bawa kemana-mana untuk mohon perlindungan namun beliau melindungi bhakti yang murni .
Kecerdasan bertindak sebagai kusir ,situasi yang sangat menakutkan adalah kelahiran dan kematian berulang-ulang, tanpa perlindungan dari Sri Sri Gaura Nitai dan Sri Sri Krishna Balarama orang tidak akan dapat melewati lautan penderitaan yaitu sumur yang gelap,mahluk hidup harus mendapatkan karunia dari Sri Sri Gaura Nitai dan Sri Sri Krishna Balarama.


Harus serius memuaskan guru kerohanian
Jika seseorang serius untuk pulang ke dunia rohani dia harus dengan sangat serius memuaskan guru kerohanian karena dia akan mendapatkan senjata untuk menundukan musuh – musuh tersebut , yaitu nafsu dan kebodohan, yaitu keterikatan, kasih sayang, kegilaan, mencari kesalahan orang lain, iri hati, kebingungan, kemarahan, kebaikan,tidur, nafsu, tidak toleransi, menentang, hinaan,prestasi, yang palsu, rasa terikat, kelobaan, permusuhan.Seperti orang berperang orang harus menundukan musuhnya dulu , selanjutnya baru dia akan boleh meninggalkan keretanya..(s.b 7.15.45)
KEISTIMEWAAN JAMAN SEKARANG INI
Zaman ini juga disebut sebagai zaman besi,zaman kekalutan,zaman pertengkaran atau zaman kemerosotan.Pelaksanaan dharma tinggal 25 %.Walaupun di zaman ini penuh dengan dosa namun zaman ini memiliki keistimewaan yang tidak dapat ditemukan di zaman yang lain sebelumnya.Cara yang mudah dengan hasil kesempurnaan yang sama seperti yang diperoleh pada zaman-zaman sebelumnya dengan cara-cara yang sudah ditentukan, hal yang sangat istimewa adalah munsulnya nama suci Tuhan Sri Krishna yaitu maha mantra hare krsna hare krsna krsna krsna hare hare hare rama hare rama rama rama hare hare.Tuhan Sri Krishna muncul sebagai Sri Caitanya Mahaprabhu dalam maha mantra untuk menyelamatkan setiap mahluk hidup.
Tuhan Sri Krishna tidak pernah malas untuk menyelamatkan kita
Setiap orang didunia material diserang oleh buaya yaitu khayalan dan hanya Sri Krishna yang bisa menyelamatkan kita,beliau tidak pernah malas untuk menyelamatkan kita bahkan sebelum kita berdoa untuk diselamatkan , beliau sudah ingin menyelamatkan kita namun kita mencoba terus menolak untuk di selamatkan, namun dem ikian beliau tidak pernah marah. (S.b 8.3.17)

Ringkasan kesimpulan Tuhan Yang Maha Esa Dalam Kekuatan Beliau Yang Tiada Batas
(Srimad bhagavatam sk.8)
Kesimpulan bahwa Tuhan Yang Maha Esa menciptakan berbagai bagian sifat yang sama.Jiwa Tatwa berasal dari Dewa Brahma,para Dewa dan Exspansi Pengetahuan Weda,Sama Weda dan Yajur Weda dan termasuk Mahluk hidup yang lain dengan namanya dan sifat-sifatnya yang berbeda-beda sebagai percikan api atau percikan sinar dari matahari berasal dari sumbernya dan masuk sekali lagi berulang-ulang.pikiran ,kecerdasan, indria,badan kasar,badan halus,perpindahan terus-menerus dari berbagai sifat alam berasal dari Tuhan dan sekali lagi masuk ke dalam Tuhan. Beliau tidak juga Dewa ,tidak juga manusia,tidak juga raksasa, tidak juga burung tidak juga hujan lebat,beliau juga bukan wanita,bukan laki-laki,bukan netral,beliau juga bukan binatang,bukan kualitas kegiatan material,kegiatan yang membuahkan hasil.Manifestasi atau bukan manifestasi, beliau kata akhir diskriminasi ,tidak juga ini dan tidak juga itu, dan beliau tidak terbatas,segala keagungan bagi Tuhan Yang Maha Esa.
Penjelasan Yang Maha Berkarunia A.C Bhativedanta Swami Srila Prabhupada:
Ini adalah penjelasan tentang kesimpulan Tuhan Yang Maha Esa Yang Kekuatannya Tiada Batas.Tuhan itu berbuat dalam tingkat berbeda,berada berbeda dengan berbagai kekuatan berbeda dimasing-masing kekuatan dan setiap kekuatan berbuat cukup alami,dengan demikian Tuhan tiada batas. Tiada sesuatu pun yang lebih tinggi dari Tuhan,walaupun beliau mewujudkan diri beliau dalam berbagai cara,namun secara pribadi beliau tidak memiliki sesuatu apapun yang harus di lakukan karena segala sesuatu dilaksanakan oleh exspansi tenaga Tuhan yang tiada batas.

KEAGUNGAN SRIMAD BHAGAVATAMTuhan Sri Krishna Muncul sebagai Srimad Bhagavatam
Hamba menyampaikan sembah sujud hamba kepada kepribadian Tuhan Yang Maha Esa Sri Krishna,yang muncul berwujud Srimad Bhagavatam yang merupakan kepribadian yang asli,yang merupakan lautan karunia,yang kulitnya berwarna gelap seperti pohon tamala,yang merupakan segala kemujuran,yang sangat murni, yang merupakan sumber semua penciptaan.
Srimad Bhagavatam memiliki arti dalam bentuk beliau di 12 skanda.Skanda pertama dan kedua adalah kaki padma Tuhan Sri Krishna,skanda ketiga dan keempat adalah paha Beliau,Skanda kelima adalah pusar(navel) ,skanda keenam adalah adalah dada Beliau,Skanda ketujuh dan kedelapan adalah kedua lengan Beliau ,Skanda sembilan adalah leher beliau,skanda kesepuluh adalah wajah beliau yang tersenyum, Skanda kesebelas adalah dahi Beliau dan Skanda duabelas adalah kepala padma Beliau .(padma purana)
Srimad Bhagavatam datang dari Vaikunta dhama dan di sampaikan oleh Srila Vyasadeva kepada Sukadeva Goswami dan para Rsi di Naimisaranya.Dalam hal ini selanjutnya diturunkan berangsur-angsur sampai sekarang ini, diturunkan dan tidak pernah terputus melalui garis perguruan parampara.(S.b 1.7.10)
Srimad Bhagavatam, Tulasi Dewi, Ganga ,dan penyembah murni (Vaisnava) adalah empat bentuk Tuhan Sri Krishna di Bumi ini .(CC,Madya 21.81)
Kepribadian Tuhan Yang Maha esa bersabda kepada Arjuna, Seseorang yang menyumbangkan Srimad Bhagavatam kepada seorang Vaisnava dengan Bhakti, akan tetap tinggal secara kekal di tempat Tuhan Sri Wisnu.”(Skanda Purana)
Sri Caitanya Mahaprabhu bersabda kepada Raghunatha Bhatta,”Cobalah belajar Srimad Bhagavatam dari seorang Vaisnava yang sudah menginsafi tentang Tuhan”.(CC,Antya 13.113) dan orang harus mendengar Srimad Bhagavatam dari seorang penyembah yang murni(S.b 1.1.3)
Dewa Brahma menyampaikan kepada Rsi Narada bahwa di manapun ada Srimad Bhagavatam Tuhan Sri Hari akan hadir disana bersama seluruh para dewa.Dengan demikian suatu keberuntungan yang sangat besar bila seseorang mempunyai Srimad Bhagavatam di rumahnya karena Tuhan Sri Hari datang kesana bersama istri beliau Dewi keberuntungan.
Dengan mendiskusikan Srimad Bhagavatam orang akan mencapai kemurnian dengan cepat, lebih cepat dari pada mengunjungi tempat-tempat suci, melaksanakan upacara yadnya, dan upacara ritual atau memberikan donasi,bila seseorang teratur mendengar Srimad Bhagavatam ia akan diberkati oleh Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa dan dengan cepat kembali ke dunia rohani,tidak seperti yang lain harus menunggu dalam waktu yang lama.


SERULING SRI KRISHNA, MRIDANGA SRI CAITANYA MAHAPRABHU
Venu Madhuri ,Lavana rasa madhuri (menarik dan penuh dengan minuman kekekalan yang sangat manis)
Salah satu musik dalam weda kita kenal dengan mrdanga bukan hanya dikalangan Vaisnava mrdanga di gunakan,tetapi alat musik ini juga digunakan oleh kalangan umum untuk mengiringi tarian atau yang berhubungan dengan kesenian.
Mridanga adalah Sri Balarama(sankarsana) dan juga seruling Sri Krishna yang muncul di jaman kaliyuga ini. Tuhan Sri Krishna sudah mempersiapkan diri muncul ke bumi sebagai Sri Caitanya mahaprabhu, yang mana beliau muncul sebagai penyembahNya dan beliau turun tidak dengan seruling(Venu) .Namun Venu sangat bersedih dan kecewa , beliau memohon agar beliau bisa turun ke bumi bersama Sri Caitanya Mahaprabhu.Dengan demikian Tuhan mengaturnya agar Seruling (Venu madhuri) muncul sebagai Mridanga(Lavana Rasa Madhuri) di jaman Kaliyuga ini dimana Sri Caitanya Mahaprabhu muncul. Mrudanga berasal dari kata Mrit artinya tanah liat dan anga artinya badan /body.Srila Prabhupada ingin agar murid-murid beliau bisa memaikan mridanga dengan baik dan benar.Salah seorang murid Prabhupada membuat mridanga dari fiberglass dengan kepalanya dari plastik.
Dijelaskan bahwa Sri Caitanya Mahaprabhu, memerintahkan pada Srivasa dan Sri Advaitacarya untuk membuat mridanga yang mana terdiri dari 32 tali pengikat dan disetiap tali pengikat itu adalah 32 suku kata dari maha mantra hare krsna, Hare krsna hare krsna krsna krsna hare hare hare rama hare rama rama rama hare hare.Kepala mridanga yang kecil disebut dengan Bhayan dan kepala yang besar disebut dengan Dhayan.Kepala yang kecil adalah Sri Nityananda Prabhu, kepala yang besar adalah Sri Gadhadara , dan Body /badan dari mridanga adalah Sri Caitanya Mahaprabhu.
Kunci dari memainkan Mridanga adalah tunduk hati,Walaupun mungkin kita memainkan mridanga dengan sangat baik namun dengan perasaan ego maka ego itu akan masuk ke dalam setiap Suara dari mridanga tersebut dan membuat orang tidak akan tertarik
Kita dapat menyelesaikan pelayanan apapun dengan tuduk hati karena itu akan memberikan kekuatan pada kirtana tersebut.
Sebelum memulai memainkan mridanga hendaknya kita mengucapkan Pranam kepada Mridanga dengan bhakti yang tinggi dan sadhana:
Mridanga Brahma Rupaya Lavana Rasa Madhuri
Saharsra Guna Samyuktam Mridangaya Namo Namah
Artinya;
Hamba menyampaikan sembah sujud hamba kepada Mridanga yang mempunyai bentuk yang rohani,yang sangat menarik dan penuh dengan minuman kekekalan yang sangat manis dan diberkati dengan ribuan kualitas yang baik.

DIKSA DARI GURU KEROHANIAN YANG BONA FIDE
Srila Sanatana Goswami menyampaikan bahwa diksa yang bona fide atau methode diksa yang bona fide akan dapat membawa seseorang menjadi seorang Vaisnava.Orang harus mendapatkan diksa dari seorang Guru yang bona fide yang turun dari garis perguruan parampara yang mendapatkan kuasa dari Guru kerohanian nya.Ini disebut dengan diksa-Vidhana.Tuhan Sri Krishna bersabda dalam Bhagavad Gita, Vyapasritya: orang harus menerima Guru kerohanian.Dengan proses ini seluruh dunia akan dapat berkesadaran Krishna.
Pengabdian dalam Kesadaran Krsna yang paling baik adalah bila di praktekan dibawah bimbingan seorang guru kerohanian, yang ahli sebagai utusan Tuhan Sri Krishna yang dapat di percaya.Sang Guru Kerohanian mengetahui sifat seorang murid dan dan dapat membimbing murid itu untuk bertindak dalam kesadaran Krishna.Karena itu untuk menguasai kesadaran Krishna kita harus bertindak tegas dan mematuhi perintah-perintah utusan Tuhan Sri Krishna.Hendaknnya seseorang menerima ajaran dari Guru Kerohanian yang dapat dipercaya sebagai missi hidupnya.
( Bhagavad gita 2.41)

Sabtu, 24 April 2010

UPACARA PEMBUAHAN SESUAI KITAB SUCI WEDA

Garbhadhana: Upacara Pembuahan



V.1. Pendahuluan.

Samskara ini juga disebut dengan niseka (pengeluaran air mani) dan rtu-samagam (perkawinan pada saat yang tepat).
Upacara ini dimaksudkan untuk penyucian makhluk hidup dimulai bahkan sebelum anak tersebut dilahirkan. Upacara yang pertama seperti ini dikenal dengan nama garbhadana-samskara, bertujuan menyucikan kegiatan pembuahan. Kelahiran pertama terjadi pada saat garbhadana-samskara (Kita harus mengerti bahwa ketika anak tinggal di dalam kandungan ibunya, kenyataannya dia telah berusia satu tahun. Sang jiwa mengambil sebuah badan pada saat pengisian (pembuahan) bukan pada saat bersalin), sementara kelahiran kedua berlangsung pada waktu inisiasi (diksa), ketika guru kerohanian memberikan muridnya tali suci. Hanya dengan demikianlah seseorang yang telah menjalankan kedua samskara ini benar-benar pantas disebut kelahiran kedua (lihat penjelasan Prabhupada dalam Srimad-Bhagavatam, 1.4.25). Karena itulah mengapa sebelum mengandung seorang anak, para grahasta melakukan garbhadana-samskara, yang mana tujuannya untuk masa depan anak yang berawal dari keadaan yang murni. Upacara ini dimaksudkan untuk memperoleh kecerdasan, kebangsawanan dan anak-anak yang saleh.
Garbhadana-samskara bukan hanya untuk para brahmana atau kelahiran kedua, tetapi juga ditujukan untuk siapa saja yang mengikuti paham hidup Vaisnava.
Sebelum kita bahas lebih lanjut, adalah sangat penting untuk menjawab beberapa pertanyaan yang masuk akal yang mungkin akan muncul: Apakah merupakan suatu perbuatan berdosa bagi dua orang yang saling jatuh cinta melakukan hubungan di luar nikah? Bagaimana mungkin suatu keinginan yang alami, ketertarikan yang alami, yang tidak dimaksudkan untuk melakukan kekerasan dan tidak menyebabkan muncul dampak yang negatif namun melakukan atas dasar sama-sama suka dikatakan terlarang?
Jawabannya sangat sederhana: kenikmatan seksual diperlukan bagi makhluk hidup, tetapi hal ini menurunkan martabat dan memperbudaknya. Mencari cara untuk membebaskannya, tradisi Veda memasukkan kenikmatan seperti ini ke dalam grhastha asrama.
Seseorang seharusnya juga mengetahui kebanggaan itu, yang mana menghambat keinsafan diri, memajukan kenikmatan material. Sibuk dengan kenikmatan seperti itu, seseorang berpikir dia mengendalikan keadaan sejak dia memperoleh kesenangan darinya.
Ada tiga jenis kebahagiaan di dunia ini seperti halnya ada tiga guna: kebahagiaan dalam sifat kebaikan, barangkali hanya seperti racun pada awalnya namun berangsur-angsur menjadi seperti minuman kekekalan. Dan sebaliknya, kebahagiaan dalam sifat nafsu muncul seperti minuman kekekalan pada awalnya kemudian berbalik menjadi racun. Kebahagiaan dalam sifat kebodohan kebanyakan memperoleh kesenangan dengan bermalas-malasan dan tidur, minum-minuman dan makan tanpa pikir dan tidak mau tahu.
Mencari kebahagiaan merupakan hal yang alami meskipun makhluk hidup sering hanya menemukan “memamah sesuatu yang telah dikunyah”; dengan kata lain, “Kenikmatannya tidak lain hanya sebuah pengulangan pengalaman di masa lampau.” Apa yang menunjukkan kesenangan pada awalnya mungkin kemudian akan menjadi seperti racun. Ketika indria berhubungan dengan suatu hal, hanya ada kebahagiaan dan penderitaan yang segera akan berlalu. Untuk keluar dari keadaan ini dimana kebahagiaan dan kesengsaraan datang silih berganti, seseorang harus mencapai keinsafan diri seperti halnya sebuah pencarian hanya bisa berhasil dengan mengikuti berbagai aturan dan peraturan untuk mengendalikan pikiran dan indria. Dikatakan bahwa prosedur ini sangat sulit. “pahit seperti racun”, tetapi jika seseorang berhasil mengikuti peraturan dan sampai pada posisi yang rohani, dia mulai minum minuman kekekalan yang sebenarnya dan dia menikmati kehidupan.
Dalam Srimad Bhagavatam Skanda 2 Bab 6 yang berjudul “Penegasan Purusa-sukta”. Sloka 8 menyebutkan: “Dari organ kelamin Tuhan dihasilkan air, air mani, keturunan, hujan, dan ayah yang menghasilkan keturunan. Organ kelamin-Nya adalah penyebab kenikmatan yang mengalahkan penderitaan dalam berketurunan.”: Srila Prabhupada menyampaikan dalam penjelasaannya untuk ayat ini: “Orang akan sama sekali berhenti berketurunan jika, atas karunia Tuhan, tidak terdapat sebuah selaput, yaitu substansi pemberi kenikmatan, pada permukaan organ-organ kelamin. Substansi ini memberi kenikmatan yang begitu kuat hingga hal itu sepenuhnya mengalahkan penderitaan berupa beban-beban keluarga… Kenikmatan ini bukanlah palsu karena ia bersumber dari badan rohani Tuhan. Dengan kata lain, substansi pemberi kenikmatan ini adalah sebuah kenyataan, namun ia sudah mengambil aspek terputar balik yang disebabkan oleh pencemaran material.
Apabila seorang laki-laki dan wanita bertemu, dipesona oleh keadaan yang tadi, menjadi tawanan, kecuali kalau dia adalah seorang yang paling rohani. Pada saat itu juga, sebuah perasaan yang dominan dan keinginan kepada Tuhan melebihi segala-galanya, dia mengalami kemajuan setiap hari dalam kehidupannya. Ini bisa juga terjadi dengan yang wanita. Perbudakan ini bisa dihindari jika kehidupan seksual tidak bertentangan dengan dharma. Jika hal ini sesuai dengan upacara yang ditentukan, ini bukanlah hal yang tercela (B.G. 7.11) dan seorang yang berumah tangga kemudian bisa mencapai dunia rohani. Pembebasan dari ikatan material ini adalah perhatian yang paling utama dengan pemikiran yang sederhana. Sampai akhir ini, Masyarakat India kuno membagi kehidupan manusia ke dalam empat tahapan (asrama) yang berdasarkan pada harapan hidup seseorang selama seratus tahun. Pada tahap pertama, yang berkisar dari umur lima sampai dua puluh lima tahun, seseorang dilatih sebagai seorang brahmacari, bahwa dia mengerti dengan pasti, bahwa lawan jenis bergabung yang tanpa disadari/kesadaran mengarahkan/menuntun kita dari kedudukan ini. Setelah itu dia mungkin akan menikah dan kemudian menjadi seorang grhasta. Jika sebelum memasuki grhasta-asrama dia senantiasa tetap sebagai seorang brahmacari, dia tidak akan mempunyai kesulitan untuk mengontrol indrianya bahkan dengan kehadiran istrinya. Seorang seharusnya tidak mengambil seorang istri jika dia tidak bisa membebaskannya dari cengkeraman keadaan.
Usia minimum bagi laki-laki untuk menikah adalah dua puluh lima tahun. Pada usia itu, pertumbuhan badan dan organ seperti prostat menjadi secara lebih pasti, tubuh tidak lama menggunakan energi yang dihasilkannya untuk mendirikannya. Energi ini berasal dari dhatus seperti sukra, air mani, yang paling besar dari semua dhatus. Pada saat mencapai usia ini, seorang laki-laki bisa mengeluarkan air maninya untuk menurunkan anak tanpa dugaan buruk pada mental dan kesehatan fisiknya. Di sisi lain, dengan melakukan hubungan seksual sebelum memasuki usia dua puluh lima tahun, secara tidak langsung penurunan mental dan kemampuan fisik itu mungkin kemudian terlihat pada keturunannya. Ini sesuatu seperti setengah makanan dari seorang anak (otak, badan) selama pertumbuhan ketika dia memerlukan makanan yang bergizi untuk pertumbuhannya. Sekian banyak darah diperlukan untuk memperoleh sedikit air mani. (menurut tradisi, untuk memperoleh sejumlah air mani yang diperlukan, kira-kira sebanyak enam kali jumlah darah).
Dengan begitu dianjurkan para Vaisnava agar mempraktekkan pantangan secara lengkap bukan hanya menghindari keinginan untuk menikmati dan kenikmatan seksual. Namun juga memelihara spermanya. Karena kehilangan pada masa tua menurunkan daya tahan badan dan pikiran. Karena itulah mengapa para rohaniwan dan para yogi mempraktekkan pertapaan dengan tujuan hidup lebih lama atau paling tidak tanpa berbagai kesulitan yang disebabkan oleh penuaan dini sementara menguatkan ingatan dan kecerdasan. Dan sebaliknya, dia yang telah kehilangan air maninya secara sembarangan akan melihat kehidupannya dan kemampuan mentalnya menurun. (S.B. 3.26.57). Permasalahan ini tidak hanya menjadi perhatian bagi laki-laki, hal yang sama juga berlaku untuk para wanita. Hubungan seksual yang tidak menyebabkan kematian hanyalah yang tidak bertentangan dengan dharma dan dengan demikian mewakili Tuhan.
Terpisah dari pertimbangan fisik seperti itu, kehidupan seksual merupakan hal yang serupa dengan bunuh diri bagi seorang yang mengharapkan kesempurnaan dalam hidupnya (secara rohani), jika hal ini bertentangan dengan kitab suci: “Dunia rohani terdiri dari tiga perempat energi Tuhan, yang berada di luar dunia material, dan ini khususnya dimaksudkan bagi siapa yang tidak pernah lahir kembali. Dengan kata lain, siapa saja yang masih terikat dengan kehidupan keluarga dan siapa yang tidak dengan strik mengikuti sumpah membujang, harus hidup di ketiga dunia ini.” (S.B. 2.6.20)
Kitab Dharma-sastra menganjurkan bahwa seorang meninggalkan kehidupan seksualnya setelah berusia empat puluh tahun, hubungan seksual membangkitkan semua pengaruh masa lalu yang mana tidak menyenangkan bagi orang yang berharap untuk memperoleh pembebasan. Pada usia itu, saatnya memikirkan bahwa pernikahan sebagai penyatuan suci dua jiwa di dalam jalan keinsafan diri.
Kerohanian dikaitkan dengan memelihara badan dan pikiran mereka sehat secara sempurna. Badan memuat pikiran; ini adalah alat yang akan memandu sang jiwa mencapai tujuannya. Diantara berbagai jenis penderitaan, kehilangan cairan air mani adalah salah satu hal yang penting. Substansi yang berharga ini tidak hanya memberikan kekuatan untuk tubuh tetapi juga untuk ingatan karena mengandung nutrisi untuk otak melalui urat saraf tulang belakang: “Orang-orang suci dan sannyasi… yang bisa menaikan air maninya ke otak .. bisa hidup di kerajaan yang dikenal dengan Brahmaloka.” (S.B. 11.6.47) “Pada awalnya, Brahma menciptakan empat resi agung yang bernama Sanaka, Sananda, Sanatana dan Sanat Kumara. Mereka semua tidak ingin menjalani kegiatan-kegiatan yang materialistik sebab mereka berkedudukan sangat mulia karena air maninya mengalir ke atas.” (S.B. 3.12.4) Tetapi orang hanya bisa melakukan hal yang demikian jika dia tidak pernah mengeluarkan cairan maninya seperti orang-orang yang disebut urdhva-retasah (S.B. 3.12.4).
Akibatnya, kehilangan air mani memperlemah kemampuan intelektual kita sedangkan tetap memeliharanya akan menambah kemampuan intelektual. Kenyataannya, otak dan air mani sesungguhnya memiliki komposisi zat kimia yang sama: keduanya sangat kaya akan lesitin, melebihi bagian tubuh yang lainnya. Lesitin juga merupakan unsur pokok dari jaringan gelisah. Unsur utama dari cairan air mani yakni kalsium, albumin, lesitin, fosfor, dan nukleo protein, ditemukan dalam bagian yang berbeda pada otak dan urat saraf tulang belakang.
Orang-orang rohaniwan India selalu menggunakan pernyataan, Alcmeon, seorang dokter Pythagorean, suatu ketika dikeluarkan dan dilakukan oleh seseorang, berubah menjadi bagian-bagian yang halus yang fungsinya untuk menyuburkan otak yang pada akhirnya harus disuburkan oleh pelakunya sendiri. Plato dan Phytagoras percaya jika ini erat hubungannya dengan urat saraf tulang belakang dan kekurangan hal itu mengurangi daya tahan tubuhnya. Phytagoras mengetahui ada suatu hubungan antara cairan air mani dan otak, yang nantinya menjadi nutrisi.
Air mani atau cairan air mani, oleh tradisi orang-orang India selalu dijadikan pertimbangan sebagai substansi yang bergizi untuk perasaan takut dan sistem yang berhubungan dengan otak. Lagipula, kehilangan ini dianggap sebagai sebuah gangguan dan faktor kekurangan gizi dari sistem sebelumnya.

V.2. Tingkah Laku

Dengan begitu bagi yang percaya bahwa “gerakan Hare Krishna menganggap kenikmatan hubungan suami isteri sebagai suatu yang haram” atau penyembah yang masih bingung kalau seksual yang sah maksudnya suatu kegiatan seksual yang begitu singkat dan tanpa perasaan, dengan begitu orang tidak memperoleh suatu “perbuatan berdosa” kenikmatan dari hal itu, kita akan mengatakan suatu hal yang benar, dengan begitu tidak ada salah informasi atau salah pengertian.
Bilamana para acarya Vaisnava menganjurkan membatasi kehidupan seksual, ini tidak berarti kalau seorang suami dan istri tinggal terpisah. Menurut tradisi Vaisnava, rencana pernikahan adalah untuk meningkatkan kesadaran rohani setinggi mungkin. Dan sesuai dengan kemajuan seseorang dalam kesadaran rohani, pembatasan seperti ini otomatis terjadi.
Srila Prabhupada membandingkan garbhadana-samskara dengan suatu persembahan prasadam; baik penyembah maupun bukan penyembah makan untuk hidup tetapi penyembah hanya makan makanan suci. Perbedaannya terletak pada bahannya bukan bentuknya, atau tujuan dan kesadaran dengan mana kita bertindak.


V.2.1 Pertimbangan Yang Penting

Hal ini mungkin terjadi kalau orang tua menginginkan seorang anak semata-mata sebagai suatu kesenangan, tetapi kenyataannya ini merupakan suatu tanggung jawab yang berat. Jika kita memiliki perhatian kepada orang yang kita undang hadir di tengah-tengah kita, kita akan melihat segala yang lebih pada perkembangan masa depannya. Kita seharusnya tidak mengundang seorang manusia untuk menjalani kebahagiaan dan penderitaan dengan hidup sederhana karena suatu hari kita akan merasa “egois” ingin memiliki seorang anak. Orang tua harus melihat padanya jika anak yang lahir dari mereka itu tidak masuk ke dalam kandungan seorang ibu lagi. Setidaknya orang bisa membimbing seorang anak untuk mencapai kebebasan dalam kehidupannya itu, tidak perlu menikah atau membuat anak.
Dewasa ini, kata “cinta” bukan hanya semata-mata digunakan untuk mengungkapkan perasaan tetapi juga menunjukkan hubungan seksual. Demikianlah makna asli dari kata itu telah hilang dan kecenderungan untuk mengistilahkan melangsungkan hubungan seksual hanya untuk sementara dan menghargai perasaan cinta“ Ini merupakan suatu kenyataan secara psikologi bahwa ketika seorang wanita pada usia pubersitas bertemu dengan seorang laki-laki dan laki-laki menikmati hubungan seksual dengannya, dia akan mencintai laki-laki itu sepanjang sisa kehidupannya, tanpa memperhatikan siapa dia sebenarnya. Dengan demikian yang disebut cinta di dalam dunia material tidak lain hanyalah kenikmatan seksual.” (Penjelasan Srila Prabhupada dalan Srimad-Bhagavatam 4.25.42)

V.3 Waktu yang Tepat

 Kegiatan membuat seorang anak bisa dilakukan satu kali dalam sebulan. Tetapi jangan pernah dilakukan pada periode waktu yang tidak menguntungkan:

 Malam kesebelas (ekadasi) dan ketigabelas (trayodasi) dalam tiap bulan.
 Hari-hari puasa (vrata), bulan penuh (purnima) dan bulan baru (amavasya).
 Selama tithi astami dan tithi caturdasi (tithi ke delapan dan keempatbelas dalam tiap bulan).
 Ketika salah satu atau kedua suami-istri dalam kondisi lemah atau sakit.
 Pada saat istri sudah hamil. Ketika seorang wanita mengandung, tidak ada permintaan lagi untuk melakukan kegiatan seksual. Orang harus menunggu paling tidak enam bulan setelah kelahiran bayi untuk melakukan hubungan seksual yang sesuai dengan aturan lagi.
 96 jam pertama setelah masa menstruasi.
 Pada waktu sandhya.

Bagi para penganut Weda, waktu yang paling baik untuk garbhadana-samskara dimulai 6 hari setelah siklus menstruasi. Sebenarnya, upacara ini hendaknya dilaksanakan bilamana pembuahan kemungkinan besar berhasil, yakni selama masa subur. Untuk siklus menstruasi 30 hari, masa subur umumnya 15 hari setelah hari pertama, sedangkan yang siklusnya 28 hari, mulai 14 hari setelahnya. Rata-rata masa subur berakhir 5 hari (antara 3 sampai 8 hari).
Orang harus mengingat kalau hubungan seksual seharusnya dilakukan kalau seorang wanita telah selesai menstruasi atau pada waktu 5 hari setelahnya. Hal ini ditetapkan dalam kitab suci seperti Manu-samhita. Lagipula, melakukan hubungan seksual dengan seorang wanita selama dia menstruasi merupakan praktek tantrik dari aliran “tangan kiri”, salah satunya berhubungan dengan ilmu gaib.
Malam hari pada umumnya adalah waktu untuk menikmati hubungan seksual (S.B.27.14), waktu yang tepat berkisar antara 3 jam setelah matahari terbenam dan 3 jam sebelum matahari terbit. Waktu yang paling baik adalah diantara jam 9 dan 12 malam dan hindari pada waktu tengah malam. Srimad-Bhagavatam skanda ketiga, menjelaskan tentang kehamilan Diti, menunjukkan kepada kita kalau waktu pada saat matahari terbenam adalah “paling tidak bertuah karena pada waktu ini hantu yang berwajah mengerikan dan pengiring setia para hantu-hantu sedang begentayangan.” (S.B. 3.14.23) Hantu-hantu kehilangan badan jasmaninya kerena melakukan kegiatan berdosa. Siva, menjadi sangat baik dengan mereka, melihat kejadian itu mereka mendapatkan badan jasmani. Dia masuk ke dalam kandungan seorang wanita yang sesuka hatinya melakukan hubungan seksual tanpa menghiraukan keadaan dan waktu-waktu yang terlarang. Waktu yang khusus ketika para hantu bergentayangan juga dijelaskan dalam Garuda Purana.
Hubungan seksual di luar waktu yang bertuah untuk pembuahan dilarang oleh ayat-ayat Weda karena perbuatan-perbuatan seperti itu mengganggu tatanan alam yang baku.

V.4. Tempat Yang Tepat Dan Tidak Tepat

V.4.1 Tempat Yang Tepat

Orang harus mempersiapkan tempat yang bersih dan menyenangkan di rumahnya, sebuah tempat tidur yang nyaman (untuk keterangan lebih lanjut, silakan baca penjelasan Srila Prabhupada dalam Srimad-Bhagavatam 3.23.11).

V.4.2 Tempat yang tidak tepat

• Tempat suci (Pura, Ashram)
• Tirthas (tempat ziarah yang suci)
• Tempat pembakaran mayat
• Asrama seorang guru
• Di rumah Vaisnava yang lainnya
• Di bawah pohon suci (Tulasi, beringin, mangga, nim, Bodi, dll)
• Gosalas (Kandang sapi)
• Di hutan atau di dalam air.

 Pada waktu garbhadana-samskara, istri seharusnya tidak meninggalkan rumah.


V.5 Metode

V.5.1 Cermin Pikiran Dari Masing-Masing Pasangan

 Srila Prabhupada menganjurkan baik suami maupun istri berjapa minimal 50 putaran sebelum melakukan garbhadana-samskara.

Suasana tertentu harus dibuat sebelum garbhadana-samskara dan pengaruhnya harus menyentuh perasaan pasangannya. Untuk keterangan lebih lanjut, kami menyarankan pembaca untuk mengacu pada penjelasan Srila Prabhupada dalam Srimad-Bhagavatam (3.23.11), yang mana telah kami kutip di bawah yang berjudul “Kama-sastra”..
Garbhopanisad menekankan pentingnya keadaan pikiran orang tua pada waktu pembuahan. Dari situ dinyatakan bahwa fisik dan psikis yang kacau pada waktu kelahiran merupakan akibat dari pikiran yang bermasalah. Banyak yang menyatakan kalau hidup dan nasib anak tergantung pada keseimbangan pikiran orang tua. Ini proses yang lengkap dan hasil dari karma, dan bagaimana kita bisa menghadapinya dengan menjadi sadar pada perintah Weda. Garbhopanisad mengajarkan bahwa dari pikiran yang kacau akan dilahirkan anak-anak yang buta, lumpuh, bungkuk dan cebol. Menurut Ayur-Weda, cacad muncul ketika sebuah dhatu tidak cukup. Perawatan dengan pengobatan India dan filsafat-filsafat, mudah untuk mempertimbangkan bahwa hasil-hasil yang tidak mencukupi dari para orang tua yang memiliki pertentangan mental yang tidak sehat.


V.5.1.1 Saran

Kita telah mengetahui bahwa malam hari adalah waktu yang terbaik untuk melakukan hubungan seksual. Persiapannya bisa dimulai selama satu hari (berjapa 50 putaran, menghias rumah, mempersiapkan mental dan fisik masing-masing (mandi, berpakaian dll). Pada pagi hari, istri harus makan makanan ringan tanpa biji-bijian dan malam harinya, minum susu dicampur madu dan saffron. Bagaimanapun dia seharusnya tidak sampai merasa lapar atau makan terlalu banyak. Suami harus makan makanan yang bergizi dengan ghee dan manisan. Keduanya harus tanpa perasaan yang gelisah dan penuh kasih sayang; keduanya juga harus memakai parfum. Orang-orang jaman dulu menyarankan kalau istri harus memijat kaki suaminya sebelum berhubungan.
Menurut tradisi, suami harus bernapas melalui lubang hidung kanannya dan istri melalui lubang hidung kirinya pada waktu melakukan hubungan seksual agar pembuahannya bisa berhasil. Hal yang berlawanan sering menyebabkan kegagalan dalam hubungan ini. Pernapasan secara alami melalui satu lubang hidung ke lubang hidung yang lain silih berganti berkali-kali dalam satu hari latihan, untuk mengulangi keharmonisan ini bisa dengan pranayama.
Ayur-veda menegaskan kondisi fisik orang tua sebelum mereka melakukan garbhadana-samskara; keduanya harus dalam kondisi yang sehat dan dosas mereka harus dalam keadaan yang sempurna. Caraka, dokter Ayur-veda yang terkenal menjelaskan bahwa pasangan harus memakai garland bunga dan pakaian berwarna putih. Menurut penjelasan darinya, seorang wanita tidak boleh mengambil posisi berlutut atau dengan cara miring pada waktu berhubungan. Pada keadaan yang pertama, Vayu akan mempengaruhi organ kelaminnya sementara jika dia berbaring ke kanan, Kapha akan mempengaruhi kandungannya. Jika dia berbaring ke kiri, Pitta akan membakar ovum maupun air mani. Oleh karena itu seorang wanita harus berbaring (menghadap ke atas). Ini akan membiarkan dosas untuk tetap dalam posisinya yang normal. Jika dia merasa lapar, haus, ketakutan, sedih, marah atau dia menginginkan laki-laki lain, lebih baik untuk menunda garbhadana-samskara. Caraka juga menyebutkan kebiasaan orang-orang jaman dulu: suami harus naik ke tempat tidur, pertama dengan lengan kirinya dan istri dengan lengan kanannya: mereka kemudian harus mengucapkan mantra yang dimulai denga “ahir asi…” dan “brahma…”, dll sebelum melakukan hubungan seksual. (Caraka-samhita, sarira-sthanam, 8,4-8)
Baik Garbhopanisad maupun Ayur-veda menjelaskan bahwa “kelebihan air mani dari sang ayah akan menghasilkan anak laki-laki tetapi kelebihan cairan dari sang ibu akan menghasilkan seorang anak perempuan…” Tanggal genap adalah hari yang baik untuk memperoleh anak laki-laki sedangkan tanggal ganjil baik untuk memperoleh anak perempuan.
o Setelah melakukan hubungan seksual, dianjurkan bagi yang wanita untuk tetap berbaring selama 30 menit sampai 1 jam, dengan begitu pembuahannya akan menjadi lebih mudah. Kemudian pasangan harus mandi dan makan payasam, makanan rohani, untuk memulihkan tenaganya.

o Apabila tukang masak atau pujari yang biasanya melakukan pelayanan di temple melakukan hubungan seksual, mereka harus istirahat dari tugasnya sehari sebelum dan sehari sesudahnya. Memasuki temple setelah melakukan hubungan seksual merupakan sebuah kesalahan dalam pelayanan bhakti. Hal ini juga berlaku kalau menyentuh seorang wanita yang sedang menstruasi. Orang juga harus mandi setelah melakukan hubungan seksual.

“Jika seorang tidak ingin mempunyai lebih dari satu atau dua orang anak, dia seharusnya tidak dengan teliti menggunakan berbagai alat kontrasepsi dan pada saat yang sama menikmati kehidupan seksual. Itu sangat berdosa. Jika suami dan istri bisa mengendalikan dengan sukarela melalui kemajuan dalam kesadaran Krishna, itu adalah cara yang paling baik. Bukan merupakan suatu kebutuhan kalau hanya karena seorang mempunyai istri, oleh karena itu dia harus melakukan hubungan seksual. Keseluruhan perencanaan ini adalah untuk menghindari kehidupan seksual sejauh mungkin.” (Surat dari Srila Prabhupada tertanggal 20 September 1968).

V.6. Kelanjutan Fisik dan Pengembangan Mental janin.

“Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa bersabda; Di bawah pengawasan Tuhan dan sesuai dengan hasil kegiatannya, makhluk hidup, atau sang roh, dimasukkan ke dalam rahim seorang perempuan melalui partikel air mani laki-laki untuk menerima jenis badan tertentu” … Bukanlah air mani laki-laki yang menciptakan kehidupan di dalam rahim seorang wanita. Melainkan makhluk hidup, sang roh, berlindung di dalam partikel air mani dan kemudian didorong masuk ke dalam rahim seorang wanita. Kemudian badan berkembang.” (S.B.3.31.1)

“Pada malam pertama, sperma dan ovum bergabung, dan pada malam kelima gabungan itu meragi menjadi sebuah gelembung. Pada malam kesepuluh gelembung itu berkembang menjadi sebuah wujud seperti buah plum, dan setelah itu, berangsur-angsur berubah menjadi segumpal daging atau sebutir telur, sesuai keadaan.” (S.B.3.31.2)

“Dalam waktu satu bulan, terbentuk kepala, dan pada akhir bulan kedua tangan, kaki dan bagian-bagian badan lainnya terbentuk. Pada akhir bulan ketiga, kuku, jari tangan, jari kaki, rambut di badan, tulang dan kulit muncul, demikian pula organ untuk berketurunan dan lubang-lubang lain di badan, yakni mata, lubang hidung, telinga, mulut dan dubur.” (S.B.3.31.3).

“Dalam waktu empat bulan dari hari pembuahan, muncul tujuh unsur penting badan yakni empedu, darah, daging, lemak, tulang, sumsum dan air mani. Pada akhir bulan kelima, lapar dan haus menjadi terasa, dan pada akhir bulan keenam, janin tersebut, dibungkus oleh air ketuban, mulai bergerak menuju sisi kanan perut.” (S.B.3.31.4)

“Ketika badan seorang anak terbentuk secara lengkap pada akhir bulan keenam, sang anak, jika ia laki-laki mulai bergerak menuju sisi kanan, dan jika perempuan, ia berusaha bergerak ke kiri.” (penjelasan S.B.3.31.4)

V.7. Upacara Tambahan.

Garbhadana-samskara menganjurkan kelahiran seorang anak yang saleh yang akan tumbuh dewasa dan membuat orang tuanya bahagia dan melihat perhatiannya terpusat pada mereka. Tetapi bahkan sebelum dia lahir, ketika sang ibu membawanya di dalam kandungannya, dilakukan berbagai upacara ritual selain dari samskara yang utama. Di Bengali contohnya, ketika anak berusia tiga bulan di dalam kandungan, si ibu diundang untuk makan dengan semua anak-anak tetangga yang dia sukai. Upacara ini, disebut svada-bhaksana, akan diperbaharui pada usia 11 bulan dalam kandungan. Dalam peradaban Weda, kelahiran anak atau kehamilan tidak pernah dianggap sebagai suatu beban; lebih dianggap sebagai kegembiraan. (Lihat penjelasan Srila Prabhupada dalam Srimad Bhagavatam 10.7.4).