Sabtu, 31 Juli 2010

TUHAN ADALAH SAKSI SEGALA SESUATU

Skanda 8 bab 6 Text 14
TUHAN ADALAH SAKSI SEGALA SESUATU

Temanku, kami para dewa pemimpin alam semesta ini,datang di kaki padma anda.Mohon mencari tujuan,dengan mana anda adalah saksi segala sesuatu, dari dalam maupun dari luar, tidak ada sesuatu apapun yang anda tidak ketahui, dengan demikian tidak penting menyampaikan apapun kepada beliau.
Dalam Bhagavad Gita dijelaskan bahwa roh individual adalah pengendali badan individu,namun kepribadian Tuhan Yang Maha Esa adalah pengendali badan ini.Beliau mengetahui apa yang kita perlukan karena beliau adalah saksi dari setiap badan dengan demikian tidak ada sesuatu apapun yang tidak beliau ketahui, beliau mengetahui apa yang kita perlukan,dengan demikian kewajiban kita melakukan pelayanan bhakti dengan tulus hati, di bawah bimbingan guru kerohanian.Atas karunia beliau,Sri Krishna akan mensuplai apapun yang kita perlukan dalam melaksanakan pelayanan bhakti itu.
Morning class ,SRIMAD BHAGAVATAM SKANDA 8 BAB 6 TEXT 13
by H.H.G Ida Waisnawa Pandita Damodara Pandit Dasa
Para penyembah Tuhan selalu semangat ingin melihat Tuhan Tvam tvam vayam natha
Gajah-gajah yang kepanasan oleh api kebakaran hutan sangat gembira ketika mereka mendapatkan air dari sungai gangga,demikian juga oh Tuhanku dari pusar muncul sekuntum bunga padma, karena anda sekarang muncul dihadapan kami,kami menjadi bahagia secra rohani dengan melihat keagungan anda yang kami inginkan untuk melihat sekian lama kami mendapatkan tujuan kehidupan yang sejati.
Para penyembah Tuhan selalu semangat ingin melihat Tuhan secara langsung, namun mereka tidak mengharapkan bahwa Tuhan akan datang di hadapannya.Bagi seorang penyembah yang murni menggganggap hal seperti itu adalah sesuatu yang terbalik, terhadap pelayanan.Caitanya Mahaprabhu mengajarkan ajaran ini dalam Sri Siksastaka , seorang penyembah senatiasa ingin melihar Tuhan secara langsung,Namun jika dia harus patah hati karena tidak bisa melihat Tuhan secara langsung bahkan kehidupan demi kehidupan ,dia tidak tertarik untuk menyuruh Tuhan untuk turun,ini adalah ciri dari penyembah yang murni.Dengan demikian dalam ayat ini kita temukan bahwa arti cira ipsita artham artinya bahwa berharap ingin melihat Tuhan dalam waktu yang lama.
Jika atas keinginan Tuhan,Tuhan muncul secara pribadi dihadapan penyembahnya, penyembah itu sangat bahagia seperti halnya dhruva maharadj rasakan ketika melihat Tuhan, beliau tidak punya keinginan untuk bertanya atau meminta kepada Tuhan berbagai berkat , sesungguhnya hanya dengan melihat Tuhan Dhruva maharadj merasa sangat puas , sehingga dia tidak ingin meminta apapun kepada Tuhan berbagai berkat.Seorang penyembah ynag murni apakah bisa ataupun tidak melihat Tuhan ,tapi senantiasa semangat dalam pelayanan bhakti ,senantiasa berharap suatu saat Tuhan puas muncul di hadapannya ,agar dia dapat melihat Tuhan secara langsung.

Rabu, 28 Juli 2010

sabda Tuhan dan satu kebenaran

Para penyembahKu tak akan pernah binasa
Oleh: vedanta pati dasa

ksipram bhavati dharmatma
sasvac-chantim nigacchati
kaunteya pratijanihi
na me bhaktah pranasyati
bhg. 9.31
Dengan segera ia menjadi orang benar dan mencapai kedamaian yang kekal abadi; ketahuilah, wahai Arjuna, para pemujaKu pasti tak akan termusnahkan.
Demikian satu lagi sabda Tuhan dan satu kebenaran yang sudah semestinya mampu menggugah dan membangkitkan kesadaran setiap individu untuk berpaling hanya kepadaNya.
Sabda Tuhan bukanlah syair lagu yang indah, bukan pula puisi cinta, juga bukanlah sajak yang biasa dibacakan dalam pentas-pentas panggung hiburan dengan kemeriahan tepukan tangan penonton dan sebagainya walaupun apa yang disebutkan terakhir kadang-kadang juga mampu memotivasi semangat banyak orang. Tetapi sabda Tuhan adalah kebenaran, nyanyian rohani yang indah mampu memahami tabir misteri dan rahasia kehidupan, maka Krsna bersabda ajaran rahasia ini akan Kusampaikan kepadamu Arjuna karena engkau adalah kawanKu.
Nah pengertian tak termusnahkan disini maksudnya adalah hidup bersama Tuhan di kerajaan rohani yang kekal, tidak lagi mengalami penderitaan kelahiran dan kematian berulang-ulang.
Lalu pertanyaanya adalah apakah alam material itu tidak penting? Jawabnya jelas penting jika tidak penting tentu Tuhan tidak akan menciptakan alam material dengan segala isinya ini. Penting disini tentu merupakan tempat dan kesempatan yang baik bagi semua mahluk ciptaan untuk memperbaiki kualitas diri dan kehidupanya baik itu aspek material maupun aspek rohaninya atau tempat dan kesempatan yang baik untuk meneruskan karma-karma baik pada kehidupanya yang lalu, barangkali pada kesempatan kelahiran sebelumnya kita sudah banyak berbuat kebajikan, mendalami ajaran kerohanian tetapi belum optimal seperti pernah menjadi pemangku, pandita, guru kerohanian, penekun spiritual dan sebaginya, nah pada kelahiran sekarang tinggal melanjutkan dan meningkatkan kualitasnya saja, agar benar-benar dibuat siap menuju alam kekal itu jika saatnya untuk pulang sudah tiba, hal yang sama juga berlaku bagi swadharma yang lain seperti ksatria, waisya dan sudra.
Maka kita sesungguhnya memerlukan atau mengalami banyak sekali penjelmaan untuk mencapai tingkatan itu. Tetapi tidak perlu ada keraguan sedikitpun tentang sabda Tuhan diatas dimana para penyembahKu pasti tidak akan pernah binasa katanya, malah sebaliknya harus bersyukur dalam kehidupan ini sudah sejak dini mengenal atau dikenalkan dengan ajaran rahasia srimad bhagavad gita melalui guru-guru kerohanian yang sudah mempunyai kualifikasi tentunya.
Karena dengan mendalami ajaran rahasia itu dibuat menjadi tahu bagaimana seseorang seharusnya menjalani hidup dan kehidupannya dengan selalu mempraktekan ajaran bhakti dan pelayanan kepada Tuhan melalui guru kerohanian. Tentu tidak semua orang mampu untuk melaksanakannya, ini terkait erat dengan kualitas dan karma seseorang yang tidak sama satu dengan yang lainya. Hanya orang-orang yang beruntunglah yang mampu melaksanakan bhakti dan pelayanan kepada Tuhan berdasarkan petunjuk kitab suci veda. Beruntung disini maksudnya adalah dilahirkan dengan serta merta membawa sifat-sifat kebaikan dan unsure-unsur kekuatan pada dirinya sehingga yang bersangkutan mampu melawan dan memenangkan kekuatan egois, kesombongan, irihati dan lain-lain sifat-sifat adharma yang melekat pada dirinya dan pada akhirnya selalu mampu dan mencerminkan prilaku rendah hati dan kasih terhadap semua mahluk, jadi hanya orang-orang yang beruntunglah yang mempunyai kualifikasi demikian.
Ciri-ciri yang paling sederhana yang dapat dilihat dari kualifikasi seperti itu misalnya vegetarian, tidak merokok, tidak minum minuman beralkohol, tidak berjudi dan seterusnya, walaupun tidak semua orang yang bercirikan demikian adalah seorang penekun bhakti, tetapi para penekun bhakti pasti ciri-cirinya demikian walau itu hanya sebagian kecil dari ciri-ciri lainya.

Atmosfir kaliyuga yang memaksa semua mahluk bergelut dengan permasalahan hidupnya seakan bertekuk lutut dibuatnya. Manusia selalu berlari cepat jika tidak mau ketinggalan bahkan tergilas, berlari dan terus berlari bagaikan mengejar bayangannya sendiri mencari materi untuk memenuhi sang indriya yang tak terbatas itu, waktu dua puluh empat jam serasa kurang. Orang-orang demikian biasanya tidak punya waktu lagi untuk hal-hal lain diluar aktifitas materialnya, selalu berkata sibuk di kantor, sibuk di kerjaan, urusan bisnis, lagi diluar kota, lagi rapat, lagi ada tamu dan seribu satu alasan lainya, sehingga waktu untuk melaksanakan aktifitas rohani menjadi tertutup, mestinya kita patut kasihan dan prihatin dengan kondisi orang-orang seperti itu yang senantiasa mengejar material melebihi kebutuhannya. Manusia-manusia jenis ini sesungguhnya belum mengetahui hakekat dirinya, menyamakan dirinya dengan badanya sehingga orientasinya selalu material. Paling jauh aktifitas yang dia lalukan adalah memberi dana atau sumbangan uang untuk kegiatan phisik bagi kegiatan social, keagamaan dan kemasyarakatan tidak lebih daripada itu, bagi orang-orang yang sudah tercerahkan adalah suatu kewajiban untuk menyampaikan ajaran rohani kepada mereka yang jiwanya masih terbelenggu oleh pekatnya kekuatan maya tersebut. Dalam srimad bhagavatam disebutkan orang-orang jenis ini rohnya akan mencapai planet-planet material kemudian jatuh lagi, apalagi bagi orang-orang yang masuk dalam katagori malas beraktifitas dan berkreasi, golongan ini tentu berpotensi besar terhadap gangguan sosial dan membebani negara.
Untuk itulah pentingnya menumbuhkan kesadaran diri bahwa sejatinya diri ini adalah sang roh dan bukan badan. Roh itu bersifat rohani dan ketika saatnya pulang mestinya pergi ke dunia rohani sebagai tempatnya yang kekal. Jika sang diri sesungguhnya bersifat rohani maka kewajiban-kewajiban yang dilakukan di dunia material inipun harus kita rohanikan, caranya dengan senantiasa mempraktekan ajaran bhakti yoga. Bhakti yoga ini sesungguhnya sederhana yang utama adalah melayani Tuhan dan guru kerohanian, selalu berpikir tentang Tuhan, selalu mengingat Tuhan, selalu menyanyikan tentang kesucian nama Tuhan, selalu membaca sabda-sabda Tuhan, selalu mendengarkan tentang kegiatan Tuhan, selalu berjapa, selalu mempersembahkan boga kepada Tuhan dan selalu mengkonsumsi sisa-sisa Tuhan yang disebut prasadam, selalu berprilaku bersih dan suci dan seterusnya dan seterusnya aktifitas satvika. Ajaran-ajaran itu hanya bisa kita dapatkan dalam kitab suci veda melalui perantara seorang guru kerohanian, tentu kita menerima pelajaran-pelajaran itu dari seorang guru dengan tunduk hati dan mempunyai keyakinan yang kuat bahwa apapun kata sang guru itu adalah kebenaran yang wajib dilaksanakan, maka kedudukan sang guru kerohanian sangat terhormat dihadapan para murid-muridnya. Hormat kepada sang guru yang notabene adalah orang-orang pilihan yang dipercayakan Tuhan untuk menyampaikan ajaran-ajaran Tuhan kepada umat manusia agar menjadi baik dan selalu berbakti kepada Tuhan sebagai seorang penyembah yang taat, dengan demikian maka para penyembah Tuhan pasti tidak akan pernah binasa.

Om Namo Bhagavate Vasudeva ya

Sabtu, 10 Juli 2010

Pertanyaan Arjuna pertanyaan kita juga!

Pertanyaan Arjuna pertanyaan kita juga!

Oleh: vedanta pati dasa



arjuna uvaca:

ye sastra-vidhim utsrjya

yajante sraddhaya’nvitah

tesam nistha tu ka krsna

sattvam aho rajas tamah

bhg. 17.1

Arjuna berkata:

Mereka yag melalaikan ketentuan veda, tetapi melaksanakan kurban dengan penuh keyakinan, bagaimanakah sifat bhakti mereka ini wahai Krsna, apakah ini disebut sattva, rajah atau tamah?



Beberapa sabda Sri Krsna diuraikan dengan jelas dalam srimad bhagavad gita atas pertanyaan Arjuna ini, dan satu diantaranya adalah sebagai berikut: kepercayaan tiap-tiap individu wahai Arjuna tergantung kepada sifat wataknya, manusia terbentuk oleh kepercayaanya, apapun kepercayaanya demikian pulalah dia adanya.

Sangat beruntung sekali Arjuna mendapatkan kesempatan untuk bertanya dan sekaligus sebagai satu-satunya orang yang dipilih untuk menerima langsung ajaran rahasia ini dari kepribadian Tuhan Yang Maha Esa Krsna selaku sang penyabda.

Namun sebenarnya kita juga tidak kalah beruntungnya dimana masih diberikan kesempatan yang seluas-luasnya untuk menerima dan mendalami ajaran srimad bhagavad gita yang merupakan sarana menuju kejayaan melalui guru-guru kerohanian karena sesungguhnya Sri Krsna itu sendiri yang turun dalam wujud bhagavad gita.

Kalau boleh merenung; semua orang tentu tahu Arjuna adalah murid guru Drona yang paling cerdas, penuh cinta dan kasih sayang bahkan beliau selalu memberikan identitas dirinya jika ada yang bertanya maka beliau selalu menjawab; saya adalah Arjuna murid Drona, lalu apa sesungguhnya yang bergolak dalam pemikiran beliau dan apa yang melatar belakanginya sehingga beliau bertanya seperti itu? Ini tentu tidak terlepas dari kecerdasan beliau yang pikiranya mampu menjangkau sangat jauh kedepan. Dan ini terbukti setelah kurang lebih lima ribu tahun kemudian pertanyaan itu benar adanya dimana umat hindu masih banyak atau bahkan sebagian besar masih senang melaksanakan kurban-kurban suci bahkan terkesan megah penuh keyakinan namun kurang memahami dari sudut pandang kitab sucinya dalam hal ini veda.

Dan banyak kalangan mengatakan jika pengorbanan suci (yagya) yang dibangun mampu menciptakan kebahagiaan hati para pelakunya maka itu sudah cukup bahkan itulah sesungguhnya tujuan utama dari sebuah yadnya, jadi tolak ukur keberhasilannya adalah kebahagiaan pada dirinya semata.

Misalnya dalam melaksanakan upacara pitra yadnya (pengabenan), sang yajamana keinginannya cendrung melaksanakannya dengan megah dan tentu biaya yang dibutuhkan juga tidak sedikit apalagi memang mereka tergolong orang mampu, nah selama mempersiapkan upacara yang serba megah itu pasti butuh waktu lama dan melibatkan banyak orang dan tentu sang jenazah akan disemayamkan dalam waktu yang lama juga.

Selama itu pula untuk menjamu para tamu dan pelaksana upacara tentu butuh banyak hewan-hewan piaraan dipotong untuk konsumsi mereka seperti ayam, babi dan sebagainya.

Semakin dibesarkan ritualnya, semakin banyak pejabat, tamu, warga dan kerabat yang hadir tentu semakin meningkatkan gengsi sang yajamana, dan ini barangkali pendapat dan tujuan sebagian besar orang masa kini, dan hal inilah mungkin yang membuat sang yajamana merasa bangga dan bahagia.

Padahal dalam sastra disebutkan membangun kebahagiaan melalui penderitaan mahluk lain sama sekali tidak dibenarkan karena bertentangan dengan prinsip kasih saying (ahimsa), kemudian semakin lama sang jenazah disimpan tentu juga berdampak kurang baik terhadap kesehatan lingkungan, mestinya diusahakan sang jenazah disemayamkan tidak lebih dari 3 hari karena jika lebih dari itu kemudian baru dibakar maka kondisi jenazah sudah tidak segar lagi dan hal ini akan menghambat lidah sang dewa agni untuk melalapnya, demikian juga semakin banyak pekerja yang dilibatkan dalam pelaksanaan yagya itu maka semakin banyak pula hutang budi yang harus dibayar oleh sang roh dan hal ini justru menghambat perjalanan sang roh itu sendiri menuju gerbang pembebasan karena disini masih ada ikatan material karena secara tidak disadarai telah dijerat oleh ikatan material.

Ada juga sebagian berpendapat lain harus mencari waktu (duase) yang baik untuk pembakaran jenazah katanya sehingga harus menunggu waktu lama, padahal waktu yang harus dihindari saat pembakaran jenazah hanya hari ekadasi saja yaitu hari ke sebelas sebelum purnama (bulan penuh) atau tilem (bulan mati) karena berdasarkan veda hari itu adalah hari upawasa (puasa) atau minimal tidak mengkonsumsi biji-bijian sebab pada hari itu sang Yama Raja melepas sementara tahanan di planit neraka dan para tahanan itu masuk kedalam biji-bjian seperti beras, gandum, kacang-kacangan dan lain-lain dan jika kita pada hari itu mengkonsumsinya maka tentu menambah dosa-dosa. Sementara tidak sedikit yang berpendapat lain seperti harus menunggu sanak keluarganya datang dari tempat yang jauh agar dapat melihat jenazahnya sebelum dikremasi dan sebaginya, itulah keragaman alasan yang dibuat oleh masayarakat kita dewasa ini.

Nah jika dicermati beragamnya alasan-alasan diatas tentu semua itu tidak dapat dipungkiri bahwa semuanya bersifat material karena yang diutamakan hanyalah kebahagiaan sang yajamana dan keluarganya.

Dan jika yang mendapatkan kebahagiaan itu yang notabene adalah kebahagiaan sesaat adalah sang yajamana sementara sang roh (yang yang diupacarai) itu justru mengalamai hambatan bahkan derita berkepanjangan untuk membebaskan dirinya dari pengaruh-pengaruh material maka sudah dapat disimpulkan bahwa yagya itu telah bergeser dari tujuan utamanya, dan inilah yang sering terjadi pada masyarakat kita.

Maka dari itu pertanyaan Arjuna seperti sloka diawal benar dan terbukti adanya. Dan sabda Krsna sebagai jawaban atas pertanyaan Arjuna itu perlu kita renungkan, kita kaji, dan akhirnya kita jadikan acuan dalam melaksanakan kewajiban kita dilahirkan sebagai manusia di bumi ini sebagai bentuk tanggungjawab kita kepada Tuhan, kepada leluhur, kepada sesama dan seterusnya didasari rasa tulus iklas dan cinta-bhakti yang tinggi.

Intinya adalah harus ada kemauan untuk memahami ajaran suci secara lebih baik dan tentu dari pemahaman itu akan tumbuh keberanian untuk merubahnya, harus ada upaya-upaya serius untuk tidak mempertahankan budaya-budaya yang memang kurang sesuai dengan kondisi kaliyuga dan prinsip-prinsip weda, jangan takut atau terbebani oleh beragam pikiran seperti; ah…nanti disakiti leluhur, kepongor, dan ketakutan-ketakutan yang tidak berdasar lainya harus segera di hilangkan dari pikiran kita, bila perlu mari kita berani untuk merevolusi pikiran menuju kebaikan tentu berdasarkan acuan yang jelas yaitu kitab suci.

Apa yang dipaparkan diatas hanyalah satu contoh saja yaitu upacara pitra yadnya, belum lagi contoh-contoh yang lain tentu kasusnya hampir sama.

Semoga kedepan kita senantiasa mempunyai keinginan dan kemampuan untuk merubah diri menjadi semakin baik dan semakin baik lagi.



Om Namo Bhagavate Vasudeva ya

Pertanyaan Arjuna pertanyaan kita juga!

Pertanyaan Arjuna pertanyaan kita juga!

Oleh: vedanta pati dasa



arjuna uvaca:

ye sastra-vidhim utsrjya

yajante sraddhaya’nvitah

tesam nistha tu ka krsna

sattvam aho rajas tamah

bhg. 17.1

Arjuna berkata:

Mereka yag melalaikan ketentuan veda, tetapi melaksanakan kurban dengan penuh keyakinan, bagaimanakah sifat bhakti mereka ini wahai Krsna, apakah ini disebut sattva, rajah atau tamah?



Beberapa sabda Sri Krsna diuraikan dengan jelas dalam srimad bhagavad gita atas pertanyaan Arjuna ini, dan satu diantaranya adalah sebagai berikut: kepercayaan tiap-tiap individu wahai Arjuna tergantung kepada sifat wataknya, manusia terbentuk oleh kepercayaanya, apapun kepercayaanya demikian pulalah dia adanya.

Sangat beruntung sekali Arjuna mendapatkan kesempatan untuk bertanya dan sekaligus sebagai satu-satunya orang yang dipilih untuk menerima langsung ajaran rahasia ini dari kepribadian Tuhan Yang Maha Esa Krsna selaku sang penyabda.

Namun sebenarnya kita juga tidak kalah beruntungnya dimana masih diberikan kesempatan yang seluas-luasnya untuk menerima dan mendalami ajaran srimad bhagavad gita yang merupakan sarana menuju kejayaan melalui guru-guru kerohanian karena sesungguhnya Sri Krsna itu sendiri yang turun dalam wujud bhagavad gita.

Kalau boleh merenung; semua orang tentu tahu Arjuna adalah murid guru Drona yang paling cerdas, penuh cinta dan kasih sayang bahkan beliau selalu memberikan identitas dirinya jika ada yang bertanya maka beliau selalu menjawab; saya adalah Arjuna murid Drona, lalu apa sesungguhnya yang bergolak dalam pemikiran beliau dan apa yang melatar belakanginya sehingga beliau bertanya seperti itu? Ini tentu tidak terlepas dari kecerdasan beliau yang pikiranya mampu menjangkau sangat jauh kedepan. Dan ini terbukti setelah kurang lebih lima ribu tahun kemudian pertanyaan itu benar adanya dimana umat hindu masih banyak atau bahkan sebagian besar masih senang melaksanakan kurban-kurban suci bahkan terkesan megah penuh keyakinan namun kurang memahami dari sudut pandang kitab sucinya dalam hal ini veda.

Dan banyak kalangan mengatakan jika pengorbanan suci (yagya) yang dibangun mampu menciptakan kebahagiaan hati para pelakunya maka itu sudah cukup bahkan itulah sesungguhnya tujuan utama dari sebuah yadnya, jadi tolak ukur keberhasilannya adalah kebahagiaan pada dirinya semata.

Misalnya dalam melaksanakan upacara pitra yadnya (pengabenan), sang yajamana keinginannya cendrung melaksanakannya dengan megah dan tentu biaya yang dibutuhkan juga tidak sedikit apalagi memang mereka tergolong orang mampu, nah selama mempersiapkan upacara yang serba megah itu pasti butuh waktu lama dan melibatkan banyak orang dan tentu sang jenazah akan disemayamkan dalam waktu yang lama juga.

Selama itu pula untuk menjamu para tamu dan pelaksana upacara tentu butuh banyak hewan-hewan piaraan dipotong untuk konsumsi mereka seperti ayam, babi dan sebagainya.

Semakin dibesarkan ritualnya, semakin banyak pejabat, tamu, warga dan kerabat yang hadir tentu semakin meningkatkan gengsi sang yajamana, dan ini barangkali pendapat dan tujuan sebagian besar orang masa kini, dan hal inilah mungkin yang membuat sang yajamana merasa bangga dan bahagia.

Padahal dalam sastra disebutkan membangun kebahagiaan melalui penderitaan mahluk lain sama sekali tidak dibenarkan karena bertentangan dengan prinsip kasih saying (ahimsa), kemudian semakin lama sang jenazah disimpan tentu juga berdampak kurang baik terhadap kesehatan lingkungan, mestinya diusahakan sang jenazah disemayamkan tidak lebih dari 3 hari karena jika lebih dari itu kemudian baru dibakar maka kondisi jenazah sudah tidak segar lagi dan hal ini akan menghambat lidah sang dewa agni untuk melalapnya, demikian juga semakin banyak pekerja yang dilibatkan dalam pelaksanaan yagya itu maka semakin banyak pula hutang budi yang harus dibayar oleh sang roh dan hal ini justru menghambat perjalanan sang roh itu sendiri menuju gerbang pembebasan karena disini masih ada ikatan material karena secara tidak disadarai telah dijerat oleh ikatan material.

Ada juga sebagian berpendapat lain harus mencari waktu (duase) yang baik untuk pembakaran jenazah katanya sehingga harus menunggu waktu lama, padahal waktu yang harus dihindari saat pembakaran jenazah hanya hari ekadasi saja yaitu hari ke sebelas sebelum purnama (bulan penuh) atau tilem (bulan mati) karena berdasarkan veda hari itu adalah hari upawasa (puasa) atau minimal tidak mengkonsumsi biji-bijian sebab pada hari itu sang Yama Raja melepas sementara tahanan di planit neraka dan para tahanan itu masuk kedalam biji-bjian seperti beras, gandum, kacang-kacangan dan lain-lain dan jika kita pada hari itu mengkonsumsinya maka tentu menambah dosa-dosa. Sementara tidak sedikit yang berpendapat lain seperti harus menunggu sanak keluarganya datang dari tempat yang jauh agar dapat melihat jenazahnya sebelum dikremasi dan sebaginya, itulah keragaman alasan yang dibuat oleh masayarakat kita dewasa ini.

Nah jika dicermati beragamnya alasan-alasan diatas tentu semua itu tidak dapat dipungkiri bahwa semuanya bersifat material karena yang diutamakan hanyalah kebahagiaan sang yajamana dan keluarganya.

Dan jika yang mendapatkan kebahagiaan itu yang notabene adalah kebahagiaan sesaat adalah sang yajamana sementara sang roh (yang yang diupacarai) itu justru mengalamai hambatan bahkan derita berkepanjangan untuk membebaskan dirinya dari pengaruh-pengaruh material maka sudah dapat disimpulkan bahwa yagya itu telah bergeser dari tujuan utamanya, dan inilah yang sering terjadi pada masyarakat kita.

Maka dari itu pertanyaan Arjuna seperti sloka diawal benar dan terbukti adanya. Dan sabda Krsna sebagai jawaban atas pertanyaan Arjuna itu perlu kita renungkan, kita kaji, dan akhirnya kita jadikan acuan dalam melaksanakan kewajiban kita dilahirkan sebagai manusia di bumi ini sebagai bentuk tanggungjawab kita kepada Tuhan, kepada leluhur, kepada sesama dan seterusnya didasari rasa tulus iklas dan cinta-bhakti yang tinggi.

Intinya adalah harus ada kemauan untuk memahami ajaran suci secara lebih baik dan tentu dari pemahaman itu akan tumbuh keberanian untuk merubahnya, harus ada upaya-upaya serius untuk tidak mempertahankan budaya-budaya yang memang kurang sesuai dengan kondisi kaliyuga dan prinsip-prinsip weda, jangan takut atau terbebani oleh beragam pikiran seperti; ah…nanti disakiti leluhur, kepongor, dan ketakutan-ketakutan yang tidak berdasar lainya harus segera di hilangkan dari pikiran kita, bila perlu mari kita berani untuk merevolusi pikiran menuju kebaikan tentu berdasarkan acuan yang jelas yaitu kitab suci.

Apa yang dipaparkan diatas hanyalah satu contoh saja yaitu upacara pitra yadnya, belum lagi contoh-contoh yang lain tentu kasusnya hampir sama.

Semoga kedepan kita senantiasa mempunyai keinginan dan kemampuan untuk merubah diri menjadi semakin baik dan semakin baik lagi.



Om Namo Bhagavate Vasudeva ya