Sabtu, 24 April 2010

MENGAPA TIDAK BOLEH MEMBUNUH SAPI

IBU SELURUH ALAM SEMESTA

Ada pernyataan dalam bahasa Sansekerta yang sangat terkenal yaitu; gaavo vishwasya mataraha santuh pitaraha yang artinya; Sapi adalah ibu seluruh alam semesta dan sapi jantan adalah ayah. Dalam kitab suci agama Hindu yaitu kitab suci Weda juga dijelaskan ada tujuh ibu yaitu, 1. Sapi, 2. ibu kandung, 3. istri guru kerohanian, 4. istri brahmana, 5. istri raja, 6. bumi dan 7. perawat. Jadi dengan demikian sapi adalah salah satu ibu yang harus kita hormati dan sayangi, sehingga umat Hindu khususnya, seharusnya memberikan penghormatan yang besar kepada sapi, karena dengan melindungi dan memuja sapi berpengaruh dalam kehidupan rohani, juga menyelamatkan alam semesta termasuk bumi.
Seorang ibu begitu menyayangi putranya, tanpa mengharapkan imbalan apapun, seorang ibu menyusui dan merawat anak-anaknya. Begitu juga dengan sapi yang merupakan salah satu dari ibu kita. Dia telah banyak membantu dalam pekerjaan kita dan memberikan kita susunya. Layakkah seorang ibu seperti itu kita bunuh? Tidak hanya berdasarkan pertimbangan ini saja. Dalam Kitab Suci Weda pun pembunuhan sapi sangat dilarang.

Di India, tidak hanya para rohaniwan, bahkan masyarakat pada umumnya pun memberikan penghormatan yang besar kepada sapi dan mereka juga tidak memakan daging sapi. Namun sayangnya, kita sebagai manusia belum banyak mengetahui tentang keagungan sapi serta belum memberikan penghormatan yang besar kepada sapi, bahkan tidak jarang yang memukuli sapi, memperlakukannya dengan kasar dan masih banyak umat Hindu di Bali yang memakan daging sapi walaupun atas nama yadnya, sementara sumber hukum/nara sumber dari Weda tidak ditemukan dengan jelas.
Seperti penjelasan di atas dikatakan bahwa sapi adalah salah satu ibu kita, memberikan susunya untuk kita dan bukan untuk dirinya sendiri. Berikut adalah ayat-ayat dalam kitab suci yang menunjukkan kasih sayang sapi kepada kita:
prabhu kahe,—go-dugdha khäo, gäbhé tomära mätä
våña anna upajäya, täte teìho pitä

“Tuhan Sri Caitanya berkata, “Anda meminum susu sapi, oleh karena itu sapi adalah ibu anda. Dan sapi jantan menghasilkan biji-bijian untuk kebutuhan hidup anda; oleh karena itu dia adalah ayah anda.”

(Caitanya Caritamrta Adi 17.153)

pitä-mätä märi’ khäo—ebä kon dharma
kon bale kara tumi e-mata vikarma

“Karena sapi jantan dan sapi betina adalah ayah dan ibu anda, bagaimana bisa anda membunuh dan memakan mereka? Prinsip agama macam apa ini? Dengan kekuatan apa sehingga anda begitu memberanikan diri melakukan kegiatan berdosa semacam itu?”
(Caitanya Caritamrta Adi 17.154)

agavo agmannuta bhadramakrantsidantu gosthe
ramayantvasme prajavatih parurupa iha syurindraya
purvirusaso duhanah

Sapi telah datang, dan dengan kedatangannya kita menjadi sejahtera. Sapi duduk di kandangnya dan memberikan kesenangan pada kita. Sapi-sapi yang dihiasi oleh aneka warna dan anak-anak yang sehat, memberikan susu yang melimpah ruah.
(Rg Weda 6.28.1)

Berdasarkan pada ayat-ayat tersebut di atas, hendaknya kita menghentikan pembunuhan terhadap sapi dan sebaliknya memberikan perlindungan kepada sapi, karena sapi sesungguhnya begitu agung dan memberikan banyak manfaat, namun orang-orang yang tidak tahu berterima kasih telah memperlakukan sapi dengan kasar:
gäà ca dharma-dughäà dénäà
bhåçaà çüdra-padähatäm
vivatsäm äçru-vadanäà
kñämäà yavasam icchatém

(Bhagavata-purana 1.17.3)

“Walaupun Sapi bermanfaat karena orang bisa mengambil prinsip-prinsip keagamaan darinya. Tetapi sekarang dia sangat malang dan tidak mempunyai anak. Kakinya dipukuli oleh seorang sudra, Ada air mata di matanya dan dia sangat menderita dan lemah. Dia kemudian berminat dengan rumput di padang”.

Demikianlah penderitaan sapi, ibu yang mulia yang telah memberikan kita kesejahteraan. Dipaksa bekerja berat, dipukuli dan anak-anaknya di jual ke rumah potong. Teganya kita berlaku kasar seperti ini pada seorang ibu. Teganya kita membunuh ibu sendiri. Lalu apa kata kitab suci mengenai semua ini?
Larangan pembunuhan sapi dalam kitab suci Weda:
are te goghnamuta purusaghnam
(Dalam Rg Weda)

apa katanya hendaknya senjatamu bukan untuk membunuh sapi dan manusia.

duhamasvibhyam payo aghnyeyam sa vardhatam mahate saubhagaya
(Rg Weda 1.164.27)

Sapi ini yang tidak boleh dibunuh, mempersembahkan susu kepada Dewa Asvini dan dia berkembang demi keuntungan kita.

suyavasadbhagavati hi bhuyo atho
vayam bhagavantah syama
adhi trnamaghnye visvadanim
piba sudhamudakamacaranti
(Rg Weda 1.164.40)

Dengan memakan rumput yang baik, sapi menjadi beruntung, dan semoga dari sapi yang beruntung tersebut kita juga menjadi beruntung atau menjadi kaya. Wahai sapi yang tidak boleh dibunuh…, hendaklah engkau selalu memakan rumput utama dan di waktu pulang kandang hendaknya engkau meminum air bersih jernih.

Sapi dilindungi oleh Tuhan
Demikianlah Sapi memberikan keuntungan kepada kita baik secara material maupun untuk kentungan rohani. Sapi adalah ibu yang telah memberikan kita susu dan dengan melindungi sapi kita akan mendapatkan manfaat secara rohani karena Tuhan Sri Krishna sendiri yang juga dikenal sebagai Gopala adalah Pelindung sapi seperti yang disebut dalam ayat berikut:
namo brahmaëya-deväya
go-brähmaëa-hitäya ca
jagad-dhitäya kåñëäya
govindäya namo namaù
(Viñëu Puräëa 1.19.65)

"Tuhan, Anda adalah gembala sapi-sapi dan pelindung para brahmana, dan Anda adalah yang mengharapkan kesejahteraan seluruh umat manusia dan seluruh dunia.”

çré-çuka uväca
go-vipra-sura-sädhünäà
chandasäm api ceçvaraù
rakñäm icchaàs tanür dhatte
dharmasyärthasya caiva hi
(Srimad Bhagavatam 8.24.5)

“Sri Sukadeva Gosvami berkata: O Raja, demi memberikan perlindungan kepada sapi-sapi, para brahmana, para dewa, para penyembah, kitab suci Weda, prinsip-prinsip keagamaan, dan prinsip-prinsip untuk memenuhi tujuan kehidupan, Tuhan Yang Maha Esa menerima berbagai bentuk inkarnasi.”

Dalam Bhagavad-gita Sri Krishna juga menekankan pentingnya perlindungan terhadap sapi:
kåñi-go-rakñya-väëijyaà vaiçya-karma svabhäva-jam
paricaryätmakaà karma çüdrasyäpi svabhäva-jam
(Bhagavad-gita 18.44)

“Pertanian, melindungi sapi dan perdagangan adalah pekerjaan yang wajar bagi para vaisya, dan bagi para sudra ada pekerjaan buruh dan pengabdian kepada orang lain.”

Akibat dari menyakiti sapi dan binatang lainnya
tomarä jéyäite nära,—vadha-mätra sära
naraka ha-ite tomära nähika nistära
(Caitanya Caritamrta, Ädi 17.165)

“Karena kalian tidak bisa membuat sapi yang telah dibunuh hidup kembali, kalian bertanggung jawab terhadap pembunuhan mereka. Oleh karena itu kamu akan pergi ke Neraka, tidak ada cara bagi pembebasanmu”.
(Sabda Tuhan Sri Caitanya kepada Raja Chand Kazi)

go-aìge yata loma, tata sahasra vatsara
go-vadhé raurava-madhye pace nirantara
(Caitanya Caritamrta, Ädi 17.166)

“Pembunuh sapi dikutuk untuk menjadi busuk dalam kehidupan Neraka selama beribu-ribu tahun sebanyak bulu-bulu pada badan sapi.”

yavanti pacuramani tavat
kritvo ha manaram
vritha pacughnah prapnoti
pretya janmani janmani
(Manu Smrti, V.38)

Seberapa jumlah bulu dari binatang yang disembelih tanpa alasan yang sesuai dengan hukum, sekian kalilah yang membunuh itu akan menderita kematian tidak wajar dalam kelahiran-kelahiran yang akan datang.

yo himsakani bhutani hinastyatmasukhecchaya
sa jiwamcca mritaccaiwa na kwacitsukhamedhate
(Manu Smrti, V.45)

“Ia yang melukai makhluk-makhluk tidak berdaya dengan maksud mendapatkan kepuasan untuk dirinya sendiri, orang itu tidak akan pernah merasakan kebahagiaan, selalu berada dalam keadaan tidak hidup, tidak pula mati.

yo bhandana wadha kelcan praninam na cikirsati
sa sarwasya hitaprepsuh sukhamatyantamacnute
(Manu Smrti, V.46)

“Ia yang tidak menyebabkan penderitaan dalam belenggu atau kematiannya makhluk-makhluk hidup tetapi menginginkan keselamatan pada semua makhluk, ia mendapat kebahagiaan yang tanpa akhir.”
yaddhyayati yatkurute dhritim bandhnati yatra ca
tadawapnotyayanena yo hi nasti na kimcana
(Manu Smrti, V.47)

“Ia yang tidak menyakiti makhluk apapun, mencapai tanpa usaha berat, segala apa yang dipikirkan, apa yang dikerjakan dan apa yang dicita-citakannya.”

anumanta wicasita nihanta krayawikrayi
samskarta copaharta ca khadakacceti ghatakah

“Ia yang mengijinkan penyembelihan seekor hewan, ia yang memotongnya, ia yang membunuhnya, ia yang membeli dan menjualnya, ia yang memasaknya, ia yang menyuguhkannya, semuanya itu patut dianggap sebagai pembunuh-pembunuh binatang.”
(Manu Smrti, V.51)
Larangan korban sapi pada jaman Kali
Dalam Caitanya Caritamrta, Ädi 17.164, yang dikutip dari Brahma-vaivarta Purana (Krsna-janma-khanda 185.180), ada lima (5) perbuatan yang dilarang untuk dilakukan di jaman Kali ini sebagai berikut:
açvamedhaà gavälambhaà
sannyäsaà pala-paitåkam
devareëa sutotpattià
kalau païca vivarjayet

“Di jaman Kali ini, lima kegiatan yang dilarang yaitu: mengorbankan kuda dalam upacara yadnya, mengorbankan sapi dalam upacara yadnya, bercita-cita menjadi sannyasi, mempersembahkan daging kepada leluhur, dan seorang laki-laki yang menurunkan keturunan dengan istri saudaranya”
Dari ayat di atas jelas disebutkan bahwa upacara dengan mengorbankan sapi dilarang untuk jaman Kali. Lagipula pada jaman dahulu para resi yang agung kadang-kadang membunuh sapi yang sudah tua dengan mengucapkan mantra-mantra Weda tetapi dihidupkan kembali dengan mantra menjadi sapi yang lebih muda. Jadi sapinya tidak benar-benar dibunuh. Dan aswamedha-yajna (kurban suci 1000 ekor kuda), dan upacara dengan mengorbankan binatang bukan dimaksud untuk membunuh binatang tersebut, melainkan untuk menguji mantra-mantra Weda dan untuk meningkatkan roh binatang yang dikorbankan menjadi makhluk hidup yang lebih tinggi. Jika tidak berhasil, para Rsi yang melakukan upacara seperti itu mampu menghidupkan kembali binatang yang dikorbankan. Lalu bagaimana dengan sekarang? Upacara kurban kuda dan sapi dilarang karena sulit untuk menemukan para Pandita yang berkualifikasi di jaman ini, yang mampu melihat perjalanan sang atma mencapai kekekalan atau meningkat menjadi mahluk hidup yang lebih tinggi setelah binatang tersebut dikurbankan untuk yadnya, seperti yang disebutkan dalam ayat berikut:
kali-käle taiche çakti nähika brähmaëe
ataeva go-vadha keha nä kare ekhane
(Caitanya Caritamrta, Ädi 17.163)

“Dahulu ada brahmana yang hebat yang mampu membuat percobaan dengan menggunakan mantra-mantra Weda, tetapi sekarang, karena jaman Kali, brahmana tidak begitu mempunyai kehebatan. Oleh kerena itu membunuh sapi betina dan sapi jantan untuk peremajaan lagi dilarang.”
Dalam Manu Smrti, V.44 disebutkan:
ya vidavihita himsa niyata
smimccaracare
ahimsavena tam vidyad
vedaddharmo hinirbabhau

“Ketahuilah bahwa menyakiti mahluk-mahluk bergerak ataupun tidak bergerak yang sudah ditentukan untuk suatu tujuan oleh Weda, bukanlah menyakiti sama sekali, karena dari Wedalah hukum-hukum suci itu asalnya”
Berdasarkan sloka di atas, khusus bagi mereka yang mempersembahkan atau mengorbankan sapi untuk alasan yadnya, Weda yang manakah sebagai sumber hukumnya bahwa sapi diijinkan untuk dikorbankan seperti apa yang dilakukan oleh beberapa orang banyak belakangan ini. Apa namanya melakukan upacara dengan kurban sapi seperti itu dalam Weda? Atau mungkin dalam kitab suci yang lain. Kalaupun mungkin ada disebutkan dalam salah satu lontar yang dipercaya kebenarannya berdasarkan petunjuk yang diwenangkan, lalu lontar mana yang menyebutkan? Dan apakah lontar tersebut sudah sesuai dengan kitab suci Weda? Jikalaupun dalam Weda ada disebutkan upacara kurban sapi (gomedha), setidaknya harus jelas diperhatikan upacara tersebut cocok untuk jaman apa, tujuannya apa, bagaimana tata caranya, dan siapa pelakunya? Bagi mereka yang tidak melaksanakan, apa bukti kerugian mereka? Bagi mereka yang melaksanakan upacara kurban sapi, apa keuntungan yang diperoleh? Sekiranya tidak melaksanakan kurban sapi minimal kita sudah pasti tidak menyakiti mahluk hidup khususnya sapi seperti sloka-sloka di atas, yang sebenarnya apakah tidak bisa diganti dengan binatang yang lain? Atau alangkah sattwamnya jika menggunakan bahan-bahan dari buah-buahan, biji-bijian, sayuran, umbi-umbian dan sebagainya.
Jika kita tidak melaksanakan kurban seperti itu apakah ruginya? Demikian pula jika kita tidak makan daging sapi apa ruginya? Masih banyak ada makanan lain yang bisa dikonsumsi. Kita sangat berbangga melihat saudara-saudara kita umat muslim yang tegas tidak makan babi. Kemudian mengapa kita juga tidak tegas agar tidak makan daging sapi yang mana dalam Weda secara tegas disebutkan bahwa sapi adalah makhluk suci yang dicintai Tuhan seperti mencintai para brahmana.
Perlu diketahui bahwa sapi juga punya dewa penguasa (ratunya) yaitu Surabi. Tuhan senantiasa mendengar permohonan dan doa-doa dari sapi Surabi. Kemudian mengapa kebanyakan sapi tidak memberikan susu berlimpah? Ini adalah akibat kesalahan kita dari jaman yang sudah lama, bahwa sapi betina pun dipekerjakan di sawah atau di ladang bahkan dipecut sehingga kwantitas susunya pun berkurang hanya cukup untuk anak-anaknya. Ini menandakan karunia buat kita berkurang. Menurut Weda, sapi betina tidak boleh dipekerjakan dengan kerja keras seperti di sawah dan ladang atau menarik pedati apalagi diperlakukan dengan kasar. Hanya sapi jantan yang boleh dipekerjakan, itupun tidak boleh diperlakukan dengan kasar atau dengan kekerasan. Inilah kesalahan kita berabad-abad. Seperti halnya pulau Bali sebenarnya tempat yang amat suci karena ada sapi yang asli dari Bali. Demikian pula pulau Jawa. Pulau-pulau ini mirip dengan tanah suci kelahiran Tuhan dan orang-orang suci di India.
Kesalahan yang lebih fatal yang akibatnya seluruh negeri akan kena dampaknya adalah memelihara sapi khusus untuk dipotong. Di dalam Weda sangat dilarang mendirikan rumah potong apalagi rumah potong untuk sapi. Inilah membuat negeri mengalami penderitaan, bukan saja di bumi, bahkan dibawa sampai meninggalkan badan ini.
Mereka yang beruntung lahir sebagai manusia diharapkan sadar akan hal ini. Hukum Weda khususnya sapi berlaku untuk semua manusia. Bukan hanya bagi umat Hindu saja. Di India juga mengalami kemerosotan yaitu dengan menyiksa sapi untuk dikonsumsi dagingnya yang dilakukan oleh beberapa orang-orang yang tidak setia dengan Weda. Sementara pemerintah tidak melarang. Bahkan rumah potong juga berdiri dimana-mana. Dan sebagai akibatnya hampir di seluruh dunia terjadi kekacauan dan sering terjadi bencana dalam berbagai bentuk. Tentu sekarang adalah jaman Kali dimana hampir semua manusia akan digiring ke Neraka dan membunuh sapi adalah salah satu perbuatan yang keji dan kejam. Namun demikian mari kita semua menyadari hal ini sedalam-dalamnya siapapun diantara kita, karena siksaan di Neraka sangat amat berat, dan jika dilahirkan berikutnya akan menjadi mahluk yang rendah dan sangat menderita.
Kita juga bangga terhadap saudara-saudara kita umat Hindu karena hampir semua umat tidak makan daging sapi. Namun demikian kita mohon kerjasamanya agar membantu mensosialisasi kepada seluruh umat siapapun mereka yang dengan sukarela bisa, agar umat manusia bisa hidup dengan kesucian serta bisa menghindari perbuatan yang berdosa yang fatal karena menyakiti sapi. Semoga Tuhan memberikan sinar pencerahan dari dalam hati kita semua.
Marilah kita berpikir dengan bijak! Dengan tidak membunuh sapi, sudah pasti kita tidak akan berdosa, sebaliknya jika kita membunuh sapi walaupun itu atas nama yadnya atau korban suci, kemungkinan kita akan berdosa. Lalu siapa yang akan mempertanggungjawabkan dosa besar ini? Apakah mereka yang mempelopori hal ini? Leluhur kitakah? Tidak ada yang bersedia! Kita sendiri yang akan menanggung dosa akibat perbuatan kita, yang mana akan menggiring kita menuju neraka. Pesan-pesan ini adalah merupakan himbauan. Sekarang tergantung dari kesadaran kita masing-masing karena kita masing-masing pula yang mempertanggungjawabkan perbuatan kita dihadapan Tuhan.
Jangan hanya alasan komoditi memberikan keuntungan secara fisik kemudian menghalalkan segala cara bahkan harus melanggar prinsip-prinsip dharma yang dijelaskan dalam Weda. Adalah tugas para pemimpin Negara untuk mempelopori jika tidak demikian, kerugian akan lebih banyak dan seluruh negeri akan menderita. Lihatlah Arjuna sebelum berperang harus bertanya kepada Tuhan Sri Krishna. Semoga kesadaran yang suci tumbuh dalam hati kita semua.







IBU SELURUH ALAM SEMESTA

A
da pernyataan dalam bahasa Sansekerta yang sangat terkenal yaitu; gaavo vishwasya mataraha santuh pitaraha yang artinya; Sapi adalah ibu seluruh alam semesta dan sapi jantan adalah ayah. Dalam kitab suci agama Hindu yaitu kitab suci Weda juga dijelaskan ada tujuh ibu yaitu, 1. Sapi, 2. ibu kandung, 3. istri guru kerohanian, 4. istri brahmana, 5. istri raja, 6. bumi dan 7. perawat. Jadi dengan demikian sapi adalah salah satu ibu yang harus kita hormati dan sayangi, sehingga umat Hindu khususnya, seharusnya memberikan penghormatan yang besar kepada sapi, karena dengan melindungi dan memuja sapi berpengaruh dalam kehidupan rohani, juga menyelamatkan alam semesta termasuk bumi.
Seorang ibu begitu menyayangi putranya, tanpa mengharapkan imbalan apapun, seorang ibu menyusui dan merawat anak-anaknya. Begitu juga dengan sapi yang merupakan salah satu dari ibu kita. Dia telah banyak membantu dalam pekerjaan kita dan memberikan kita susunya. Layakkah seorang ibu seperti itu kita bunuh? Tidak hanya berdasarkan pertimbangan ini saja. Dalam Kitab Suci Weda pun pembunuhan sapi sangat dilarang.

Di India, tidak hanya para rohaniwan, bahkan masyarakat pada umumnya pun memberikan penghormatan yang besar kepada sapi dan mereka juga tidak memakan daging sapi. Namun sayangnya, kita sebagai manusia belum banyak mengetahui tentang keagungan sapi serta belum memberikan penghormatan yang besar kepada sapi, bahkan tidak jarang yang memukuli sapi, memperlakukannya dengan kasar dan masih banyak umat Hindu di Bali yang memakan daging sapi walaupun atas nama yadnya, sementara sumber hukum/nara sumber dari Weda tidak ditemukan dengan jelas.
Seperti penjelasan di atas dikatakan bahwa sapi adalah salah satu ibu kita, memberikan susunya untuk kita dan bukan untuk dirinya sendiri. Berikut adalah ayat-ayat dalam kitab suci yang menunjukkan kasih sayang sapi kepada kita:
prabhu kahe,—go-dugdha khäo, gäbhé tomära mätä
våña anna upajäya, täte teìho pitä

“Tuhan Sri Caitanya berkata, “Anda meminum susu sapi, oleh karena itu sapi adalah ibu anda. Dan sapi jantan menghasilkan biji-bijian untuk kebutuhan hidup anda; oleh karena itu dia adalah ayah anda.”

(Caitanya Caritamrta Adi 17.153)

pitä-mätä märi’ khäo—ebä kon dharma
kon bale kara tumi e-mata vikarma

“Karena sapi jantan dan sapi betina adalah ayah dan ibu anda, bagaimana bisa anda membunuh dan memakan mereka? Prinsip agama macam apa ini? Dengan kekuatan apa sehingga anda begitu memberanikan diri melakukan kegiatan berdosa semacam itu?”
(Caitanya Caritamrta Adi 17.154)

agavo agmannuta bhadramakrantsidantu gosthe
ramayantvasme prajavatih parurupa iha syurindraya
purvirusaso duhanah

Sapi telah datang, dan dengan kedatangannya kita menjadi sejahtera. Sapi duduk di kandangnya dan memberikan kesenangan pada kita. Sapi-sapi yang dihiasi oleh aneka warna dan anak-anak yang sehat, memberikan susu yang melimpah ruah.
(Rg Weda 6.28.1)

Berdasarkan pada ayat-ayat tersebut di atas, hendaknya kita menghentikan pembunuhan terhadap sapi dan sebaliknya memberikan perlindungan kepada sapi, karena sapi sesungguhnya begitu agung dan memberikan banyak manfaat, namun orang-orang yang tidak tahu berterima kasih telah memperlakukan sapi dengan kasar:
gäà ca dharma-dughäà dénäà
bhåçaà çüdra-padähatäm
vivatsäm äçru-vadanäà
kñämäà yavasam icchatém

(Bhagavata-purana 1.17.3)

“Walaupun Sapi bermanfaat karena orang bisa mengambil prinsip-prinsip keagamaan darinya. Tetapi sekarang dia sangat malang dan tidak mempunyai anak. Kakinya dipukuli oleh seorang sudra, Ada air mata di matanya dan dia sangat menderita dan lemah. Dia kemudian berminat dengan rumput di padang”.

Demikianlah penderitaan sapi, ibu yang mulia yang telah memberikan kita kesejahteraan. Dipaksa bekerja berat, dipukuli dan anak-anaknya di jual ke rumah potong. Teganya kita berlaku kasar seperti ini pada seorang ibu. Teganya kita membunuh ibu sendiri. Lalu apa kata kitab suci mengenai semua ini?
Larangan pembunuhan sapi dalam kitab suci Weda:
are te goghnamuta purusaghnam
(Dalam Rg Weda)

apa katanya hendaknya senjatamu bukan untuk membunuh sapi dan manusia.

duhamasvibhyam payo aghnyeyam sa vardhatam mahate saubhagaya
(Rg Weda 1.164.27)

Sapi ini yang tidak boleh dibunuh, mempersembahkan susu kepada Dewa Asvini dan dia berkembang demi keuntungan kita.

suyavasadbhagavati hi bhuyo atho
vayam bhagavantah syama
adhi trnamaghnye visvadanim
piba sudhamudakamacaranti
(Rg Weda 1.164.40)

Dengan memakan rumput yang baik, sapi menjadi beruntung, dan semoga dari sapi yang beruntung tersebut kita juga menjadi beruntung atau menjadi kaya. Wahai sapi yang tidak boleh dibunuh…, hendaklah engkau selalu memakan rumput utama dan di waktu pulang kandang hendaknya engkau meminum air bersih jernih.

Sapi dilindungi oleh Tuhan
Demikianlah Sapi memberikan keuntungan kepada kita baik secara material maupun untuk kentungan rohani. Sapi adalah ibu yang telah memberikan kita susu dan dengan melindungi sapi kita akan mendapatkan manfaat secara rohani karena Tuhan Sri Krishna sendiri yang juga dikenal sebagai Gopala adalah Pelindung sapi seperti yang disebut dalam ayat berikut:
namo brahmaëya-deväya
go-brähmaëa-hitäya ca
jagad-dhitäya kåñëäya
govindäya namo namaù
(Viñëu Puräëa 1.19.65)

"Tuhan, Anda adalah gembala sapi-sapi dan pelindung para brahmana, dan Anda adalah yang mengharapkan kesejahteraan seluruh umat manusia dan seluruh dunia.”

çré-çuka uväca
go-vipra-sura-sädhünäà
chandasäm api ceçvaraù
rakñäm icchaàs tanür dhatte
dharmasyärthasya caiva hi
(Srimad Bhagavatam 8.24.5)

“Sri Sukadeva Gosvami berkata: O Raja, demi memberikan perlindungan kepada sapi-sapi, para brahmana, para dewa, para penyembah, kitab suci Weda, prinsip-prinsip keagamaan, dan prinsip-prinsip untuk memenuhi tujuan kehidupan, Tuhan Yang Maha Esa menerima berbagai bentuk inkarnasi.”

Dalam Bhagavad-gita Sri Krishna juga menekankan pentingnya perlindungan terhadap sapi:
kåñi-go-rakñya-väëijyaà vaiçya-karma svabhäva-jam
paricaryätmakaà karma çüdrasyäpi svabhäva-jam
(Bhagavad-gita 18.44)

“Pertanian, melindungi sapi dan perdagangan adalah pekerjaan yang wajar bagi para vaisya, dan bagi para sudra ada pekerjaan buruh dan pengabdian kepada orang lain.”

Akibat dari menyakiti sapi dan binatang lainnya
tomarä jéyäite nära,—vadha-mätra sära
naraka ha-ite tomära nähika nistära
(Caitanya Caritamrta, Ädi 17.165)

“Karena kalian tidak bisa membuat sapi yang telah dibunuh hidup kembali, kalian bertanggung jawab terhadap pembunuhan mereka. Oleh karena itu kamu akan pergi ke Neraka, tidak ada cara bagi pembebasanmu”.
(Sabda Tuhan Sri Caitanya kepada Raja Chand Kazi)

go-aìge yata loma, tata sahasra vatsara
go-vadhé raurava-madhye pace nirantara
(Caitanya Caritamrta, Ädi 17.166)

“Pembunuh sapi dikutuk untuk menjadi busuk dalam kehidupan Neraka selama beribu-ribu tahun sebanyak bulu-bulu pada badan sapi.”

yavanti pacuramani tavat
kritvo ha manaram
vritha pacughnah prapnoti
pretya janmani janmani
(Manu Smrti, V.38)

Seberapa jumlah bulu dari binatang yang disembelih tanpa alasan yang sesuai dengan hukum, sekian kalilah yang membunuh itu akan menderita kematian tidak wajar dalam kelahiran-kelahiran yang akan datang.

yo himsakani bhutani hinastyatmasukhecchaya
sa jiwamcca mritaccaiwa na kwacitsukhamedhate
(Manu Smrti, V.45)

“Ia yang melukai makhluk-makhluk tidak berdaya dengan maksud mendapatkan kepuasan untuk dirinya sendiri, orang itu tidak akan pernah merasakan kebahagiaan, selalu berada dalam keadaan tidak hidup, tidak pula mati.

yo bhandana wadha kelcan praninam na cikirsati
sa sarwasya hitaprepsuh sukhamatyantamacnute
(Manu Smrti, V.46)

“Ia yang tidak menyebabkan penderitaan dalam belenggu atau kematiannya makhluk-makhluk hidup tetapi menginginkan keselamatan pada semua makhluk, ia mendapat kebahagiaan yang tanpa akhir.”
yaddhyayati yatkurute dhritim bandhnati yatra ca
tadawapnotyayanena yo hi nasti na kimcana
(Manu Smrti, V.47)

“Ia yang tidak menyakiti makhluk apapun, mencapai tanpa usaha berat, segala apa yang dipikirkan, apa yang dikerjakan dan apa yang dicita-citakannya.”

anumanta wicasita nihanta krayawikrayi
samskarta copaharta ca khadakacceti ghatakah

“Ia yang mengijinkan penyembelihan seekor hewan, ia yang memotongnya, ia yang membunuhnya, ia yang membeli dan menjualnya, ia yang memasaknya, ia yang menyuguhkannya, semuanya itu patut dianggap sebagai pembunuh-pembunuh binatang.”
(Manu Smrti, V.51)
Larangan korban sapi pada jaman Kali
Dalam Caitanya Caritamrta, Ädi 17.164, yang dikutip dari Brahma-vaivarta Purana (Krsna-janma-khanda 185.180), ada lima (5) perbuatan yang dilarang untuk dilakukan di jaman Kali ini sebagai berikut:
açvamedhaà gavälambhaà
sannyäsaà pala-paitåkam
devareëa sutotpattià
kalau païca vivarjayet

“Di jaman Kali ini, lima kegiatan yang dilarang yaitu: mengorbankan kuda dalam upacara yadnya, mengorbankan sapi dalam upacara yadnya, bercita-cita menjadi sannyasi, mempersembahkan daging kepada leluhur, dan seorang laki-laki yang menurunkan keturunan dengan istri saudaranya”
Dari ayat di atas jelas disebutkan bahwa upacara dengan mengorbankan sapi dilarang untuk jaman Kali. Lagipula pada jaman dahulu para resi yang agung kadang-kadang membunuh sapi yang sudah tua dengan mengucapkan mantra-mantra Weda tetapi dihidupkan kembali dengan mantra menjadi sapi yang lebih muda. Jadi sapinya tidak benar-benar dibunuh. Dan aswamedha-yajna (kurban suci 1000 ekor kuda), dan upacara dengan mengorbankan binatang bukan dimaksud untuk membunuh binatang tersebut, melainkan untuk menguji mantra-mantra Weda dan untuk meningkatkan roh binatang yang dikorbankan menjadi makhluk hidup yang lebih tinggi. Jika tidak berhasil, para Rsi yang melakukan upacara seperti itu mampu menghidupkan kembali binatang yang dikorbankan. Lalu bagaimana dengan sekarang? Upacara kurban kuda dan sapi dilarang karena sulit untuk menemukan para Pandita yang berkualifikasi di jaman ini, yang mampu melihat perjalanan sang atma mencapai kekekalan atau meningkat menjadi mahluk hidup yang lebih tinggi setelah binatang tersebut dikurbankan untuk yadnya, seperti yang disebutkan dalam ayat berikut:
kali-käle taiche çakti nähika brähmaëe
ataeva go-vadha keha nä kare ekhane
(Caitanya Caritamrta, Ädi 17.163)

“Dahulu ada brahmana yang hebat yang mampu membuat percobaan dengan menggunakan mantra-mantra Weda, tetapi sekarang, karena jaman Kali, brahmana tidak begitu mempunyai kehebatan. Oleh kerena itu membunuh sapi betina dan sapi jantan untuk peremajaan lagi dilarang.”
Dalam Manu Smrti, V.44 disebutkan:
ya vidavihita himsa niyata
smimccaracare
ahimsavena tam vidyad
vedaddharmo hinirbabhau

“Ketahuilah bahwa menyakiti mahluk-mahluk bergerak ataupun tidak bergerak yang sudah ditentukan untuk suatu tujuan oleh Weda, bukanlah menyakiti sama sekali, karena dari Wedalah hukum-hukum suci itu asalnya”
Berdasarkan sloka di atas, khusus bagi mereka yang mempersembahkan atau mengorbankan sapi untuk alasan yadnya, Weda yang manakah sebagai sumber hukumnya bahwa sapi diijinkan untuk dikorbankan seperti apa yang dilakukan oleh beberapa orang banyak belakangan ini. Apa namanya melakukan upacara dengan kurban sapi seperti itu dalam Weda? Atau mungkin dalam kitab suci yang lain. Kalaupun mungkin ada disebutkan dalam salah satu lontar yang dipercaya kebenarannya berdasarkan petunjuk yang diwenangkan, lalu lontar mana yang menyebutkan? Dan apakah lontar tersebut sudah sesuai dengan kitab suci Weda? Jikalaupun dalam Weda ada disebutkan upacara kurban sapi (gomedha), setidaknya harus jelas diperhatikan upacara tersebut cocok untuk jaman apa, tujuannya apa, bagaimana tata caranya, dan siapa pelakunya? Bagi mereka yang tidak melaksanakan, apa bukti kerugian mereka? Bagi mereka yang melaksanakan upacara kurban sapi, apa keuntungan yang diperoleh? Sekiranya tidak melaksanakan kurban sapi minimal kita sudah pasti tidak menyakiti mahluk hidup khususnya sapi seperti sloka-sloka di atas, yang sebenarnya apakah tidak bisa diganti dengan binatang yang lain? Atau alangkah sattwamnya jika menggunakan bahan-bahan dari buah-buahan, biji-bijian, sayuran, umbi-umbian dan sebagainya.
Jika kita tidak melaksanakan kurban seperti itu apakah ruginya? Demikian pula jika kita tidak makan daging sapi apa ruginya? Masih banyak ada makanan lain yang bisa dikonsumsi. Kita sangat berbangga melihat saudara-saudara kita umat muslim yang tegas tidak makan babi. Kemudian mengapa kita juga tidak tegas agar tidak makan daging sapi yang mana dalam Weda secara tegas disebutkan bahwa sapi adalah makhluk suci yang dicintai Tuhan seperti mencintai para brahmana.
Perlu diketahui bahwa sapi juga punya dewa penguasa (ratunya) yaitu Surabi. Tuhan senantiasa mendengar permohonan dan doa-doa dari sapi Surabi. Kemudian mengapa kebanyakan sapi tidak memberikan susu berlimpah? Ini adalah akibat kesalahan kita dari jaman yang sudah lama, bahwa sapi betina pun dipekerjakan di sawah atau di ladang bahkan dipecut sehingga kwantitas susunya pun berkurang hanya cukup untuk anak-anaknya. Ini menandakan karunia buat kita berkurang. Menurut Weda, sapi betina tidak boleh dipekerjakan dengan kerja keras seperti di sawah dan ladang atau menarik pedati apalagi diperlakukan dengan kasar. Hanya sapi jantan yang boleh dipekerjakan, itupun tidak boleh diperlakukan dengan kasar atau dengan kekerasan. Inilah kesalahan kita berabad-abad. Seperti halnya pulau Bali sebenarnya tempat yang amat suci karena ada sapi yang asli dari Bali. Demikian pula pulau Jawa. Pulau-pulau ini mirip dengan tanah suci kelahiran Tuhan dan orang-orang suci di India.
Kesalahan yang lebih fatal yang akibatnya seluruh negeri akan kena dampaknya adalah memelihara sapi khusus untuk dipotong. Di dalam Weda sangat dilarang mendirikan rumah potong apalagi rumah potong untuk sapi. Inilah membuat negeri mengalami penderitaan, bukan saja di bumi, bahkan dibawa sampai meninggalkan badan ini.
Mereka yang beruntung lahir sebagai manusia diharapkan sadar akan hal ini. Hukum Weda khususnya sapi berlaku untuk semua manusia. Bukan hanya bagi umat Hindu saja. Di India juga mengalami kemerosotan yaitu dengan menyiksa sapi untuk dikonsumsi dagingnya yang dilakukan oleh beberapa orang-orang yang tidak setia dengan Weda. Sementara pemerintah tidak melarang. Bahkan rumah potong juga berdiri dimana-mana. Dan sebagai akibatnya hampir di seluruh dunia terjadi kekacauan dan sering terjadi bencana dalam berbagai bentuk. Tentu sekarang adalah jaman Kali dimana hampir semua manusia akan digiring ke Neraka dan membunuh sapi adalah salah satu perbuatan yang keji dan kejam. Namun demikian mari kita semua menyadari hal ini sedalam-dalamnya siapapun diantara kita, karena siksaan di Neraka sangat amat berat, dan jika dilahirkan berikutnya akan menjadi mahluk yang rendah dan sangat menderita.
Kita juga bangga terhadap saudara-saudara kita umat Hindu karena hampir semua umat tidak makan daging sapi. Namun demikian kita mohon kerjasamanya agar membantu mensosialisasi kepada seluruh umat siapapun mereka yang dengan sukarela bisa, agar umat manusia bisa hidup dengan kesucian serta bisa menghindari perbuatan yang berdosa yang fatal karena menyakiti sapi. Semoga Tuhan memberikan sinar pencerahan dari dalam hati kita semua.
Marilah kita berpikir dengan bijak! Dengan tidak membunuh sapi, sudah pasti kita tidak akan berdosa, sebaliknya jika kita membunuh sapi walaupun itu atas nama yadnya atau korban suci, kemungkinan kita akan berdosa. Lalu siapa yang akan mempertanggungjawabkan dosa besar ini? Apakah mereka yang mempelopori hal ini? Leluhur kitakah? Tidak ada yang bersedia! Kita sendiri yang akan menanggung dosa akibat perbuatan kita, yang mana akan menggiring kita menuju neraka. Pesan-pesan ini adalah merupakan himbauan. Sekarang tergantung dari kesadaran kita masing-masing karena kita masing-masing pula yang mempertanggungjawabkan perbuatan kita dihadapan Tuhan.
Jangan hanya alasan komoditi memberikan keuntungan secara fisik kemudian menghalalkan segala cara bahkan harus melanggar prinsip-prinsip dharma yang dijelaskan dalam Weda. Adalah tugas para pemimpin Negara untuk mempelopori jika tidak demikian, kerugian akan lebih banyak dan seluruh negeri akan menderita. Lihatlah Arjuna sebelum berperang harus bertanya kepada Tuhan Sri Krishna. Semoga kesadaran yang suci tumbuh dalam hati kita semua.







IBU SELURUH ALAM SEMESTA

A
da pernyataan dalam bahasa Sansekerta yang sangat terkenal yaitu; gaavo vishwasya mataraha santuh pitaraha yang artinya; Sapi adalah ibu seluruh alam semesta dan sapi jantan adalah ayah. Dalam kitab suci agama Hindu yaitu kitab suci Weda juga dijelaskan ada tujuh ibu yaitu, 1. Sapi, 2. ibu kandung, 3. istri guru kerohanian, 4. istri brahmana, 5. istri raja, 6. bumi dan 7. perawat. Jadi dengan demikian sapi adalah salah satu ibu yang harus kita hormati dan sayangi, sehingga umat Hindu khususnya, seharusnya memberikan penghormatan yang besar kepada sapi, karena dengan melindungi dan memuja sapi berpengaruh dalam kehidupan rohani, juga menyelamatkan alam semesta termasuk bumi.
Seorang ibu begitu menyayangi putranya, tanpa mengharapkan imbalan apapun, seorang ibu menyusui dan merawat anak-anaknya. Begitu juga dengan sapi yang merupakan salah satu dari ibu kita. Dia telah banyak membantu dalam pekerjaan kita dan memberikan kita susunya. Layakkah seorang ibu seperti itu kita bunuh? Tidak hanya berdasarkan pertimbangan ini saja. Dalam Kitab Suci Weda pun pembunuhan sapi sangat dilarang.

Di India, tidak hanya para rohaniwan, bahkan masyarakat pada umumnya pun memberikan penghormatan yang besar kepada sapi dan mereka juga tidak memakan daging sapi. Namun sayangnya, kita sebagai manusia belum banyak mengetahui tentang keagungan sapi serta belum memberikan penghormatan yang besar kepada sapi, bahkan tidak jarang yang memukuli sapi, memperlakukannya dengan kasar dan masih banyak umat Hindu di Bali yang memakan daging sapi walaupun atas nama yadnya, sementara sumber hukum/nara sumber dari Weda tidak ditemukan dengan jelas.
Seperti penjelasan di atas dikatakan bahwa sapi adalah salah satu ibu kita, memberikan susunya untuk kita dan bukan untuk dirinya sendiri. Berikut adalah ayat-ayat dalam kitab suci yang menunjukkan kasih sayang sapi kepada kita:
prabhu kahe,—go-dugdha khäo, gäbhé tomära mätä
våña anna upajäya, täte teìho pitä

“Tuhan Sri Caitanya berkata, “Anda meminum susu sapi, oleh karena itu sapi adalah ibu anda. Dan sapi jantan menghasilkan biji-bijian untuk kebutuhan hidup anda; oleh karena itu dia adalah ayah anda.”

(Caitanya Caritamrta Adi 17.153)

pitä-mätä märi’ khäo—ebä kon dharma
kon bale kara tumi e-mata vikarma

“Karena sapi jantan dan sapi betina adalah ayah dan ibu anda, bagaimana bisa anda membunuh dan memakan mereka? Prinsip agama macam apa ini? Dengan kekuatan apa sehingga anda begitu memberanikan diri melakukan kegiatan berdosa semacam itu?”
(Caitanya Caritamrta Adi 17.154)

agavo agmannuta bhadramakrantsidantu gosthe
ramayantvasme prajavatih parurupa iha syurindraya
purvirusaso duhanah

Sapi telah datang, dan dengan kedatangannya kita menjadi sejahtera. Sapi duduk di kandangnya dan memberikan kesenangan pada kita. Sapi-sapi yang dihiasi oleh aneka warna dan anak-anak yang sehat, memberikan susu yang melimpah ruah.
(Rg Weda 6.28.1)

Berdasarkan pada ayat-ayat tersebut di atas, hendaknya kita menghentikan pembunuhan terhadap sapi dan sebaliknya memberikan perlindungan kepada sapi, karena sapi sesungguhnya begitu agung dan memberikan banyak manfaat, namun orang-orang yang tidak tahu berterima kasih telah memperlakukan sapi dengan kasar:
gäà ca dharma-dughäà dénäà
bhåçaà çüdra-padähatäm
vivatsäm äçru-vadanäà
kñämäà yavasam icchatém

(Bhagavata-purana 1.17.3)

“Walaupun Sapi bermanfaat karena orang bisa mengambil prinsip-prinsip keagamaan darinya. Tetapi sekarang dia sangat malang dan tidak mempunyai anak. Kakinya dipukuli oleh seorang sudra, Ada air mata di matanya dan dia sangat menderita dan lemah. Dia kemudian berminat dengan rumput di padang”.

Demikianlah penderitaan sapi, ibu yang mulia yang telah memberikan kita kesejahteraan. Dipaksa bekerja berat, dipukuli dan anak-anaknya di jual ke rumah potong. Teganya kita berlaku kasar seperti ini pada seorang ibu. Teganya kita membunuh ibu sendiri. Lalu apa kata kitab suci mengenai semua ini?
Larangan pembunuhan sapi dalam kitab suci Weda:
are te goghnamuta purusaghnam
(Dalam Rg Weda)

apa katanya hendaknya senjatamu bukan untuk membunuh sapi dan manusia.

duhamasvibhyam payo aghnyeyam sa vardhatam mahate saubhagaya
(Rg Weda 1.164.27)

Sapi ini yang tidak boleh dibunuh, mempersembahkan susu kepada Dewa Asvini dan dia berkembang demi keuntungan kita.

suyavasadbhagavati hi bhuyo atho
vayam bhagavantah syama
adhi trnamaghnye visvadanim
piba sudhamudakamacaranti
(Rg Weda 1.164.40)

Dengan memakan rumput yang baik, sapi menjadi beruntung, dan semoga dari sapi yang beruntung tersebut kita juga menjadi beruntung atau menjadi kaya. Wahai sapi yang tidak boleh dibunuh…, hendaklah engkau selalu memakan rumput utama dan di waktu pulang kandang hendaknya engkau meminum air bersih jernih.

Sapi dilindungi oleh Tuhan
Demikianlah Sapi memberikan keuntungan kepada kita baik secara material maupun untuk kentungan rohani. Sapi adalah ibu yang telah memberikan kita susu dan dengan melindungi sapi kita akan mendapatkan manfaat secara rohani karena Tuhan Sri Krishna sendiri yang juga dikenal sebagai Gopala adalah Pelindung sapi seperti yang disebut dalam ayat berikut:
namo brahmaëya-deväya
go-brähmaëa-hitäya ca
jagad-dhitäya kåñëäya
govindäya namo namaù
(Viñëu Puräëa 1.19.65)

"Tuhan, Anda adalah gembala sapi-sapi dan pelindung para brahmana, dan Anda adalah yang mengharapkan kesejahteraan seluruh umat manusia dan seluruh dunia.”

çré-çuka uväca
go-vipra-sura-sädhünäà
chandasäm api ceçvaraù
rakñäm icchaàs tanür dhatte
dharmasyärthasya caiva hi
(Srimad Bhagavatam 8.24.5)

“Sri Sukadeva Gosvami berkata: O Raja, demi memberikan perlindungan kepada sapi-sapi, para brahmana, para dewa, para penyembah, kitab suci Weda, prinsip-prinsip keagamaan, dan prinsip-prinsip untuk memenuhi tujuan kehidupan, Tuhan Yang Maha Esa menerima berbagai bentuk inkarnasi.”

Dalam Bhagavad-gita Sri Krishna juga menekankan pentingnya perlindungan terhadap sapi:
kåñi-go-rakñya-väëijyaà vaiçya-karma svabhäva-jam
paricaryätmakaà karma çüdrasyäpi svabhäva-jam
(Bhagavad-gita 18.44)

“Pertanian, melindungi sapi dan perdagangan adalah pekerjaan yang wajar bagi para vaisya, dan bagi para sudra ada pekerjaan buruh dan pengabdian kepada orang lain.”

Akibat dari menyakiti sapi dan binatang lainnya
tomarä jéyäite nära,—vadha-mätra sära
naraka ha-ite tomära nähika nistära
(Caitanya Caritamrta, Ädi 17.165)

“Karena kalian tidak bisa membuat sapi yang telah dibunuh hidup kembali, kalian bertanggung jawab terhadap pembunuhan mereka. Oleh karena itu kamu akan pergi ke Neraka, tidak ada cara bagi pembebasanmu”.
(Sabda Tuhan Sri Caitanya kepada Raja Chand Kazi)

go-aìge yata loma, tata sahasra vatsara
go-vadhé raurava-madhye pace nirantara
(Caitanya Caritamrta, Ädi 17.166)

“Pembunuh sapi dikutuk untuk menjadi busuk dalam kehidupan Neraka selama beribu-ribu tahun sebanyak bulu-bulu pada badan sapi.”

yavanti pacuramani tavat
kritvo ha manaram
vritha pacughnah prapnoti
pretya janmani janmani
(Manu Smrti, V.38)

Seberapa jumlah bulu dari binatang yang disembelih tanpa alasan yang sesuai dengan hukum, sekian kalilah yang membunuh itu akan menderita kematian tidak wajar dalam kelahiran-kelahiran yang akan datang.

yo himsakani bhutani hinastyatmasukhecchaya
sa jiwamcca mritaccaiwa na kwacitsukhamedhate
(Manu Smrti, V.45)

“Ia yang melukai makhluk-makhluk tidak berdaya dengan maksud mendapatkan kepuasan untuk dirinya sendiri, orang itu tidak akan pernah merasakan kebahagiaan, selalu berada dalam keadaan tidak hidup, tidak pula mati.

yo bhandana wadha kelcan praninam na cikirsati
sa sarwasya hitaprepsuh sukhamatyantamacnute
(Manu Smrti, V.46)

“Ia yang tidak menyebabkan penderitaan dalam belenggu atau kematiannya makhluk-makhluk hidup tetapi menginginkan keselamatan pada semua makhluk, ia mendapat kebahagiaan yang tanpa akhir.”
yaddhyayati yatkurute dhritim bandhnati yatra ca
tadawapnotyayanena yo hi nasti na kimcana
(Manu Smrti, V.47)

“Ia yang tidak menyakiti makhluk apapun, mencapai tanpa usaha berat, segala apa yang dipikirkan, apa yang dikerjakan dan apa yang dicita-citakannya.”

anumanta wicasita nihanta krayawikrayi
samskarta copaharta ca khadakacceti ghatakah

“Ia yang mengijinkan penyembelihan seekor hewan, ia yang memotongnya, ia yang membunuhnya, ia yang membeli dan menjualnya, ia yang memasaknya, ia yang menyuguhkannya, semuanya itu patut dianggap sebagai pembunuh-pembunuh binatang.”
(Manu Smrti, V.51)
Larangan korban sapi pada jaman Kali
Dalam Caitanya Caritamrta, Ädi 17.164, yang dikutip dari Brahma-vaivarta Purana (Krsna-janma-khanda 185.180), ada lima (5) perbuatan yang dilarang untuk dilakukan di jaman Kali ini sebagai berikut:
açvamedhaà gavälambhaà
sannyäsaà pala-paitåkam
devareëa sutotpattià
kalau païca vivarjayet

“Di jaman Kali ini, lima kegiatan yang dilarang yaitu: mengorbankan kuda dalam upacara yadnya, mengorbankan sapi dalam upacara yadnya, bercita-cita menjadi sannyasi, mempersembahkan daging kepada leluhur, dan seorang laki-laki yang menurunkan keturunan dengan istri saudaranya”
Dari ayat di atas jelas disebutkan bahwa upacara dengan mengorbankan sapi dilarang untuk jaman Kali. Lagipula pada jaman dahulu para resi yang agung kadang-kadang membunuh sapi yang sudah tua dengan mengucapkan mantra-mantra Weda tetapi dihidupkan kembali dengan mantra menjadi sapi yang lebih muda. Jadi sapinya tidak benar-benar dibunuh. Dan aswamedha-yajna (kurban suci 1000 ekor kuda), dan upacara dengan mengorbankan binatang bukan dimaksud untuk membunuh binatang tersebut, melainkan untuk menguji mantra-mantra Weda dan untuk meningkatkan roh binatang yang dikorbankan menjadi makhluk hidup yang lebih tinggi. Jika tidak berhasil, para Rsi yang melakukan upacara seperti itu mampu menghidupkan kembali binatang yang dikorbankan. Lalu bagaimana dengan sekarang? Upacara kurban kuda dan sapi dilarang karena sulit untuk menemukan para Pandita yang berkualifikasi di jaman ini, yang mampu melihat perjalanan sang atma mencapai kekekalan atau meningkat menjadi mahluk hidup yang lebih tinggi setelah binatang tersebut dikurbankan untuk yadnya, seperti yang disebutkan dalam ayat berikut:
kali-käle taiche çakti nähika brähmaëe
ataeva go-vadha keha nä kare ekhane
(Caitanya Caritamrta, Ädi 17.163)

“Dahulu ada brahmana yang hebat yang mampu membuat percobaan dengan menggunakan mantra-mantra Weda, tetapi sekarang, karena jaman Kali, brahmana tidak begitu mempunyai kehebatan. Oleh kerena itu membunuh sapi betina dan sapi jantan untuk peremajaan lagi dilarang.”
Dalam Manu Smrti, V.44 disebutkan:
ya vidavihita himsa niyata
smimccaracare
ahimsavena tam vidyad
vedaddharmo hinirbabhau

“Ketahuilah bahwa menyakiti mahluk-mahluk bergerak ataupun tidak bergerak yang sudah ditentukan untuk suatu tujuan oleh Weda, bukanlah menyakiti sama sekali, karena dari Wedalah hukum-hukum suci itu asalnya”
Berdasarkan sloka di atas, khusus bagi mereka yang mempersembahkan atau mengorbankan sapi untuk alasan yadnya, Weda yang manakah sebagai sumber hukumnya bahwa sapi diijinkan untuk dikorbankan seperti apa yang dilakukan oleh beberapa orang banyak belakangan ini. Apa namanya melakukan upacara dengan kurban sapi seperti itu dalam Weda? Atau mungkin dalam kitab suci yang lain. Kalaupun mungkin ada disebutkan dalam salah satu lontar yang dipercaya kebenarannya berdasarkan petunjuk yang diwenangkan, lalu lontar mana yang menyebutkan? Dan apakah lontar tersebut sudah sesuai dengan kitab suci Weda? Jikalaupun dalam Weda ada disebutkan upacara kurban sapi (gomedha), setidaknya harus jelas diperhatikan upacara tersebut cocok untuk jaman apa, tujuannya apa, bagaimana tata caranya, dan siapa pelakunya? Bagi mereka yang tidak melaksanakan, apa bukti kerugian mereka? Bagi mereka yang melaksanakan upacara kurban sapi, apa keuntungan yang diperoleh? Sekiranya tidak melaksanakan kurban sapi minimal kita sudah pasti tidak menyakiti mahluk hidup khususnya sapi seperti sloka-sloka di atas, yang sebenarnya apakah tidak bisa diganti dengan binatang yang lain? Atau alangkah sattwamnya jika menggunakan bahan-bahan dari buah-buahan, biji-bijian, sayuran, umbi-umbian dan sebagainya.
Jika kita tidak melaksanakan kurban seperti itu apakah ruginya? Demikian pula jika kita tidak makan daging sapi apa ruginya? Masih banyak ada makanan lain yang bisa dikonsumsi. Kita sangat berbangga melihat saudara-saudara kita umat muslim yang tegas tidak makan babi. Kemudian mengapa kita juga tidak tegas agar tidak makan daging sapi yang mana dalam Weda secara tegas disebutkan bahwa sapi adalah makhluk suci yang dicintai Tuhan seperti mencintai para brahmana.
Perlu diketahui bahwa sapi juga punya dewa penguasa (ratunya) yaitu Surabi. Tuhan senantiasa mendengar permohonan dan doa-doa dari sapi Surabi. Kemudian mengapa kebanyakan sapi tidak memberikan susu berlimpah? Ini adalah akibat kesalahan kita dari jaman yang sudah lama, bahwa sapi betina pun dipekerjakan di sawah atau di ladang bahkan dipecut sehingga kwantitas susunya pun berkurang hanya cukup untuk anak-anaknya. Ini menandakan karunia buat kita berkurang. Menurut Weda, sapi betina tidak boleh dipekerjakan dengan kerja keras seperti di sawah dan ladang atau menarik pedati apalagi diperlakukan dengan kasar. Hanya sapi jantan yang boleh dipekerjakan, itupun tidak boleh diperlakukan dengan kasar atau dengan kekerasan. Inilah kesalahan kita berabad-abad. Seperti halnya pulau Bali sebenarnya tempat yang amat suci karena ada sapi yang asli dari Bali. Demikian pula pulau Jawa. Pulau-pulau ini mirip dengan tanah suci kelahiran Tuhan dan orang-orang suci di India.
Kesalahan yang lebih fatal yang akibatnya seluruh negeri akan kena dampaknya adalah memelihara sapi khusus untuk dipotong. Di dalam Weda sangat dilarang mendirikan rumah potong apalagi rumah potong untuk sapi. Inilah membuat negeri mengalami penderitaan, bukan saja di bumi, bahkan dibawa sampai meninggalkan badan ini.
Mereka yang beruntung lahir sebagai manusia diharapkan sadar akan hal ini. Hukum Weda khususnya sapi berlaku untuk semua manusia. Bukan hanya bagi umat Hindu saja. Di India juga mengalami kemerosotan yaitu dengan menyiksa sapi untuk dikonsumsi dagingnya yang dilakukan oleh beberapa orang-orang yang tidak setia dengan Weda. Sementara pemerintah tidak melarang. Bahkan rumah potong juga berdiri dimana-mana. Dan sebagai akibatnya hampir di seluruh dunia terjadi kekacauan dan sering terjadi bencana dalam berbagai bentuk. Tentu sekarang adalah jaman Kali dimana hampir semua manusia akan digiring ke Neraka dan membunuh sapi adalah salah satu perbuatan yang keji dan kejam. Namun demikian mari kita semua menyadari hal ini sedalam-dalamnya siapapun diantara kita, karena siksaan di Neraka sangat amat berat, dan jika dilahirkan berikutnya akan menjadi mahluk yang rendah dan sangat menderita.
Kita juga bangga terhadap saudara-saudara kita umat Hindu karena hampir semua umat tidak makan daging sapi. Namun demikian kita mohon kerjasamanya agar membantu mensosialisasi kepada seluruh umat siapapun mereka yang dengan sukarela bisa, agar umat manusia bisa hidup dengan kesucian serta bisa menghindari perbuatan yang berdosa yang fatal karena menyakiti sapi. Semoga Tuhan memberikan sinar pencerahan dari dalam hati kita semua.
Marilah kita berpikir dengan bijak! Dengan tidak membunuh sapi, sudah pasti kita tidak akan berdosa, sebaliknya jika kita membunuh sapi walaupun itu atas nama yadnya atau korban suci, kemungkinan kita akan berdosa. Lalu siapa yang akan mempertanggungjawabkan dosa besar ini? Apakah mereka yang mempelopori hal ini? Leluhur kitakah? Tidak ada yang bersedia! Kita sendiri yang akan menanggung dosa akibat perbuatan kita, yang mana akan menggiring kita menuju neraka. Pesan-pesan ini adalah merupakan himbauan. Sekarang tergantung dari kesadaran kita masing-masing karena kita masing-masing pula yang mempertanggungjawabkan perbuatan kita dihadapan Tuhan.
Jangan hanya alasan komoditi memberikan keuntungan secara fisik kemudian menghalalkan segala cara bahkan harus melanggar prinsip-prinsip dharma yang dijelaskan dalam Weda. Adalah tugas para pemimpin Negara untuk mempelopori jika tidak demikian, kerugian akan lebih banyak dan seluruh negeri akan menderita. Lihatlah Arjuna sebelum berperang harus bertanya kepada Tuhan Sri Krishna. Semoga kesadaran yang suci tumbuh dalam hati kita semua.











IBU SELURUH ALAM SEMESTA

A
da pernyataan dalam bahasa Sansekerta yang sangat terkenal yaitu; gaavo vishwasya mataraha santuh pitaraha yang artinya; Sapi adalah ibu seluruh alam semesta dan sapi jantan adalah ayah. Dalam kitab suci agama Hindu yaitu kitab suci Weda juga dijelaskan ada tujuh ibu yaitu, 1. Sapi, 2. ibu kandung, 3. istri guru kerohanian, 4. istri brahmana, 5. istri raja, 6. bumi dan 7. perawat. Jadi dengan demikian sapi adalah salah satu ibu yang harus kita hormati dan sayangi, sehingga umat Hindu khususnya, seharusnya memberikan penghormatan yang besar kepada sapi, karena dengan melindungi dan memuja sapi berpengaruh dalam kehidupan rohani, juga menyelamatkan alam semesta termasuk bumi.
Seorang ibu begitu menyayangi putranya, tanpa mengharapkan imbalan apapun, seorang ibu menyusui dan merawat anak-anaknya. Begitu juga dengan sapi yang merupakan salah satu dari ibu kita. Dia telah banyak membantu dalam pekerjaan kita dan memberikan kita susunya. Layakkah seorang ibu seperti itu kita bunuh? Tidak hanya berdasarkan pertimbangan ini saja. Dalam Kitab Suci Weda pun pembunuhan sapi sangat dilarang.

Di India, tidak hanya para rohaniwan, bahkan masyarakat pada umumnya pun memberikan penghormatan yang besar kepada sapi dan mereka juga tidak memakan daging sapi. Namun sayangnya, kita sebagai manusia belum banyak mengetahui tentang keagungan sapi serta belum memberikan penghormatan yang besar kepada sapi, bahkan tidak jarang yang memukuli sapi, memperlakukannya dengan kasar dan masih banyak umat Hindu di Bali yang memakan daging sapi walaupun atas nama yadnya, sementara sumber hukum/nara sumber dari Weda tidak ditemukan dengan jelas.
Seperti penjelasan di atas dikatakan bahwa sapi adalah salah satu ibu kita, memberikan susunya untuk kita dan bukan untuk dirinya sendiri. Berikut adalah ayat-ayat dalam kitab suci yang menunjukkan kasih sayang sapi kepada kita:
prabhu kahe,—go-dugdha khäo, gäbhé tomära mätä
våña anna upajäya, täte teìho pitä

“Tuhan Sri Caitanya berkata, “Anda meminum susu sapi, oleh karena itu sapi adalah ibu anda. Dan sapi jantan menghasilkan biji-bijian untuk kebutuhan hidup anda; oleh karena itu dia adalah ayah anda.”

(Caitanya Caritamrta Adi 17.153)

pitä-mätä märi’ khäo—ebä kon dharma
kon bale kara tumi e-mata vikarma

“Karena sapi jantan dan sapi betina adalah ayah dan ibu anda, bagaimana bisa anda membunuh dan memakan mereka? Prinsip agama macam apa ini? Dengan kekuatan apa sehingga anda begitu memberanikan diri melakukan kegiatan berdosa semacam itu?”
(Caitanya Caritamrta Adi 17.154)

agavo agmannuta bhadramakrantsidantu gosthe
ramayantvasme prajavatih parurupa iha syurindraya
purvirusaso duhanah

Sapi telah datang, dan dengan kedatangannya kita menjadi sejahtera. Sapi duduk di kandangnya dan memberikan kesenangan pada kita. Sapi-sapi yang dihiasi oleh aneka warna dan anak-anak yang sehat, memberikan susu yang melimpah ruah.
(Rg Weda 6.28.1)

Berdasarkan pada ayat-ayat tersebut di atas, hendaknya kita menghentikan pembunuhan terhadap sapi dan sebaliknya memberikan perlindungan kepada sapi, karena sapi sesungguhnya begitu agung dan memberikan banyak manfaat, namun orang-orang yang tidak tahu berterima kasih telah memperlakukan sapi dengan kasar:
gäà ca dharma-dughäà dénäà
bhåçaà çüdra-padähatäm
vivatsäm äçru-vadanäà
kñämäà yavasam icchatém

(Bhagavata-purana 1.17.3)

“Walaupun Sapi bermanfaat karena orang bisa mengambil prinsip-prinsip keagamaan darinya. Tetapi sekarang dia sangat malang dan tidak mempunyai anak. Kakinya dipukuli oleh seorang sudra, Ada air mata di matanya dan dia sangat menderita dan lemah. Dia kemudian berminat dengan rumput di padang”.

Demikianlah penderitaan sapi, ibu yang mulia yang telah memberikan kita kesejahteraan. Dipaksa bekerja berat, dipukuli dan anak-anaknya di jual ke rumah potong. Teganya kita berlaku kasar seperti ini pada seorang ibu. Teganya kita membunuh ibu sendiri. Lalu apa kata kitab suci mengenai semua ini?
Larangan pembunuhan sapi dalam kitab suci Weda:
are te goghnamuta purusaghnam
(Dalam Rg Weda)

apa katanya hendaknya senjatamu bukan untuk membunuh sapi dan manusia.

duhamasvibhyam payo aghnyeyam sa vardhatam mahate saubhagaya
(Rg Weda 1.164.27)

Sapi ini yang tidak boleh dibunuh, mempersembahkan susu kepada Dewa Asvini dan dia berkembang demi keuntungan kita.

suyavasadbhagavati hi bhuyo atho
vayam bhagavantah syama
adhi trnamaghnye visvadanim
piba sudhamudakamacaranti
(Rg Weda 1.164.40)

Dengan memakan rumput yang baik, sapi menjadi beruntung, dan semoga dari sapi yang beruntung tersebut kita juga menjadi beruntung atau menjadi kaya. Wahai sapi yang tidak boleh dibunuh…, hendaklah engkau selalu memakan rumput utama dan di waktu pulang kandang hendaknya engkau meminum air bersih jernih.

Sapi dilindungi oleh Tuhan
Demikianlah Sapi memberikan keuntungan kepada kita baik secara material maupun untuk kentungan rohani. Sapi adalah ibu yang telah memberikan kita susu dan dengan melindungi sapi kita akan mendapatkan manfaat secara rohani karena Tuhan Sri Krishna sendiri yang juga dikenal sebagai Gopala adalah Pelindung sapi seperti yang disebut dalam ayat berikut:
namo brahmaëya-deväya
go-brähmaëa-hitäya ca
jagad-dhitäya kåñëäya
govindäya namo namaù
(Viñëu Puräëa 1.19.65)

"Tuhan, Anda adalah gembala sapi-sapi dan pelindung para brahmana, dan Anda adalah yang mengharapkan kesejahteraan seluruh umat manusia dan seluruh dunia.”

çré-çuka uväca
go-vipra-sura-sädhünäà
chandasäm api ceçvaraù
rakñäm icchaàs tanür dhatte
dharmasyärthasya caiva hi
(Srimad Bhagavatam 8.24.5)

“Sri Sukadeva Gosvami berkata: O Raja, demi memberikan perlindungan kepada sapi-sapi, para brahmana, para dewa, para penyembah, kitab suci Weda, prinsip-prinsip keagamaan, dan prinsip-prinsip untuk memenuhi tujuan kehidupan, Tuhan Yang Maha Esa menerima berbagai bentuk inkarnasi.”

Dalam Bhagavad-gita Sri Krishna juga menekankan pentingnya perlindungan terhadap sapi:
kåñi-go-rakñya-väëijyaà vaiçya-karma svabhäva-jam
paricaryätmakaà karma çüdrasyäpi svabhäva-jam
(Bhagavad-gita 18.44)

“Pertanian, melindungi sapi dan perdagangan adalah pekerjaan yang wajar bagi para vaisya, dan bagi para sudra ada pekerjaan buruh dan pengabdian kepada orang lain.”

Akibat dari menyakiti sapi dan binatang lainnya
tomarä jéyäite nära,—vadha-mätra sära
naraka ha-ite tomära nähika nistära
(Caitanya Caritamrta, Ädi 17.165)

“Karena kalian tidak bisa membuat sapi yang telah dibunuh hidup kembali, kalian bertanggung jawab terhadap pembunuhan mereka. Oleh karena itu kamu akan pergi ke Neraka, tidak ada cara bagi pembebasanmu”.
(Sabda Tuhan Sri Caitanya kepada Raja Chand Kazi)

go-aìge yata loma, tata sahasra vatsara
go-vadhé raurava-madhye pace nirantara
(Caitanya Caritamrta, Ädi 17.166)

“Pembunuh sapi dikutuk untuk menjadi busuk dalam kehidupan Neraka selama beribu-ribu tahun sebanyak bulu-bulu pada badan sapi.”

yavanti pacuramani tavat
kritvo ha manaram
vritha pacughnah prapnoti
pretya janmani janmani
(Manu Smrti, V.38)

Seberapa jumlah bulu dari binatang yang disembelih tanpa alasan yang sesuai dengan hukum, sekian kalilah yang membunuh itu akan menderita kematian tidak wajar dalam kelahiran-kelahiran yang akan datang.

yo himsakani bhutani hinastyatmasukhecchaya
sa jiwamcca mritaccaiwa na kwacitsukhamedhate
(Manu Smrti, V.45)

“Ia yang melukai makhluk-makhluk tidak berdaya dengan maksud mendapatkan kepuasan untuk dirinya sendiri, orang itu tidak akan pernah merasakan kebahagiaan, selalu berada dalam keadaan tidak hidup, tidak pula mati.

yo bhandana wadha kelcan praninam na cikirsati
sa sarwasya hitaprepsuh sukhamatyantamacnute
(Manu Smrti, V.46)

“Ia yang tidak menyebabkan penderitaan dalam belenggu atau kematiannya makhluk-makhluk hidup tetapi menginginkan keselamatan pada semua makhluk, ia mendapat kebahagiaan yang tanpa akhir.”
yaddhyayati yatkurute dhritim bandhnati yatra ca
tadawapnotyayanena yo hi nasti na kimcana
(Manu Smrti, V.47)

“Ia yang tidak menyakiti makhluk apapun, mencapai tanpa usaha berat, segala apa yang dipikirkan, apa yang dikerjakan dan apa yang dicita-citakannya.”

anumanta wicasita nihanta krayawikrayi
samskarta copaharta ca khadakacceti ghatakah

“Ia yang mengijinkan penyembelihan seekor hewan, ia yang memotongnya, ia yang membunuhnya, ia yang membeli dan menjualnya, ia yang memasaknya, ia yang menyuguhkannya, semuanya itu patut dianggap sebagai pembunuh-pembunuh binatang.”
(Manu Smrti, V.51)
Larangan korban sapi pada jaman Kali
Dalam Caitanya Caritamrta, Ädi 17.164, yang dikutip dari Brahma-vaivarta Purana (Krsna-janma-khanda 185.180), ada lima (5) perbuatan yang dilarang untuk dilakukan di jaman Kali ini sebagai berikut:
açvamedhaà gavälambhaà
sannyäsaà pala-paitåkam
devareëa sutotpattià
kalau païca vivarjayet

“Di jaman Kali ini, lima kegiatan yang dilarang yaitu: mengorbankan kuda dalam upacara yadnya, mengorbankan sapi dalam upacara yadnya, bercita-cita menjadi sannyasi, mempersembahkan daging kepada leluhur, dan seorang laki-laki yang menurunkan keturunan dengan istri saudaranya”
Dari ayat di atas jelas disebutkan bahwa upacara dengan mengorbankan sapi dilarang untuk jaman Kali. Lagipula pada jaman dahulu para resi yang agung kadang-kadang membunuh sapi yang sudah tua dengan mengucapkan mantra-mantra Weda tetapi dihidupkan kembali dengan mantra menjadi sapi yang lebih muda. Jadi sapinya tidak benar-benar dibunuh. Dan aswamedha-yajna (kurban suci 1000 ekor kuda), dan upacara dengan mengorbankan binatang bukan dimaksud untuk membunuh binatang tersebut, melainkan untuk menguji mantra-mantra Weda dan untuk meningkatkan roh binatang yang dikorbankan menjadi makhluk hidup yang lebih tinggi. Jika tidak berhasil, para Rsi yang melakukan upacara seperti itu mampu menghidupkan kembali binatang yang dikorbankan. Lalu bagaimana dengan sekarang? Upacara kurban kuda dan sapi dilarang karena sulit untuk menemukan para Pandita yang berkualifikasi di jaman ini, yang mampu melihat perjalanan sang atma mencapai kekekalan atau meningkat menjadi mahluk hidup yang lebih tinggi setelah binatang tersebut dikurbankan untuk yadnya, seperti yang disebutkan dalam ayat berikut:
kali-käle taiche çakti nähika brähmaëe
ataeva go-vadha keha nä kare ekhane
(Caitanya Caritamrta, Ädi 17.163)

“Dahulu ada brahmana yang hebat yang mampu membuat percobaan dengan menggunakan mantra-mantra Weda, tetapi sekarang, karena jaman Kali, brahmana tidak begitu mempunyai kehebatan. Oleh kerena itu membunuh sapi betina dan sapi jantan untuk peremajaan lagi dilarang.”
Dalam Manu Smrti, V.44 disebutkan:
ya vidavihita himsa niyata
smimccaracare
ahimsavena tam vidyad
vedaddharmo hinirbabhau

“Ketahuilah bahwa menyakiti mahluk-mahluk bergerak ataupun tidak bergerak yang sudah ditentukan untuk suatu tujuan oleh Weda, bukanlah menyakiti sama sekali, karena dari Wedalah hukum-hukum suci itu asalnya”
Berdasarkan sloka di atas, khusus bagi mereka yang mempersembahkan atau mengorbankan sapi untuk alasan yadnya, Weda yang manakah sebagai sumber hukumnya bahwa sapi diijinkan untuk dikorbankan seperti apa yang dilakukan oleh beberapa orang banyak belakangan ini. Apa namanya melakukan upacara dengan kurban sapi seperti itu dalam Weda? Atau mungkin dalam kitab suci yang lain. Kalaupun mungkin ada disebutkan dalam salah satu lontar yang dipercaya kebenarannya berdasarkan petunjuk yang diwenangkan, lalu lontar mana yang menyebutkan? Dan apakah lontar tersebut sudah sesuai dengan kitab suci Weda? Jikalaupun dalam Weda ada disebutkan upacara kurban sapi (gomedha), setidaknya harus jelas diperhatikan upacara tersebut cocok untuk jaman apa, tujuannya apa, bagaimana tata caranya, dan siapa pelakunya? Bagi mereka yang tidak melaksanakan, apa bukti kerugian mereka? Bagi mereka yang melaksanakan upacara kurban sapi, apa keuntungan yang diperoleh? Sekiranya tidak melaksanakan kurban sapi minimal kita sudah pasti tidak menyakiti mahluk hidup khususnya sapi seperti sloka-sloka di atas, yang sebenarnya apakah tidak bisa diganti dengan binatang yang lain? Atau alangkah sattwamnya jika menggunakan bahan-bahan dari buah-buahan, biji-bijian, sayuran, umbi-umbian dan sebagainya.
Jika kita tidak melaksanakan kurban seperti itu apakah ruginya? Demikian pula jika kita tidak makan daging sapi apa ruginya? Masih banyak ada makanan lain yang bisa dikonsumsi. Kita sangat berbangga melihat saudara-saudara kita umat muslim yang tegas tidak makan babi. Kemudian mengapa kita juga tidak tegas agar tidak makan daging sapi yang mana dalam Weda secara tegas disebutkan bahwa sapi adalah makhluk suci yang dicintai Tuhan seperti mencintai para brahmana.
Perlu diketahui bahwa sapi juga punya dewa penguasa (ratunya) yaitu Surabi. Tuhan senantiasa mendengar permohonan dan doa-doa dari sapi Surabi. Kemudian mengapa kebanyakan sapi tidak memberikan susu berlimpah? Ini adalah akibat kesalahan kita dari jaman yang sudah lama, bahwa sapi betina pun dipekerjakan di sawah atau di ladang bahkan dipecut sehingga kwantitas susunya pun berkurang hanya cukup untuk anak-anaknya. Ini menandakan karunia buat kita berkurang. Menurut Weda, sapi betina tidak boleh dipekerjakan dengan kerja keras seperti di sawah dan ladang atau menarik pedati apalagi diperlakukan dengan kasar. Hanya sapi jantan yang boleh dipekerjakan, itupun tidak boleh diperlakukan dengan kasar atau dengan kekerasan. Inilah kesalahan kita berabad-abad. Seperti halnya pulau Bali sebenarnya tempat yang amat suci karena ada sapi yang asli dari Bali. Demikian pula pulau Jawa. Pulau-pulau ini mirip dengan tanah suci kelahiran Tuhan dan orang-orang suci di India.
Kesalahan yang lebih fatal yang akibatnya seluruh negeri akan kena dampaknya adalah memelihara sapi khusus untuk dipotong. Di dalam Weda sangat dilarang mendirikan rumah potong apalagi rumah potong untuk sapi. Inilah membuat negeri mengalami penderitaan, bukan saja di bumi, bahkan dibawa sampai meninggalkan badan ini.
Mereka yang beruntung lahir sebagai manusia diharapkan sadar akan hal ini. Hukum Weda khususnya sapi berlaku untuk semua manusia. Bukan hanya bagi umat Hindu saja. Di India juga mengalami kemerosotan yaitu dengan menyiksa sapi untuk dikonsumsi dagingnya yang dilakukan oleh beberapa orang-orang yang tidak setia dengan Weda. Sementara pemerintah tidak melarang. Bahkan rumah potong juga berdiri dimana-mana. Dan sebagai akibatnya hampir di seluruh dunia terjadi kekacauan dan sering terjadi bencana dalam berbagai bentuk. Tentu sekarang adalah jaman Kali dimana hampir semua manusia akan digiring ke Neraka dan membunuh sapi adalah salah satu perbuatan yang keji dan kejam. Namun demikian mari kita semua menyadari hal ini sedalam-dalamnya siapapun diantara kita, karena siksaan di Neraka sangat amat berat, dan jika dilahirkan berikutnya akan menjadi mahluk yang rendah dan sangat menderita.
Kita juga bangga terhadap saudara-saudara kita umat Hindu karena hampir semua umat tidak makan daging sapi. Namun demikian kita mohon kerjasamanya agar membantu mensosialisasi kepada seluruh umat siapapun mereka yang dengan sukarela bisa, agar umat manusia bisa hidup dengan kesucian serta bisa menghindari perbuatan yang berdosa yang fatal karena menyakiti sapi. Semoga Tuhan memberikan sinar pencerahan dari dalam hati kita semua.
Marilah kita berpikir dengan bijak! Dengan tidak membunuh sapi, sudah pasti kita tidak akan berdosa, sebaliknya jika kita membunuh sapi walaupun itu atas nama yadnya atau korban suci, kemungkinan kita akan berdosa. Lalu siapa yang akan mempertanggungjawabkan dosa besar ini? Apakah mereka yang mempelopori hal ini? Leluhur kitakah? Tidak ada yang bersedia! Kita sendiri yang akan menanggung dosa akibat perbuatan kita, yang mana akan menggiring kita menuju neraka. Pesan-pesan ini adalah merupakan himbauan. Sekarang tergantung dari kesadaran kita masing-masing karena kita masing-masing pula yang mempertanggungjawabkan perbuatan kita dihadapan Tuhan.
Jangan hanya alasan komoditi memberikan keuntungan secara fisik kemudian menghalalkan segala cara bahkan harus melanggar prinsip-prinsip dharma yang dijelaskan dalam Weda. Adalah tugas para pemimpin Negara untuk mempelopori jika tidak demikian, kerugian akan lebih banyak dan seluruh negeri akan menderita. Lihatlah Arjuna sebelum berperang harus bertanya kepada Tuhan Sri Krishna. Semoga kesadaran yang suci tumbuh dalam hati kita semua.

Tidak ada komentar: