Sabtu, 24 April 2010

UPACARA PEMBUAHAN SESUAI KITAB SUCI WEDA

Garbhadhana: Upacara Pembuahan



V.1. Pendahuluan.

Samskara ini juga disebut dengan niseka (pengeluaran air mani) dan rtu-samagam (perkawinan pada saat yang tepat).
Upacara ini dimaksudkan untuk penyucian makhluk hidup dimulai bahkan sebelum anak tersebut dilahirkan. Upacara yang pertama seperti ini dikenal dengan nama garbhadana-samskara, bertujuan menyucikan kegiatan pembuahan. Kelahiran pertama terjadi pada saat garbhadana-samskara (Kita harus mengerti bahwa ketika anak tinggal di dalam kandungan ibunya, kenyataannya dia telah berusia satu tahun. Sang jiwa mengambil sebuah badan pada saat pengisian (pembuahan) bukan pada saat bersalin), sementara kelahiran kedua berlangsung pada waktu inisiasi (diksa), ketika guru kerohanian memberikan muridnya tali suci. Hanya dengan demikianlah seseorang yang telah menjalankan kedua samskara ini benar-benar pantas disebut kelahiran kedua (lihat penjelasan Prabhupada dalam Srimad-Bhagavatam, 1.4.25). Karena itulah mengapa sebelum mengandung seorang anak, para grahasta melakukan garbhadana-samskara, yang mana tujuannya untuk masa depan anak yang berawal dari keadaan yang murni. Upacara ini dimaksudkan untuk memperoleh kecerdasan, kebangsawanan dan anak-anak yang saleh.
Garbhadana-samskara bukan hanya untuk para brahmana atau kelahiran kedua, tetapi juga ditujukan untuk siapa saja yang mengikuti paham hidup Vaisnava.
Sebelum kita bahas lebih lanjut, adalah sangat penting untuk menjawab beberapa pertanyaan yang masuk akal yang mungkin akan muncul: Apakah merupakan suatu perbuatan berdosa bagi dua orang yang saling jatuh cinta melakukan hubungan di luar nikah? Bagaimana mungkin suatu keinginan yang alami, ketertarikan yang alami, yang tidak dimaksudkan untuk melakukan kekerasan dan tidak menyebabkan muncul dampak yang negatif namun melakukan atas dasar sama-sama suka dikatakan terlarang?
Jawabannya sangat sederhana: kenikmatan seksual diperlukan bagi makhluk hidup, tetapi hal ini menurunkan martabat dan memperbudaknya. Mencari cara untuk membebaskannya, tradisi Veda memasukkan kenikmatan seperti ini ke dalam grhastha asrama.
Seseorang seharusnya juga mengetahui kebanggaan itu, yang mana menghambat keinsafan diri, memajukan kenikmatan material. Sibuk dengan kenikmatan seperti itu, seseorang berpikir dia mengendalikan keadaan sejak dia memperoleh kesenangan darinya.
Ada tiga jenis kebahagiaan di dunia ini seperti halnya ada tiga guna: kebahagiaan dalam sifat kebaikan, barangkali hanya seperti racun pada awalnya namun berangsur-angsur menjadi seperti minuman kekekalan. Dan sebaliknya, kebahagiaan dalam sifat nafsu muncul seperti minuman kekekalan pada awalnya kemudian berbalik menjadi racun. Kebahagiaan dalam sifat kebodohan kebanyakan memperoleh kesenangan dengan bermalas-malasan dan tidur, minum-minuman dan makan tanpa pikir dan tidak mau tahu.
Mencari kebahagiaan merupakan hal yang alami meskipun makhluk hidup sering hanya menemukan “memamah sesuatu yang telah dikunyah”; dengan kata lain, “Kenikmatannya tidak lain hanya sebuah pengulangan pengalaman di masa lampau.” Apa yang menunjukkan kesenangan pada awalnya mungkin kemudian akan menjadi seperti racun. Ketika indria berhubungan dengan suatu hal, hanya ada kebahagiaan dan penderitaan yang segera akan berlalu. Untuk keluar dari keadaan ini dimana kebahagiaan dan kesengsaraan datang silih berganti, seseorang harus mencapai keinsafan diri seperti halnya sebuah pencarian hanya bisa berhasil dengan mengikuti berbagai aturan dan peraturan untuk mengendalikan pikiran dan indria. Dikatakan bahwa prosedur ini sangat sulit. “pahit seperti racun”, tetapi jika seseorang berhasil mengikuti peraturan dan sampai pada posisi yang rohani, dia mulai minum minuman kekekalan yang sebenarnya dan dia menikmati kehidupan.
Dalam Srimad Bhagavatam Skanda 2 Bab 6 yang berjudul “Penegasan Purusa-sukta”. Sloka 8 menyebutkan: “Dari organ kelamin Tuhan dihasilkan air, air mani, keturunan, hujan, dan ayah yang menghasilkan keturunan. Organ kelamin-Nya adalah penyebab kenikmatan yang mengalahkan penderitaan dalam berketurunan.”: Srila Prabhupada menyampaikan dalam penjelasaannya untuk ayat ini: “Orang akan sama sekali berhenti berketurunan jika, atas karunia Tuhan, tidak terdapat sebuah selaput, yaitu substansi pemberi kenikmatan, pada permukaan organ-organ kelamin. Substansi ini memberi kenikmatan yang begitu kuat hingga hal itu sepenuhnya mengalahkan penderitaan berupa beban-beban keluarga… Kenikmatan ini bukanlah palsu karena ia bersumber dari badan rohani Tuhan. Dengan kata lain, substansi pemberi kenikmatan ini adalah sebuah kenyataan, namun ia sudah mengambil aspek terputar balik yang disebabkan oleh pencemaran material.
Apabila seorang laki-laki dan wanita bertemu, dipesona oleh keadaan yang tadi, menjadi tawanan, kecuali kalau dia adalah seorang yang paling rohani. Pada saat itu juga, sebuah perasaan yang dominan dan keinginan kepada Tuhan melebihi segala-galanya, dia mengalami kemajuan setiap hari dalam kehidupannya. Ini bisa juga terjadi dengan yang wanita. Perbudakan ini bisa dihindari jika kehidupan seksual tidak bertentangan dengan dharma. Jika hal ini sesuai dengan upacara yang ditentukan, ini bukanlah hal yang tercela (B.G. 7.11) dan seorang yang berumah tangga kemudian bisa mencapai dunia rohani. Pembebasan dari ikatan material ini adalah perhatian yang paling utama dengan pemikiran yang sederhana. Sampai akhir ini, Masyarakat India kuno membagi kehidupan manusia ke dalam empat tahapan (asrama) yang berdasarkan pada harapan hidup seseorang selama seratus tahun. Pada tahap pertama, yang berkisar dari umur lima sampai dua puluh lima tahun, seseorang dilatih sebagai seorang brahmacari, bahwa dia mengerti dengan pasti, bahwa lawan jenis bergabung yang tanpa disadari/kesadaran mengarahkan/menuntun kita dari kedudukan ini. Setelah itu dia mungkin akan menikah dan kemudian menjadi seorang grhasta. Jika sebelum memasuki grhasta-asrama dia senantiasa tetap sebagai seorang brahmacari, dia tidak akan mempunyai kesulitan untuk mengontrol indrianya bahkan dengan kehadiran istrinya. Seorang seharusnya tidak mengambil seorang istri jika dia tidak bisa membebaskannya dari cengkeraman keadaan.
Usia minimum bagi laki-laki untuk menikah adalah dua puluh lima tahun. Pada usia itu, pertumbuhan badan dan organ seperti prostat menjadi secara lebih pasti, tubuh tidak lama menggunakan energi yang dihasilkannya untuk mendirikannya. Energi ini berasal dari dhatus seperti sukra, air mani, yang paling besar dari semua dhatus. Pada saat mencapai usia ini, seorang laki-laki bisa mengeluarkan air maninya untuk menurunkan anak tanpa dugaan buruk pada mental dan kesehatan fisiknya. Di sisi lain, dengan melakukan hubungan seksual sebelum memasuki usia dua puluh lima tahun, secara tidak langsung penurunan mental dan kemampuan fisik itu mungkin kemudian terlihat pada keturunannya. Ini sesuatu seperti setengah makanan dari seorang anak (otak, badan) selama pertumbuhan ketika dia memerlukan makanan yang bergizi untuk pertumbuhannya. Sekian banyak darah diperlukan untuk memperoleh sedikit air mani. (menurut tradisi, untuk memperoleh sejumlah air mani yang diperlukan, kira-kira sebanyak enam kali jumlah darah).
Dengan begitu dianjurkan para Vaisnava agar mempraktekkan pantangan secara lengkap bukan hanya menghindari keinginan untuk menikmati dan kenikmatan seksual. Namun juga memelihara spermanya. Karena kehilangan pada masa tua menurunkan daya tahan badan dan pikiran. Karena itulah mengapa para rohaniwan dan para yogi mempraktekkan pertapaan dengan tujuan hidup lebih lama atau paling tidak tanpa berbagai kesulitan yang disebabkan oleh penuaan dini sementara menguatkan ingatan dan kecerdasan. Dan sebaliknya, dia yang telah kehilangan air maninya secara sembarangan akan melihat kehidupannya dan kemampuan mentalnya menurun. (S.B. 3.26.57). Permasalahan ini tidak hanya menjadi perhatian bagi laki-laki, hal yang sama juga berlaku untuk para wanita. Hubungan seksual yang tidak menyebabkan kematian hanyalah yang tidak bertentangan dengan dharma dan dengan demikian mewakili Tuhan.
Terpisah dari pertimbangan fisik seperti itu, kehidupan seksual merupakan hal yang serupa dengan bunuh diri bagi seorang yang mengharapkan kesempurnaan dalam hidupnya (secara rohani), jika hal ini bertentangan dengan kitab suci: “Dunia rohani terdiri dari tiga perempat energi Tuhan, yang berada di luar dunia material, dan ini khususnya dimaksudkan bagi siapa yang tidak pernah lahir kembali. Dengan kata lain, siapa saja yang masih terikat dengan kehidupan keluarga dan siapa yang tidak dengan strik mengikuti sumpah membujang, harus hidup di ketiga dunia ini.” (S.B. 2.6.20)
Kitab Dharma-sastra menganjurkan bahwa seorang meninggalkan kehidupan seksualnya setelah berusia empat puluh tahun, hubungan seksual membangkitkan semua pengaruh masa lalu yang mana tidak menyenangkan bagi orang yang berharap untuk memperoleh pembebasan. Pada usia itu, saatnya memikirkan bahwa pernikahan sebagai penyatuan suci dua jiwa di dalam jalan keinsafan diri.
Kerohanian dikaitkan dengan memelihara badan dan pikiran mereka sehat secara sempurna. Badan memuat pikiran; ini adalah alat yang akan memandu sang jiwa mencapai tujuannya. Diantara berbagai jenis penderitaan, kehilangan cairan air mani adalah salah satu hal yang penting. Substansi yang berharga ini tidak hanya memberikan kekuatan untuk tubuh tetapi juga untuk ingatan karena mengandung nutrisi untuk otak melalui urat saraf tulang belakang: “Orang-orang suci dan sannyasi… yang bisa menaikan air maninya ke otak .. bisa hidup di kerajaan yang dikenal dengan Brahmaloka.” (S.B. 11.6.47) “Pada awalnya, Brahma menciptakan empat resi agung yang bernama Sanaka, Sananda, Sanatana dan Sanat Kumara. Mereka semua tidak ingin menjalani kegiatan-kegiatan yang materialistik sebab mereka berkedudukan sangat mulia karena air maninya mengalir ke atas.” (S.B. 3.12.4) Tetapi orang hanya bisa melakukan hal yang demikian jika dia tidak pernah mengeluarkan cairan maninya seperti orang-orang yang disebut urdhva-retasah (S.B. 3.12.4).
Akibatnya, kehilangan air mani memperlemah kemampuan intelektual kita sedangkan tetap memeliharanya akan menambah kemampuan intelektual. Kenyataannya, otak dan air mani sesungguhnya memiliki komposisi zat kimia yang sama: keduanya sangat kaya akan lesitin, melebihi bagian tubuh yang lainnya. Lesitin juga merupakan unsur pokok dari jaringan gelisah. Unsur utama dari cairan air mani yakni kalsium, albumin, lesitin, fosfor, dan nukleo protein, ditemukan dalam bagian yang berbeda pada otak dan urat saraf tulang belakang.
Orang-orang rohaniwan India selalu menggunakan pernyataan, Alcmeon, seorang dokter Pythagorean, suatu ketika dikeluarkan dan dilakukan oleh seseorang, berubah menjadi bagian-bagian yang halus yang fungsinya untuk menyuburkan otak yang pada akhirnya harus disuburkan oleh pelakunya sendiri. Plato dan Phytagoras percaya jika ini erat hubungannya dengan urat saraf tulang belakang dan kekurangan hal itu mengurangi daya tahan tubuhnya. Phytagoras mengetahui ada suatu hubungan antara cairan air mani dan otak, yang nantinya menjadi nutrisi.
Air mani atau cairan air mani, oleh tradisi orang-orang India selalu dijadikan pertimbangan sebagai substansi yang bergizi untuk perasaan takut dan sistem yang berhubungan dengan otak. Lagipula, kehilangan ini dianggap sebagai sebuah gangguan dan faktor kekurangan gizi dari sistem sebelumnya.

V.2. Tingkah Laku

Dengan begitu bagi yang percaya bahwa “gerakan Hare Krishna menganggap kenikmatan hubungan suami isteri sebagai suatu yang haram” atau penyembah yang masih bingung kalau seksual yang sah maksudnya suatu kegiatan seksual yang begitu singkat dan tanpa perasaan, dengan begitu orang tidak memperoleh suatu “perbuatan berdosa” kenikmatan dari hal itu, kita akan mengatakan suatu hal yang benar, dengan begitu tidak ada salah informasi atau salah pengertian.
Bilamana para acarya Vaisnava menganjurkan membatasi kehidupan seksual, ini tidak berarti kalau seorang suami dan istri tinggal terpisah. Menurut tradisi Vaisnava, rencana pernikahan adalah untuk meningkatkan kesadaran rohani setinggi mungkin. Dan sesuai dengan kemajuan seseorang dalam kesadaran rohani, pembatasan seperti ini otomatis terjadi.
Srila Prabhupada membandingkan garbhadana-samskara dengan suatu persembahan prasadam; baik penyembah maupun bukan penyembah makan untuk hidup tetapi penyembah hanya makan makanan suci. Perbedaannya terletak pada bahannya bukan bentuknya, atau tujuan dan kesadaran dengan mana kita bertindak.


V.2.1 Pertimbangan Yang Penting

Hal ini mungkin terjadi kalau orang tua menginginkan seorang anak semata-mata sebagai suatu kesenangan, tetapi kenyataannya ini merupakan suatu tanggung jawab yang berat. Jika kita memiliki perhatian kepada orang yang kita undang hadir di tengah-tengah kita, kita akan melihat segala yang lebih pada perkembangan masa depannya. Kita seharusnya tidak mengundang seorang manusia untuk menjalani kebahagiaan dan penderitaan dengan hidup sederhana karena suatu hari kita akan merasa “egois” ingin memiliki seorang anak. Orang tua harus melihat padanya jika anak yang lahir dari mereka itu tidak masuk ke dalam kandungan seorang ibu lagi. Setidaknya orang bisa membimbing seorang anak untuk mencapai kebebasan dalam kehidupannya itu, tidak perlu menikah atau membuat anak.
Dewasa ini, kata “cinta” bukan hanya semata-mata digunakan untuk mengungkapkan perasaan tetapi juga menunjukkan hubungan seksual. Demikianlah makna asli dari kata itu telah hilang dan kecenderungan untuk mengistilahkan melangsungkan hubungan seksual hanya untuk sementara dan menghargai perasaan cinta“ Ini merupakan suatu kenyataan secara psikologi bahwa ketika seorang wanita pada usia pubersitas bertemu dengan seorang laki-laki dan laki-laki menikmati hubungan seksual dengannya, dia akan mencintai laki-laki itu sepanjang sisa kehidupannya, tanpa memperhatikan siapa dia sebenarnya. Dengan demikian yang disebut cinta di dalam dunia material tidak lain hanyalah kenikmatan seksual.” (Penjelasan Srila Prabhupada dalan Srimad-Bhagavatam 4.25.42)

V.3 Waktu yang Tepat

 Kegiatan membuat seorang anak bisa dilakukan satu kali dalam sebulan. Tetapi jangan pernah dilakukan pada periode waktu yang tidak menguntungkan:

 Malam kesebelas (ekadasi) dan ketigabelas (trayodasi) dalam tiap bulan.
 Hari-hari puasa (vrata), bulan penuh (purnima) dan bulan baru (amavasya).
 Selama tithi astami dan tithi caturdasi (tithi ke delapan dan keempatbelas dalam tiap bulan).
 Ketika salah satu atau kedua suami-istri dalam kondisi lemah atau sakit.
 Pada saat istri sudah hamil. Ketika seorang wanita mengandung, tidak ada permintaan lagi untuk melakukan kegiatan seksual. Orang harus menunggu paling tidak enam bulan setelah kelahiran bayi untuk melakukan hubungan seksual yang sesuai dengan aturan lagi.
 96 jam pertama setelah masa menstruasi.
 Pada waktu sandhya.

Bagi para penganut Weda, waktu yang paling baik untuk garbhadana-samskara dimulai 6 hari setelah siklus menstruasi. Sebenarnya, upacara ini hendaknya dilaksanakan bilamana pembuahan kemungkinan besar berhasil, yakni selama masa subur. Untuk siklus menstruasi 30 hari, masa subur umumnya 15 hari setelah hari pertama, sedangkan yang siklusnya 28 hari, mulai 14 hari setelahnya. Rata-rata masa subur berakhir 5 hari (antara 3 sampai 8 hari).
Orang harus mengingat kalau hubungan seksual seharusnya dilakukan kalau seorang wanita telah selesai menstruasi atau pada waktu 5 hari setelahnya. Hal ini ditetapkan dalam kitab suci seperti Manu-samhita. Lagipula, melakukan hubungan seksual dengan seorang wanita selama dia menstruasi merupakan praktek tantrik dari aliran “tangan kiri”, salah satunya berhubungan dengan ilmu gaib.
Malam hari pada umumnya adalah waktu untuk menikmati hubungan seksual (S.B.27.14), waktu yang tepat berkisar antara 3 jam setelah matahari terbenam dan 3 jam sebelum matahari terbit. Waktu yang paling baik adalah diantara jam 9 dan 12 malam dan hindari pada waktu tengah malam. Srimad-Bhagavatam skanda ketiga, menjelaskan tentang kehamilan Diti, menunjukkan kepada kita kalau waktu pada saat matahari terbenam adalah “paling tidak bertuah karena pada waktu ini hantu yang berwajah mengerikan dan pengiring setia para hantu-hantu sedang begentayangan.” (S.B. 3.14.23) Hantu-hantu kehilangan badan jasmaninya kerena melakukan kegiatan berdosa. Siva, menjadi sangat baik dengan mereka, melihat kejadian itu mereka mendapatkan badan jasmani. Dia masuk ke dalam kandungan seorang wanita yang sesuka hatinya melakukan hubungan seksual tanpa menghiraukan keadaan dan waktu-waktu yang terlarang. Waktu yang khusus ketika para hantu bergentayangan juga dijelaskan dalam Garuda Purana.
Hubungan seksual di luar waktu yang bertuah untuk pembuahan dilarang oleh ayat-ayat Weda karena perbuatan-perbuatan seperti itu mengganggu tatanan alam yang baku.

V.4. Tempat Yang Tepat Dan Tidak Tepat

V.4.1 Tempat Yang Tepat

Orang harus mempersiapkan tempat yang bersih dan menyenangkan di rumahnya, sebuah tempat tidur yang nyaman (untuk keterangan lebih lanjut, silakan baca penjelasan Srila Prabhupada dalam Srimad-Bhagavatam 3.23.11).

V.4.2 Tempat yang tidak tepat

• Tempat suci (Pura, Ashram)
• Tirthas (tempat ziarah yang suci)
• Tempat pembakaran mayat
• Asrama seorang guru
• Di rumah Vaisnava yang lainnya
• Di bawah pohon suci (Tulasi, beringin, mangga, nim, Bodi, dll)
• Gosalas (Kandang sapi)
• Di hutan atau di dalam air.

 Pada waktu garbhadana-samskara, istri seharusnya tidak meninggalkan rumah.


V.5 Metode

V.5.1 Cermin Pikiran Dari Masing-Masing Pasangan

 Srila Prabhupada menganjurkan baik suami maupun istri berjapa minimal 50 putaran sebelum melakukan garbhadana-samskara.

Suasana tertentu harus dibuat sebelum garbhadana-samskara dan pengaruhnya harus menyentuh perasaan pasangannya. Untuk keterangan lebih lanjut, kami menyarankan pembaca untuk mengacu pada penjelasan Srila Prabhupada dalam Srimad-Bhagavatam (3.23.11), yang mana telah kami kutip di bawah yang berjudul “Kama-sastra”..
Garbhopanisad menekankan pentingnya keadaan pikiran orang tua pada waktu pembuahan. Dari situ dinyatakan bahwa fisik dan psikis yang kacau pada waktu kelahiran merupakan akibat dari pikiran yang bermasalah. Banyak yang menyatakan kalau hidup dan nasib anak tergantung pada keseimbangan pikiran orang tua. Ini proses yang lengkap dan hasil dari karma, dan bagaimana kita bisa menghadapinya dengan menjadi sadar pada perintah Weda. Garbhopanisad mengajarkan bahwa dari pikiran yang kacau akan dilahirkan anak-anak yang buta, lumpuh, bungkuk dan cebol. Menurut Ayur-Weda, cacad muncul ketika sebuah dhatu tidak cukup. Perawatan dengan pengobatan India dan filsafat-filsafat, mudah untuk mempertimbangkan bahwa hasil-hasil yang tidak mencukupi dari para orang tua yang memiliki pertentangan mental yang tidak sehat.


V.5.1.1 Saran

Kita telah mengetahui bahwa malam hari adalah waktu yang terbaik untuk melakukan hubungan seksual. Persiapannya bisa dimulai selama satu hari (berjapa 50 putaran, menghias rumah, mempersiapkan mental dan fisik masing-masing (mandi, berpakaian dll). Pada pagi hari, istri harus makan makanan ringan tanpa biji-bijian dan malam harinya, minum susu dicampur madu dan saffron. Bagaimanapun dia seharusnya tidak sampai merasa lapar atau makan terlalu banyak. Suami harus makan makanan yang bergizi dengan ghee dan manisan. Keduanya harus tanpa perasaan yang gelisah dan penuh kasih sayang; keduanya juga harus memakai parfum. Orang-orang jaman dulu menyarankan kalau istri harus memijat kaki suaminya sebelum berhubungan.
Menurut tradisi, suami harus bernapas melalui lubang hidung kanannya dan istri melalui lubang hidung kirinya pada waktu melakukan hubungan seksual agar pembuahannya bisa berhasil. Hal yang berlawanan sering menyebabkan kegagalan dalam hubungan ini. Pernapasan secara alami melalui satu lubang hidung ke lubang hidung yang lain silih berganti berkali-kali dalam satu hari latihan, untuk mengulangi keharmonisan ini bisa dengan pranayama.
Ayur-veda menegaskan kondisi fisik orang tua sebelum mereka melakukan garbhadana-samskara; keduanya harus dalam kondisi yang sehat dan dosas mereka harus dalam keadaan yang sempurna. Caraka, dokter Ayur-veda yang terkenal menjelaskan bahwa pasangan harus memakai garland bunga dan pakaian berwarna putih. Menurut penjelasan darinya, seorang wanita tidak boleh mengambil posisi berlutut atau dengan cara miring pada waktu berhubungan. Pada keadaan yang pertama, Vayu akan mempengaruhi organ kelaminnya sementara jika dia berbaring ke kanan, Kapha akan mempengaruhi kandungannya. Jika dia berbaring ke kiri, Pitta akan membakar ovum maupun air mani. Oleh karena itu seorang wanita harus berbaring (menghadap ke atas). Ini akan membiarkan dosas untuk tetap dalam posisinya yang normal. Jika dia merasa lapar, haus, ketakutan, sedih, marah atau dia menginginkan laki-laki lain, lebih baik untuk menunda garbhadana-samskara. Caraka juga menyebutkan kebiasaan orang-orang jaman dulu: suami harus naik ke tempat tidur, pertama dengan lengan kirinya dan istri dengan lengan kanannya: mereka kemudian harus mengucapkan mantra yang dimulai denga “ahir asi…” dan “brahma…”, dll sebelum melakukan hubungan seksual. (Caraka-samhita, sarira-sthanam, 8,4-8)
Baik Garbhopanisad maupun Ayur-veda menjelaskan bahwa “kelebihan air mani dari sang ayah akan menghasilkan anak laki-laki tetapi kelebihan cairan dari sang ibu akan menghasilkan seorang anak perempuan…” Tanggal genap adalah hari yang baik untuk memperoleh anak laki-laki sedangkan tanggal ganjil baik untuk memperoleh anak perempuan.
o Setelah melakukan hubungan seksual, dianjurkan bagi yang wanita untuk tetap berbaring selama 30 menit sampai 1 jam, dengan begitu pembuahannya akan menjadi lebih mudah. Kemudian pasangan harus mandi dan makan payasam, makanan rohani, untuk memulihkan tenaganya.

o Apabila tukang masak atau pujari yang biasanya melakukan pelayanan di temple melakukan hubungan seksual, mereka harus istirahat dari tugasnya sehari sebelum dan sehari sesudahnya. Memasuki temple setelah melakukan hubungan seksual merupakan sebuah kesalahan dalam pelayanan bhakti. Hal ini juga berlaku kalau menyentuh seorang wanita yang sedang menstruasi. Orang juga harus mandi setelah melakukan hubungan seksual.

“Jika seorang tidak ingin mempunyai lebih dari satu atau dua orang anak, dia seharusnya tidak dengan teliti menggunakan berbagai alat kontrasepsi dan pada saat yang sama menikmati kehidupan seksual. Itu sangat berdosa. Jika suami dan istri bisa mengendalikan dengan sukarela melalui kemajuan dalam kesadaran Krishna, itu adalah cara yang paling baik. Bukan merupakan suatu kebutuhan kalau hanya karena seorang mempunyai istri, oleh karena itu dia harus melakukan hubungan seksual. Keseluruhan perencanaan ini adalah untuk menghindari kehidupan seksual sejauh mungkin.” (Surat dari Srila Prabhupada tertanggal 20 September 1968).

V.6. Kelanjutan Fisik dan Pengembangan Mental janin.

“Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa bersabda; Di bawah pengawasan Tuhan dan sesuai dengan hasil kegiatannya, makhluk hidup, atau sang roh, dimasukkan ke dalam rahim seorang perempuan melalui partikel air mani laki-laki untuk menerima jenis badan tertentu” … Bukanlah air mani laki-laki yang menciptakan kehidupan di dalam rahim seorang wanita. Melainkan makhluk hidup, sang roh, berlindung di dalam partikel air mani dan kemudian didorong masuk ke dalam rahim seorang wanita. Kemudian badan berkembang.” (S.B.3.31.1)

“Pada malam pertama, sperma dan ovum bergabung, dan pada malam kelima gabungan itu meragi menjadi sebuah gelembung. Pada malam kesepuluh gelembung itu berkembang menjadi sebuah wujud seperti buah plum, dan setelah itu, berangsur-angsur berubah menjadi segumpal daging atau sebutir telur, sesuai keadaan.” (S.B.3.31.2)

“Dalam waktu satu bulan, terbentuk kepala, dan pada akhir bulan kedua tangan, kaki dan bagian-bagian badan lainnya terbentuk. Pada akhir bulan ketiga, kuku, jari tangan, jari kaki, rambut di badan, tulang dan kulit muncul, demikian pula organ untuk berketurunan dan lubang-lubang lain di badan, yakni mata, lubang hidung, telinga, mulut dan dubur.” (S.B.3.31.3).

“Dalam waktu empat bulan dari hari pembuahan, muncul tujuh unsur penting badan yakni empedu, darah, daging, lemak, tulang, sumsum dan air mani. Pada akhir bulan kelima, lapar dan haus menjadi terasa, dan pada akhir bulan keenam, janin tersebut, dibungkus oleh air ketuban, mulai bergerak menuju sisi kanan perut.” (S.B.3.31.4)

“Ketika badan seorang anak terbentuk secara lengkap pada akhir bulan keenam, sang anak, jika ia laki-laki mulai bergerak menuju sisi kanan, dan jika perempuan, ia berusaha bergerak ke kiri.” (penjelasan S.B.3.31.4)

V.7. Upacara Tambahan.

Garbhadana-samskara menganjurkan kelahiran seorang anak yang saleh yang akan tumbuh dewasa dan membuat orang tuanya bahagia dan melihat perhatiannya terpusat pada mereka. Tetapi bahkan sebelum dia lahir, ketika sang ibu membawanya di dalam kandungannya, dilakukan berbagai upacara ritual selain dari samskara yang utama. Di Bengali contohnya, ketika anak berusia tiga bulan di dalam kandungan, si ibu diundang untuk makan dengan semua anak-anak tetangga yang dia sukai. Upacara ini, disebut svada-bhaksana, akan diperbaharui pada usia 11 bulan dalam kandungan. Dalam peradaban Weda, kelahiran anak atau kehamilan tidak pernah dianggap sebagai suatu beban; lebih dianggap sebagai kegembiraan. (Lihat penjelasan Srila Prabhupada dalam Srimad Bhagavatam 10.7.4).

UPACARA PEMBUAHAN SESUAI KITAB SUCI WEDA

Garbhadhana: Upacara Pembuahan



V.1. Pendahuluan.

Samskara ini juga disebut dengan niseka (pengeluaran air mani) dan rtu-samagam (perkawinan pada saat yang tepat).
Upacara ini dimaksudkan untuk penyucian makhluk hidup dimulai bahkan sebelum anak tersebut dilahirkan. Upacara yang pertama seperti ini dikenal dengan nama garbhadana-samskara, bertujuan menyucikan kegiatan pembuahan. Kelahiran pertama terjadi pada saat garbhadana-samskara (Kita harus mengerti bahwa ketika anak tinggal di dalam kandungan ibunya, kenyataannya dia telah berusia satu tahun. Sang jiwa mengambil sebuah badan pada saat pengisian (pembuahan) bukan pada saat bersalin), sementara kelahiran kedua berlangsung pada waktu inisiasi (diksa), ketika guru kerohanian memberikan muridnya tali suci. Hanya dengan demikianlah seseorang yang telah menjalankan kedua samskara ini benar-benar pantas disebut kelahiran kedua (lihat penjelasan Prabhupada dalam Srimad-Bhagavatam, 1.4.25). Karena itulah mengapa sebelum mengandung seorang anak, para grahasta melakukan garbhadana-samskara, yang mana tujuannya untuk masa depan anak yang berawal dari keadaan yang murni. Upacara ini dimaksudkan untuk memperoleh kecerdasan, kebangsawanan dan anak-anak yang saleh.
Garbhadana-samskara bukan hanya untuk para brahmana atau kelahiran kedua, tetapi juga ditujukan untuk siapa saja yang mengikuti paham hidup Vaisnava.
Sebelum kita bahas lebih lanjut, adalah sangat penting untuk menjawab beberapa pertanyaan yang masuk akal yang mungkin akan muncul: Apakah merupakan suatu perbuatan berdosa bagi dua orang yang saling jatuh cinta melakukan hubungan di luar nikah? Bagaimana mungkin suatu keinginan yang alami, ketertarikan yang alami, yang tidak dimaksudkan untuk melakukan kekerasan dan tidak menyebabkan muncul dampak yang negatif namun melakukan atas dasar sama-sama suka dikatakan terlarang?
Jawabannya sangat sederhana: kenikmatan seksual diperlukan bagi makhluk hidup, tetapi hal ini menurunkan martabat dan memperbudaknya. Mencari cara untuk membebaskannya, tradisi Veda memasukkan kenikmatan seperti ini ke dalam grhastha asrama.
Seseorang seharusnya juga mengetahui kebanggaan itu, yang mana menghambat keinsafan diri, memajukan kenikmatan material. Sibuk dengan kenikmatan seperti itu, seseorang berpikir dia mengendalikan keadaan sejak dia memperoleh kesenangan darinya.
Ada tiga jenis kebahagiaan di dunia ini seperti halnya ada tiga guna: kebahagiaan dalam sifat kebaikan, barangkali hanya seperti racun pada awalnya namun berangsur-angsur menjadi seperti minuman kekekalan. Dan sebaliknya, kebahagiaan dalam sifat nafsu muncul seperti minuman kekekalan pada awalnya kemudian berbalik menjadi racun. Kebahagiaan dalam sifat kebodohan kebanyakan memperoleh kesenangan dengan bermalas-malasan dan tidur, minum-minuman dan makan tanpa pikir dan tidak mau tahu.
Mencari kebahagiaan merupakan hal yang alami meskipun makhluk hidup sering hanya menemukan “memamah sesuatu yang telah dikunyah”; dengan kata lain, “Kenikmatannya tidak lain hanya sebuah pengulangan pengalaman di masa lampau.” Apa yang menunjukkan kesenangan pada awalnya mungkin kemudian akan menjadi seperti racun. Ketika indria berhubungan dengan suatu hal, hanya ada kebahagiaan dan penderitaan yang segera akan berlalu. Untuk keluar dari keadaan ini dimana kebahagiaan dan kesengsaraan datang silih berganti, seseorang harus mencapai keinsafan diri seperti halnya sebuah pencarian hanya bisa berhasil dengan mengikuti berbagai aturan dan peraturan untuk mengendalikan pikiran dan indria. Dikatakan bahwa prosedur ini sangat sulit. “pahit seperti racun”, tetapi jika seseorang berhasil mengikuti peraturan dan sampai pada posisi yang rohani, dia mulai minum minuman kekekalan yang sebenarnya dan dia menikmati kehidupan.
Dalam Srimad Bhagavatam Skanda 2 Bab 6 yang berjudul “Penegasan Purusa-sukta”. Sloka 8 menyebutkan: “Dari organ kelamin Tuhan dihasilkan air, air mani, keturunan, hujan, dan ayah yang menghasilkan keturunan. Organ kelamin-Nya adalah penyebab kenikmatan yang mengalahkan penderitaan dalam berketurunan.”: Srila Prabhupada menyampaikan dalam penjelasaannya untuk ayat ini: “Orang akan sama sekali berhenti berketurunan jika, atas karunia Tuhan, tidak terdapat sebuah selaput, yaitu substansi pemberi kenikmatan, pada permukaan organ-organ kelamin. Substansi ini memberi kenikmatan yang begitu kuat hingga hal itu sepenuhnya mengalahkan penderitaan berupa beban-beban keluarga… Kenikmatan ini bukanlah palsu karena ia bersumber dari badan rohani Tuhan. Dengan kata lain, substansi pemberi kenikmatan ini adalah sebuah kenyataan, namun ia sudah mengambil aspek terputar balik yang disebabkan oleh pencemaran material.
Apabila seorang laki-laki dan wanita bertemu, dipesona oleh keadaan yang tadi, menjadi tawanan, kecuali kalau dia adalah seorang yang paling rohani. Pada saat itu juga, sebuah perasaan yang dominan dan keinginan kepada Tuhan melebihi segala-galanya, dia mengalami kemajuan setiap hari dalam kehidupannya. Ini bisa juga terjadi dengan yang wanita. Perbudakan ini bisa dihindari jika kehidupan seksual tidak bertentangan dengan dharma. Jika hal ini sesuai dengan upacara yang ditentukan, ini bukanlah hal yang tercela (B.G. 7.11) dan seorang yang berumah tangga kemudian bisa mencapai dunia rohani. Pembebasan dari ikatan material ini adalah perhatian yang paling utama dengan pemikiran yang sederhana. Sampai akhir ini, Masyarakat India kuno membagi kehidupan manusia ke dalam empat tahapan (asrama) yang berdasarkan pada harapan hidup seseorang selama seratus tahun. Pada tahap pertama, yang berkisar dari umur lima sampai dua puluh lima tahun, seseorang dilatih sebagai seorang brahmacari, bahwa dia mengerti dengan pasti, bahwa lawan jenis bergabung yang tanpa disadari/kesadaran mengarahkan/menuntun kita dari kedudukan ini. Setelah itu dia mungkin akan menikah dan kemudian menjadi seorang grhasta. Jika sebelum memasuki grhasta-asrama dia senantiasa tetap sebagai seorang brahmacari, dia tidak akan mempunyai kesulitan untuk mengontrol indrianya bahkan dengan kehadiran istrinya. Seorang seharusnya tidak mengambil seorang istri jika dia tidak bisa membebaskannya dari cengkeraman keadaan.
Usia minimum bagi laki-laki untuk menikah adalah dua puluh lima tahun. Pada usia itu, pertumbuhan badan dan organ seperti prostat menjadi secara lebih pasti, tubuh tidak lama menggunakan energi yang dihasilkannya untuk mendirikannya. Energi ini berasal dari dhatus seperti sukra, air mani, yang paling besar dari semua dhatus. Pada saat mencapai usia ini, seorang laki-laki bisa mengeluarkan air maninya untuk menurunkan anak tanpa dugaan buruk pada mental dan kesehatan fisiknya. Di sisi lain, dengan melakukan hubungan seksual sebelum memasuki usia dua puluh lima tahun, secara tidak langsung penurunan mental dan kemampuan fisik itu mungkin kemudian terlihat pada keturunannya. Ini sesuatu seperti setengah makanan dari seorang anak (otak, badan) selama pertumbuhan ketika dia memerlukan makanan yang bergizi untuk pertumbuhannya. Sekian banyak darah diperlukan untuk memperoleh sedikit air mani. (menurut tradisi, untuk memperoleh sejumlah air mani yang diperlukan, kira-kira sebanyak enam kali jumlah darah).
Dengan begitu dianjurkan para Vaisnava agar mempraktekkan pantangan secara lengkap bukan hanya menghindari keinginan untuk menikmati dan kenikmatan seksual. Namun juga memelihara spermanya. Karena kehilangan pada masa tua menurunkan daya tahan badan dan pikiran. Karena itulah mengapa para rohaniwan dan para yogi mempraktekkan pertapaan dengan tujuan hidup lebih lama atau paling tidak tanpa berbagai kesulitan yang disebabkan oleh penuaan dini sementara menguatkan ingatan dan kecerdasan. Dan sebaliknya, dia yang telah kehilangan air maninya secara sembarangan akan melihat kehidupannya dan kemampuan mentalnya menurun. (S.B. 3.26.57). Permasalahan ini tidak hanya menjadi perhatian bagi laki-laki, hal yang sama juga berlaku untuk para wanita. Hubungan seksual yang tidak menyebabkan kematian hanyalah yang tidak bertentangan dengan dharma dan dengan demikian mewakili Tuhan.
Terpisah dari pertimbangan fisik seperti itu, kehidupan seksual merupakan hal yang serupa dengan bunuh diri bagi seorang yang mengharapkan kesempurnaan dalam hidupnya (secara rohani), jika hal ini bertentangan dengan kitab suci: “Dunia rohani terdiri dari tiga perempat energi Tuhan, yang berada di luar dunia material, dan ini khususnya dimaksudkan bagi siapa yang tidak pernah lahir kembali. Dengan kata lain, siapa saja yang masih terikat dengan kehidupan keluarga dan siapa yang tidak dengan strik mengikuti sumpah membujang, harus hidup di ketiga dunia ini.” (S.B. 2.6.20)
Kitab Dharma-sastra menganjurkan bahwa seorang meninggalkan kehidupan seksualnya setelah berusia empat puluh tahun, hubungan seksual membangkitkan semua pengaruh masa lalu yang mana tidak menyenangkan bagi orang yang berharap untuk memperoleh pembebasan. Pada usia itu, saatnya memikirkan bahwa pernikahan sebagai penyatuan suci dua jiwa di dalam jalan keinsafan diri.
Kerohanian dikaitkan dengan memelihara badan dan pikiran mereka sehat secara sempurna. Badan memuat pikiran; ini adalah alat yang akan memandu sang jiwa mencapai tujuannya. Diantara berbagai jenis penderitaan, kehilangan cairan air mani adalah salah satu hal yang penting. Substansi yang berharga ini tidak hanya memberikan kekuatan untuk tubuh tetapi juga untuk ingatan karena mengandung nutrisi untuk otak melalui urat saraf tulang belakang: “Orang-orang suci dan sannyasi… yang bisa menaikan air maninya ke otak .. bisa hidup di kerajaan yang dikenal dengan Brahmaloka.” (S.B. 11.6.47) “Pada awalnya, Brahma menciptakan empat resi agung yang bernama Sanaka, Sananda, Sanatana dan Sanat Kumara. Mereka semua tidak ingin menjalani kegiatan-kegiatan yang materialistik sebab mereka berkedudukan sangat mulia karena air maninya mengalir ke atas.” (S.B. 3.12.4) Tetapi orang hanya bisa melakukan hal yang demikian jika dia tidak pernah mengeluarkan cairan maninya seperti orang-orang yang disebut urdhva-retasah (S.B. 3.12.4).
Akibatnya, kehilangan air mani memperlemah kemampuan intelektual kita sedangkan tetap memeliharanya akan menambah kemampuan intelektual. Kenyataannya, otak dan air mani sesungguhnya memiliki komposisi zat kimia yang sama: keduanya sangat kaya akan lesitin, melebihi bagian tubuh yang lainnya. Lesitin juga merupakan unsur pokok dari jaringan gelisah. Unsur utama dari cairan air mani yakni kalsium, albumin, lesitin, fosfor, dan nukleo protein, ditemukan dalam bagian yang berbeda pada otak dan urat saraf tulang belakang.
Orang-orang rohaniwan India selalu menggunakan pernyataan, Alcmeon, seorang dokter Pythagorean, suatu ketika dikeluarkan dan dilakukan oleh seseorang, berubah menjadi bagian-bagian yang halus yang fungsinya untuk menyuburkan otak yang pada akhirnya harus disuburkan oleh pelakunya sendiri. Plato dan Phytagoras percaya jika ini erat hubungannya dengan urat saraf tulang belakang dan kekurangan hal itu mengurangi daya tahan tubuhnya. Phytagoras mengetahui ada suatu hubungan antara cairan air mani dan otak, yang nantinya menjadi nutrisi.
Air mani atau cairan air mani, oleh tradisi orang-orang India selalu dijadikan pertimbangan sebagai substansi yang bergizi untuk perasaan takut dan sistem yang berhubungan dengan otak. Lagipula, kehilangan ini dianggap sebagai sebuah gangguan dan faktor kekurangan gizi dari sistem sebelumnya.

V.2. Tingkah Laku

Dengan begitu bagi yang percaya bahwa “gerakan Hare Krishna menganggap kenikmatan hubungan suami isteri sebagai suatu yang haram” atau penyembah yang masih bingung kalau seksual yang sah maksudnya suatu kegiatan seksual yang begitu singkat dan tanpa perasaan, dengan begitu orang tidak memperoleh suatu “perbuatan berdosa” kenikmatan dari hal itu, kita akan mengatakan suatu hal yang benar, dengan begitu tidak ada salah informasi atau salah pengertian.
Bilamana para acarya Vaisnava menganjurkan membatasi kehidupan seksual, ini tidak berarti kalau seorang suami dan istri tinggal terpisah. Menurut tradisi Vaisnava, rencana pernikahan adalah untuk meningkatkan kesadaran rohani setinggi mungkin. Dan sesuai dengan kemajuan seseorang dalam kesadaran rohani, pembatasan seperti ini otomatis terjadi.
Srila Prabhupada membandingkan garbhadana-samskara dengan suatu persembahan prasadam; baik penyembah maupun bukan penyembah makan untuk hidup tetapi penyembah hanya makan makanan suci. Perbedaannya terletak pada bahannya bukan bentuknya, atau tujuan dan kesadaran dengan mana kita bertindak.


V.2.1 Pertimbangan Yang Penting

Hal ini mungkin terjadi kalau orang tua menginginkan seorang anak semata-mata sebagai suatu kesenangan, tetapi kenyataannya ini merupakan suatu tanggung jawab yang berat. Jika kita memiliki perhatian kepada orang yang kita undang hadir di tengah-tengah kita, kita akan melihat segala yang lebih pada perkembangan masa depannya. Kita seharusnya tidak mengundang seorang manusia untuk menjalani kebahagiaan dan penderitaan dengan hidup sederhana karena suatu hari kita akan merasa “egois” ingin memiliki seorang anak. Orang tua harus melihat padanya jika anak yang lahir dari mereka itu tidak masuk ke dalam kandungan seorang ibu lagi. Setidaknya orang bisa membimbing seorang anak untuk mencapai kebebasan dalam kehidupannya itu, tidak perlu menikah atau membuat anak.
Dewasa ini, kata “cinta” bukan hanya semata-mata digunakan untuk mengungkapkan perasaan tetapi juga menunjukkan hubungan seksual. Demikianlah makna asli dari kata itu telah hilang dan kecenderungan untuk mengistilahkan melangsungkan hubungan seksual hanya untuk sementara dan menghargai perasaan cinta“ Ini merupakan suatu kenyataan secara psikologi bahwa ketika seorang wanita pada usia pubersitas bertemu dengan seorang laki-laki dan laki-laki menikmati hubungan seksual dengannya, dia akan mencintai laki-laki itu sepanjang sisa kehidupannya, tanpa memperhatikan siapa dia sebenarnya. Dengan demikian yang disebut cinta di dalam dunia material tidak lain hanyalah kenikmatan seksual.” (Penjelasan Srila Prabhupada dalan Srimad-Bhagavatam 4.25.42)

V.3 Waktu yang Tepat

 Kegiatan membuat seorang anak bisa dilakukan satu kali dalam sebulan. Tetapi jangan pernah dilakukan pada periode waktu yang tidak menguntungkan:

 Malam kesebelas (ekadasi) dan ketigabelas (trayodasi) dalam tiap bulan.
 Hari-hari puasa (vrata), bulan penuh (purnima) dan bulan baru (amavasya).
 Selama tithi astami dan tithi caturdasi (tithi ke delapan dan keempatbelas dalam tiap bulan).
 Ketika salah satu atau kedua suami-istri dalam kondisi lemah atau sakit.
 Pada saat istri sudah hamil. Ketika seorang wanita mengandung, tidak ada permintaan lagi untuk melakukan kegiatan seksual. Orang harus menunggu paling tidak enam bulan setelah kelahiran bayi untuk melakukan hubungan seksual yang sesuai dengan aturan lagi.
 96 jam pertama setelah masa menstruasi.
 Pada waktu sandhya.

Bagi para penganut Weda, waktu yang paling baik untuk garbhadana-samskara dimulai 6 hari setelah siklus menstruasi. Sebenarnya, upacara ini hendaknya dilaksanakan bilamana pembuahan kemungkinan besar berhasil, yakni selama masa subur. Untuk siklus menstruasi 30 hari, masa subur umumnya 15 hari setelah hari pertama, sedangkan yang siklusnya 28 hari, mulai 14 hari setelahnya. Rata-rata masa subur berakhir 5 hari (antara 3 sampai 8 hari).
Orang harus mengingat kalau hubungan seksual seharusnya dilakukan kalau seorang wanita telah selesai menstruasi atau pada waktu 5 hari setelahnya. Hal ini ditetapkan dalam kitab suci seperti Manu-samhita. Lagipula, melakukan hubungan seksual dengan seorang wanita selama dia menstruasi merupakan praktek tantrik dari aliran “tangan kiri”, salah satunya berhubungan dengan ilmu gaib.
Malam hari pada umumnya adalah waktu untuk menikmati hubungan seksual (S.B.27.14), waktu yang tepat berkisar antara 3 jam setelah matahari terbenam dan 3 jam sebelum matahari terbit. Waktu yang paling baik adalah diantara jam 9 dan 12 malam dan hindari pada waktu tengah malam. Srimad-Bhagavatam skanda ketiga, menjelaskan tentang kehamilan Diti, menunjukkan kepada kita kalau waktu pada saat matahari terbenam adalah “paling tidak bertuah karena pada waktu ini hantu yang berwajah mengerikan dan pengiring setia para hantu-hantu sedang begentayangan.” (S.B. 3.14.23) Hantu-hantu kehilangan badan jasmaninya kerena melakukan kegiatan berdosa. Siva, menjadi sangat baik dengan mereka, melihat kejadian itu mereka mendapatkan badan jasmani. Dia masuk ke dalam kandungan seorang wanita yang sesuka hatinya melakukan hubungan seksual tanpa menghiraukan keadaan dan waktu-waktu yang terlarang. Waktu yang khusus ketika para hantu bergentayangan juga dijelaskan dalam Garuda Purana.
Hubungan seksual di luar waktu yang bertuah untuk pembuahan dilarang oleh ayat-ayat Weda karena perbuatan-perbuatan seperti itu mengganggu tatanan alam yang baku.

V.4. Tempat Yang Tepat Dan Tidak Tepat

V.4.1 Tempat Yang Tepat

Orang harus mempersiapkan tempat yang bersih dan menyenangkan di rumahnya, sebuah tempat tidur yang nyaman (untuk keterangan lebih lanjut, silakan baca penjelasan Srila Prabhupada dalam Srimad-Bhagavatam 3.23.11).

V.4.2 Tempat yang tidak tepat

• Tempat suci (Pura, Ashram)
• Tirthas (tempat ziarah yang suci)
• Tempat pembakaran mayat
• Asrama seorang guru
• Di rumah Vaisnava yang lainnya
• Di bawah pohon suci (Tulasi, beringin, mangga, nim, Bodi, dll)
• Gosalas (Kandang sapi)
• Di hutan atau di dalam air.

 Pada waktu garbhadana-samskara, istri seharusnya tidak meninggalkan rumah.


V.5 Metode

V.5.1 Cermin Pikiran Dari Masing-Masing Pasangan

 Srila Prabhupada menganjurkan baik suami maupun istri berjapa minimal 50 putaran sebelum melakukan garbhadana-samskara.

Suasana tertentu harus dibuat sebelum garbhadana-samskara dan pengaruhnya harus menyentuh perasaan pasangannya. Untuk keterangan lebih lanjut, kami menyarankan pembaca untuk mengacu pada penjelasan Srila Prabhupada dalam Srimad-Bhagavatam (3.23.11), yang mana telah kami kutip di bawah yang berjudul “Kama-sastra”..
Garbhopanisad menekankan pentingnya keadaan pikiran orang tua pada waktu pembuahan. Dari situ dinyatakan bahwa fisik dan psikis yang kacau pada waktu kelahiran merupakan akibat dari pikiran yang bermasalah. Banyak yang menyatakan kalau hidup dan nasib anak tergantung pada keseimbangan pikiran orang tua. Ini proses yang lengkap dan hasil dari karma, dan bagaimana kita bisa menghadapinya dengan menjadi sadar pada perintah Weda. Garbhopanisad mengajarkan bahwa dari pikiran yang kacau akan dilahirkan anak-anak yang buta, lumpuh, bungkuk dan cebol. Menurut Ayur-Weda, cacad muncul ketika sebuah dhatu tidak cukup. Perawatan dengan pengobatan India dan filsafat-filsafat, mudah untuk mempertimbangkan bahwa hasil-hasil yang tidak mencukupi dari para orang tua yang memiliki pertentangan mental yang tidak sehat.


V.5.1.1 Saran

Kita telah mengetahui bahwa malam hari adalah waktu yang terbaik untuk melakukan hubungan seksual. Persiapannya bisa dimulai selama satu hari (berjapa 50 putaran, menghias rumah, mempersiapkan mental dan fisik masing-masing (mandi, berpakaian dll). Pada pagi hari, istri harus makan makanan ringan tanpa biji-bijian dan malam harinya, minum susu dicampur madu dan saffron. Bagaimanapun dia seharusnya tidak sampai merasa lapar atau makan terlalu banyak. Suami harus makan makanan yang bergizi dengan ghee dan manisan. Keduanya harus tanpa perasaan yang gelisah dan penuh kasih sayang; keduanya juga harus memakai parfum. Orang-orang jaman dulu menyarankan kalau istri harus memijat kaki suaminya sebelum berhubungan.
Menurut tradisi, suami harus bernapas melalui lubang hidung kanannya dan istri melalui lubang hidung kirinya pada waktu melakukan hubungan seksual agar pembuahannya bisa berhasil. Hal yang berlawanan sering menyebabkan kegagalan dalam hubungan ini. Pernapasan secara alami melalui satu lubang hidung ke lubang hidung yang lain silih berganti berkali-kali dalam satu hari latihan, untuk mengulangi keharmonisan ini bisa dengan pranayama.
Ayur-veda menegaskan kondisi fisik orang tua sebelum mereka melakukan garbhadana-samskara; keduanya harus dalam kondisi yang sehat dan dosas mereka harus dalam keadaan yang sempurna. Caraka, dokter Ayur-veda yang terkenal menjelaskan bahwa pasangan harus memakai garland bunga dan pakaian berwarna putih. Menurut penjelasan darinya, seorang wanita tidak boleh mengambil posisi berlutut atau dengan cara miring pada waktu berhubungan. Pada keadaan yang pertama, Vayu akan mempengaruhi organ kelaminnya sementara jika dia berbaring ke kanan, Kapha akan mempengaruhi kandungannya. Jika dia berbaring ke kiri, Pitta akan membakar ovum maupun air mani. Oleh karena itu seorang wanita harus berbaring (menghadap ke atas). Ini akan membiarkan dosas untuk tetap dalam posisinya yang normal. Jika dia merasa lapar, haus, ketakutan, sedih, marah atau dia menginginkan laki-laki lain, lebih baik untuk menunda garbhadana-samskara. Caraka juga menyebutkan kebiasaan orang-orang jaman dulu: suami harus naik ke tempat tidur, pertama dengan lengan kirinya dan istri dengan lengan kanannya: mereka kemudian harus mengucapkan mantra yang dimulai denga “ahir asi…” dan “brahma…”, dll sebelum melakukan hubungan seksual. (Caraka-samhita, sarira-sthanam, 8,4-8)
Baik Garbhopanisad maupun Ayur-veda menjelaskan bahwa “kelebihan air mani dari sang ayah akan menghasilkan anak laki-laki tetapi kelebihan cairan dari sang ibu akan menghasilkan seorang anak perempuan…” Tanggal genap adalah hari yang baik untuk memperoleh anak laki-laki sedangkan tanggal ganjil baik untuk memperoleh anak perempuan.
o Setelah melakukan hubungan seksual, dianjurkan bagi yang wanita untuk tetap berbaring selama 30 menit sampai 1 jam, dengan begitu pembuahannya akan menjadi lebih mudah. Kemudian pasangan harus mandi dan makan payasam, makanan rohani, untuk memulihkan tenaganya.

o Apabila tukang masak atau pujari yang biasanya melakukan pelayanan di temple melakukan hubungan seksual, mereka harus istirahat dari tugasnya sehari sebelum dan sehari sesudahnya. Memasuki temple setelah melakukan hubungan seksual merupakan sebuah kesalahan dalam pelayanan bhakti. Hal ini juga berlaku kalau menyentuh seorang wanita yang sedang menstruasi. Orang juga harus mandi setelah melakukan hubungan seksual.

“Jika seorang tidak ingin mempunyai lebih dari satu atau dua orang anak, dia seharusnya tidak dengan teliti menggunakan berbagai alat kontrasepsi dan pada saat yang sama menikmati kehidupan seksual. Itu sangat berdosa. Jika suami dan istri bisa mengendalikan dengan sukarela melalui kemajuan dalam kesadaran Krishna, itu adalah cara yang paling baik. Bukan merupakan suatu kebutuhan kalau hanya karena seorang mempunyai istri, oleh karena itu dia harus melakukan hubungan seksual. Keseluruhan perencanaan ini adalah untuk menghindari kehidupan seksual sejauh mungkin.” (Surat dari Srila Prabhupada tertanggal 20 September 1968).

V.6. Kelanjutan Fisik dan Pengembangan Mental janin.

“Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa bersabda; Di bawah pengawasan Tuhan dan sesuai dengan hasil kegiatannya, makhluk hidup, atau sang roh, dimasukkan ke dalam rahim seorang perempuan melalui partikel air mani laki-laki untuk menerima jenis badan tertentu” … Bukanlah air mani laki-laki yang menciptakan kehidupan di dalam rahim seorang wanita. Melainkan makhluk hidup, sang roh, berlindung di dalam partikel air mani dan kemudian didorong masuk ke dalam rahim seorang wanita. Kemudian badan berkembang.” (S.B.3.31.1)

“Pada malam pertama, sperma dan ovum bergabung, dan pada malam kelima gabungan itu meragi menjadi sebuah gelembung. Pada malam kesepuluh gelembung itu berkembang menjadi sebuah wujud seperti buah plum, dan setelah itu, berangsur-angsur berubah menjadi segumpal daging atau sebutir telur, sesuai keadaan.” (S.B.3.31.2)

“Dalam waktu satu bulan, terbentuk kepala, dan pada akhir bulan kedua tangan, kaki dan bagian-bagian badan lainnya terbentuk. Pada akhir bulan ketiga, kuku, jari tangan, jari kaki, rambut di badan, tulang dan kulit muncul, demikian pula organ untuk berketurunan dan lubang-lubang lain di badan, yakni mata, lubang hidung, telinga, mulut dan dubur.” (S.B.3.31.3).

“Dalam waktu empat bulan dari hari pembuahan, muncul tujuh unsur penting badan yakni empedu, darah, daging, lemak, tulang, sumsum dan air mani. Pada akhir bulan kelima, lapar dan haus menjadi terasa, dan pada akhir bulan keenam, janin tersebut, dibungkus oleh air ketuban, mulai bergerak menuju sisi kanan perut.” (S.B.3.31.4)

“Ketika badan seorang anak terbentuk secara lengkap pada akhir bulan keenam, sang anak, jika ia laki-laki mulai bergerak menuju sisi kanan, dan jika perempuan, ia berusaha bergerak ke kiri.” (penjelasan S.B.3.31.4)

V.7. Upacara Tambahan.

Garbhadana-samskara menganjurkan kelahiran seorang anak yang saleh yang akan tumbuh dewasa dan membuat orang tuanya bahagia dan melihat perhatiannya terpusat pada mereka. Tetapi bahkan sebelum dia lahir, ketika sang ibu membawanya di dalam kandungannya, dilakukan berbagai upacara ritual selain dari samskara yang utama. Di Bengali contohnya, ketika anak berusia tiga bulan di dalam kandungan, si ibu diundang untuk makan dengan semua anak-anak tetangga yang dia sukai. Upacara ini, disebut svada-bhaksana, akan diperbaharui pada usia 11 bulan dalam kandungan. Dalam peradaban Weda, kelahiran anak atau kehamilan tidak pernah dianggap sebagai suatu beban; lebih dianggap sebagai kegembiraan. (Lihat penjelasan Srila Prabhupada dalam Srimad Bhagavatam 10.7.4).

BUKTI-BUKTI SIAPAKAN TUHAN

Bukti-bukti Sastra mengenai Siapakah Tuhan?

Dalam kitab suci Veda bagian moksa dharma Krishna juga mengatakan :

prajapatim ca rudram capy
aham eva srjami vai
tam himam navijanito
mama maya vimohitam

“Para leluhur, Siva dan lain-lainnya diciptakan oleh-Ku. Walaupun mereka tidak mengetahui bahwa mereka diciptakan oleh-Ku. Karena mereka dikhayalkan oleh tenaga-Ku yang menyebabkan khayalan”

aham sarvasya prabhavo
mattah sarvam pravartate
iti matva bhajante mam
buddha bhava-samanvitah

“Aku adalah sumber segala dunia rohani dan segala dunia material. Segala sesuatu berasal dari-Ku. Orang bijaksana yang mengetahui kenyataan ini secara sempurna menekuni bhakti kepada-Ku dan menyembah-Ku dengan sepenuh hatinya”
(Bhagavad-gita 10.8)

arjuna uvaca
param brahma param dhama pavitram paramam bhavan
purusam sasvatam divyam adi-devam ajam vibhum
ahus tvam rsayah sarve devarsir naradas tatha
asito devato vyasah svayam caiva bravisi me

“Arjuna berkata : Anda adalah Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, tempat tinggal tertinggi, Yang Maha Suci, Kebenaran Mutlak. Anda adalah Yang Maha Abadi, Yang Rohani dan melampaui dunia ini, kepribadian yang asli dan tidak dilahirkan dan Yang Maha Besar. Semua rsi yang mulia seperti Narada, Asita, Devala dan Vyasa membenarkan kenyataan ini tentang Anda, dan sekarang Anda sendiri menyatakan demikikan kepada hamba”
(Bhagavad-gita 10.12-13)

sarvasya caham hrdi sannivisto
mattah smrtir jnanam apohanam ca
vedais ca sarvair aham eva vedyo
vedanta-krd veda-vid eva caham

“Aku bersemayam didalam hati setiap mahkluk. Ingatan, pengetahuan dan pelupaan berasal dari-Ku. Akulah yang harus diketahui dari segala Veda; memang Akulah yang menyusun Vedanta, dan Akulah yang mengetahui Veda.”
(Bhagavad-gita 15.15)

avajananti mam mudha
manusim tanum asritam
param bhavam ajananto
mama bhuta-mahesvaram

“Orang bodoh mengejek diri-Ku bila Aku menurun dalam bentuk seperti manusia. mereka tidak mengenal sifat rohani-Ku sebagai Tuhan Yang Maha Esa yang berkuasa atas segala sesuatu yang ada”
(Bhagavad-gita 9.11)


isvarah parama krsnah
sat cid ananda vigrahah
anadir adir govinda
sarva karana karanam

“Pengendali yang tertinggi adalah Krishna bentuk beliau penuh dengan kekekalan, pengetahuan dan kebahagian. Beliau juga dikenal dengan nama Govinda yang adalah sebab dari segala sebab”
(Brahma Samhita 1.1)

yanti deva-vrata devan
pitrn yanti pitr-vratah
bhutani yanti bhutejya
yanti mad-yajino ’pi mam

“Orang yang menyembah dewa-dewa akan dilahirkan diantara para dewa, orang yang menyembah leluhur akan pergi ke leluhur, orang yang menyembah hantu dan roh halus akan dilahirkan ditengah-tengah makhluk-makhluk seperti itu, dan orang yang menyembah-Ku akan hidup bersama-Ku.”
(Bhagavad-gita 9.25)

avyakto ‘ksara ity uktas
tam ahuh paramam gatim
yam prapya na nivartante
tad dhama paramam mama

“Yang diuraikan sebagai yang tidak terwujud dan tidak pernah gagal oleh para ahli Vedanta, yang dikenal sebagai tujuan tertinggi, dan sesudah mencapai tempat itu, seseorang tidak kembali lagi – Itulah tempat tinggal-Ku yang paling tinggi”
(Bhagavad-gita 8.21)

a-brahma-bhuvanal lokah
punar avartino’rjuna
mam upetya tu kaunteya
punar janma na vidyate

“Dari planet tertinggi didunia material (planet tempat Deva Brahma) sampai dengan planet yang paling rendah (planet-planet neraka) semuanya tempat-tempat kesengsaraan, tempat kelahiran dan kematian dialami berulangkali. Tetapi orang yang mencapai tempat tinggal-Ku tidak akan pernah dilahirkan lagi, wahai putra Kunti.”
(Bhagavad-gita 8.16)

sarva yonisu kaunteya
murtayah sambhavanti yah
tasam brahma mahad yonir
aham bija-pradah pita

“Hendaknya dimengerti bahwa segala jenis kehidupan dimungkinkan oleh kelahiran di alam material ini, dan bahwa Akulah Bapa yang memberi benih, wahai putra Kunti” (Bhagavad-gita 14.4)

aham sarvasya prabhavo
mattah sarvam pravartate
iti matva bhajante mam
buddha bhava-samanvitah

“Aku adalah sumber segala dunia rohani dan segala dunia material. Segala sesuatu berasal dari-Ku. Orang bijaksana yang mengetahui kenyataan ini secara sempurna menekuni bhakti kepada-Ku dan menyembah-Ku dengan sepenuhnya hati” (B.G. 10.8)

avajananti mam mudha
manusim tanum asritam
param bhavam ajananto
mama bhuta-mahesvaram

“Orang bodoh mengejek diri-Ku bila Aku menurun dalam bentuk seperti manusia. mereka tidak mengenal sifat rohani-Ku sebagai Tuhan Yang Maha Esa yang berkuasa atas segala sesuatu yang ada”
(Bhagavad-gita 9.11)

na tad bhasayate suryo
na sasanko na pavakah
yad gatva na nivartante
tad dhama paramam mama

“Tempat tinggalku yang paling utama itu tidak diterangi oleh matahari, bulan, api maupun listrik. Orang yang mencapai tempat tinggal itu tidak pernah kembali lagi ke dunia material ini”
(Bhagavad-gita 15.6)

Untuk mencapai tempat tinggal itu harus selalu memanggil Nama Krishna sampai akhir hayat dengan mana kesadaran kita tetap kepada Krishna bukan kepada yang lain.

anta-kale ca mam eva
smaran muktva kalevaram
yah prayati sa mad-bhavam
yati nasty atra samsayah

“Siapapun yang meninggalkan badannya pada saat ajalnya sambil ingat kepada-Ku, segera mencapai sifat-Ku. Kenyataan ini tidak dapat diragukan”
(Bhagavad-gita 8.5)

yajna-sistasinah santo mucyante sarva-kilbisaih
bhunjate te tv agham papa ye pacanty atma-karanat

“Para penyembah Tuhan dibebaskan dari segala jenis dosa karena mereka makan makanan yang dipersembahkan terlebih dahulu untuk korban suci. Orang lain, yang menyiapkan makanan untuk kenikmatan indria-indria pribadi, sebenarnya hanya makan dosa saja.”
(Bhagavad-gita 3.13)

mayi sarvani karmani sannyasayadhyatma-cetasa
nirasir nirmamo bhutva yudhyasva vigata-jvarah

“O Arjuna, karena itu, dengan menyerahkan segala pekerjaanmu kepada-Ku, dengan pengetahuan sepenuhnya tentang-Ku, bebas dari keinginan untuk keuntungan, tanpa tuntutan hak milik, dan bebas dari sifat malas, bertempurlah”
(Bhagavad-gita 3.30)

ye me matam idam nityam anutisthanti manavah
sraddhavanto nasuyanto mucyante te ‘pi karmabhih

“Orang yang melakukan tugas-tugas kewajibannya menurut perintah-perintah-Ku dan mengikuti ajaran ini dengan setia, bebas dari rasa iri, dibebaskan dari ikatan perbuatan yang dimaksudkan untuk membuahkan hasil.”
(Bhagavad-gita 3.31)

ye tv etad abhyasuyanto nanutisthanti me matam
sarva-jnana-vimudhams tan viddhi nastan acetasah

“Tetapi orang yang tidak mengikuti ajaran ini secara teratur karena rasa iri dianggap kehilangan segala pengetahuan, dijadikan bodoh, dan dihancurkan dalam usahanya untuk mencari kesempurnaan.”
(Bhagavad-gita 3.32)

jnanam te ‘ham sa-vijnanam idam vaksyamy asesatah
yaj jnatva neha bhuyo ‘nyaj jnatavyam avasisyate

“Sekarang Aku akan menyatakan pengetahuan ini kepadamu secara keseluruhan, baik yang dapat dilihat maupun yang tidak dapat dilihat. Dengan menguasai pengetahuan ini, tidak akan ada hal lain lagi yang belum engkau ketahui.”
(Bhagavad-gita 7.2)

man-mana bhava mad-bhakto mad-yaji mam namaskuru
mam evaisyasi satyam te pratijane priyo ‘si me


“Berpikirlah tentang-Ku senantiasa, menjadi penyembah-Ku, bersembahyang kepada-Ku. Dengan demikian, pasti engaku akan datang kepada-Ku. Aku berjanji demikian kepadamu karena engkau kawan-Ku yang sangat kucintai.”
(Bhagavad-gita 18.65)

sarva-dharman parityajya mam ekam saranan vraja
aham tvam sarva-papebhyo moksayisyami ma sucah

“Tinggalkan segala jenis dharma dan hanya menyerahkan diri kepada-Ku. Aku akan menyelamatkan engkau dari segala reaksi dosa. Jangan takut.”
(Bhagavad-gita 18.66)

ya idam paramam guhyam mad-bhaktesv abhidhasyati
bhaktim mayi param krtva mam evaisyaty asamsayah

“Terjamin bahwa orang yang menjelaskan rahasia yang paling utama ini kepada para penyembah akan mencapai bhakti yang murni, dan akhirnya dia akan kembali kepada-Ku”
(Bhagavad-gita 18.68)

na ca tasman manusyeyu kascin me priya-krttamah
bhavita na ca me tasmad anyah priyataro bhuvi

“Tidak ada hamba di dunia ini yang lebih Ku-cintai daripada dia, dan tidak akan pernah ada orang yang lebih Ku-cintai.”
(Bhagavad-gita 18.69)


adhyesyate ca ya imam dharmyam samvadam dvayoh
jnana-yajnena tenaham istah syam iti me matih

“Aku memaklumkan bahwa orang yang mempelajari percakapan kita yang suci ini bersembahyang kepada-Ku dengan kecerdasaanya.”
(Bhagavad-gita 18.70)

sraddhavan anasuyas ca srnuyad api yo narah
so ‘pi muktah subhal lokan prapnuyat punya-karmanam

“Orang yang mendengar dengan keyakinan tanpa rasa iri dibebaskan dari reaksi-reaksi dosa dan mencapai planet-planet yang menguntungkan, tempat tinggal orang saleh.”
(Bhagavad-gita 18.71)


yatra yogesvarah krsno yatra partho dhanur-dharah
tatra srir vijayo bhutir dhruva nitir matir mama

“Di manapun ada Krishna, penguasa semua ahli kebatinan, dan di manapun ada Arjuna, pemanah yang paling utama, di sana pasti ada kekayaan, kejayaan, kekuatan luar biasa dan moralitas. Itulah pendapat saya.”

ananya-cetah satatam
yo mam smarati nityasah
tasyaham sulabhah partha
nitya-yuktasya yoginah

“Wahai putera Prtha, Aku mudah sekali dicapai oleh orang yang selalu ingat kepada-Ku tanpa menyimpang sebab dia senantiasa tekun dalam Bhakti” (B.G. 8.14)

Srimad Bhagavatam (27.7.38)
yarhi alayesu api satam na hareh kathah syuh
pasandino dvija-jana vrsala nrdevah
svaha svadha vasad iti sma giro na yatra
sasta bhavisyati kaler bhagavan yugante

“Setelah itu pada akhir Kali yuga ketika tidak ada topik-topik tentang KeTuhanan, bahkan ditempat tinggal dari mereka yang disebut orang-orang suci dan ditempat orang-orang yang terhormat dari 3 kasta yang lebih tinggi, dan ketika kekuatan pemerintah dipindahkan ke tangan para menteri yang terpilih dari kelas sudra kelahiran rendah atau mereka yang lebih rendah darinya, dan ketika tidak ada satupun yang diketahui tentang pelaksanaan Yajna, bahkan dengan kata-kata, pada saat itu Tuhan muncul sebagai penghukum yang tertinggi”


ananyas cintayanto mam
ye janah paryupasate
tesam nityabhiyuktanam
yoga-ksemam vahamy aham

“Tetapi orang yang selalu menyembah-Ku dengan bhakti tanpa tujuan yang lain dan bersemadi pada bentuk rohani-Ku – Aku bawakan apa yang dibutuhkan, dan Aku memelihara apa yang dimilikinya” (B.G. 9.22)

asraddadhanah purusa
dharmasyasya parantapa
aprapya mam nivartante
mrtyu-samsara-vartmani

“Orang yang tidak yakin dan tidak setia melaksanakan bhakti ini, tidak dapat mencapai kepada-Ku wahai penakluk musuh. Karena itu, mereka kembali ke jalan kelahiran dan kematian di dunia material.” (B.G. 9.3)

yo mam ajam anadim ca
vetti loka-mahesvaram
asammudhah sa martyesu
sarva-papaih pramucyate

“Orang yang mengenal Aku sebagai yang tidak dilahirkan, sebagai yang tidak berawal, sebagai Tuhan Yang Maha Esa yang berkuasa atas semua dunia di kalangan manusia dia yang tidak berkhayal, dan hanya dialah yang dibebaskan dari segala dosa” (B.G. 10.3)
Dari ayat ini jelas bahwa ketika kita meminta sesuatu khususnya ingin bebas dari dosa harus mengenali dan mengetahui keberadaanNya terlebih dahulu. Itu artinya secara singkat bahwa kita harus menyerahkan diri dan mengabdikan seluruh jiwa dan raga yang dilandaskan atas iman yang penuh agar segala sesuatu pada Dirinya diungkapkan dan akhirnya kita mengerti. Sejauh pengertian kita itu yang didasarkan atas penyerahan diri maka sejauh itulah karunia balasan Tuhan yang mengalir. Ini adalah ungkapan kebenaran dari Tuhan yang sejati.

ye yatha mam prapadyante
tams tathaiva bhajamy aham
mama vartmanuvartante
mamusyah partha sarvasah

“Sejauh mana semua orang menyerahkan diri kepada-Ku, Aku menganugrahi mereka sesuai dengan penyerahan dirinya itu. Semua orang menempuh jalan-Ku dalam segala hal. Wahai putra Prtha” (B.G. 4.11)


ajnas casraddadhanas ca
samsayatma vinasyati
nayam loko sti na paro
na sukham samsayatmanah

“Tetapi orang yang bodoh dan tidak percaya yang ragu-ragu tentang kitab-kitab suci yang diwahyukan, tidak akan mencapai kesadaran terhadap Tuhan Yang Maha Esa; melainkan mereka jatuh. Tidak ada kebahagian bagi orang yang ragu-ragu, baik di dunia ini maupun dalam penjelmaan yang akan datang” (B.G. 4.40)

sarva-dharman parityajya
mam ekam saranam vraja
aham tvam sarva-papebhyo
moksayisyami ma sucah

“Tinggalkan segala jenis dharma dan hanya menyerahkan diri kepada-Ku. Aku akan menyelamatkan engkau dari segala reaksi dosa. Jangan takut.” (B.G. 18.66)

ye tu sarvani karmani
mayi sannyasya mat-parah
ananyenaiva yogena
mam dhyayanta upasate

tesam aham samuddharta
mertyu-samsara-sagarat
bhavami na cirat partha
mayy avesita-cetasam

“Tetapi orang yang menyembah-Ku, menyerahkan segala kegiatannya kepada-Ku, setia kepada-Ku tanpa menyimpang, Tekun dalam pengabdian suci bhakti, selalu bersemadi kepada-Ku, dan sudah memusatkan pikirannya kepada-Ku – cepat Kuselamatkan dari lautan kelahiran dan kematian, wahai putera Partha” (B.G. 12.6-7)

Bhaktya mam abhija nati artinya Tuhan hanya bisa dimengerti dengan jalan bhakti karenanya seseorang harus sepenuhnya berbhakti kepada Tuhan

ye yatha mam prapadyante tams tathaiva bhajamy aham
mama vartmanuvartante manusyah partha sarvasah

“Sejauh mana semua orang menyerahkan diri kepada-Ku, Aku menganugrahi mereka sesuai dengan penyerahan dirinya itu. Semua orang menempuh jalan-Ku dalam segala hal, wahai putera Partha” (B.G. 4.11)

Srimad Bhagavantam (2.3.10) :

akamah sarva-kamo va moksa-kama udara-dhih
tivrena bhakti-yogena yajeta purusam param

“Baik seseorang bebas dari keinginan (keadaan para penyembah), menginginkan segala hasil atau pahala, maupun mencari pembebasan, hendaknya ia berusaha dengan segala upaya untuk menyembah Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa untuk mencapai kesempurnaan yang lengkap, yang memuncak dalam kesadaran Krishna.”


tad viddhi pranipatena
pariprasnena sevaya
upadeksyanti te jnanam
jnaninas tattva-darsinah

“Cobalah mempelajari kebenaran dengan cara mendekati seorang guru kerohanian. Bertanya kepada beliau dengan tunduk hati dan mengabdikan diri kepada beliau. Orang yang sudah insyaf akan dirinya dapat memberikan pengetahuan kepadamu karena mereka sudah melihat kebenaran itu” (B.G. 4.34)

evam parampara-praptam
imam rajarsayo viduh
sa kaleneha mahata
yogo nastah parantapa

“Ilmu pengetahuan yang paling utama ini diterima dengan cara sedimikian rupa melalui rangkaian garis perguruan guru-guru kerohanian, dan para raja yang suci mengerti ilmu pengetahuan tersebut dengan cara seperti itu. Tetapi sesudah beberapa waktu, garis perguruan itu terputus; karena itu, rupanya ilmu pengetahuan yang asli itu sudah hilang” (B.G. 4.2)

yah sastra-vidhim utsrjya
vartate kama-karatah
na sa siddhim avapnoti
na sukham na param gatim

“Orang yang meninggalkan aturan kitab suci dan bertindak menurut kehendak sendiri tidak mencapai kesempurnaan, kebahagiaan maupun tujuan tertinggi” (B.G. 16.23)

yah param ramhasah sajsat
tri-gunaj jiva-samjnitat
bhagavantam vasudevam
prapannah sa priyo hi me

“Deva Siva melanjutkan : siapapun yang menyerahkan diri kepada kepribadian Tuhan Yang Tertinggi Krishna (Vasudeva) pengontrol segala sesuatu baik alam material maupun mahkluk hidup dialah sebenarnya sangat terkasih bagiku”
(Bhagavata Purana 4.24.28)

kasmac ca te na nameran mahatman
gariyase brahmano ‘py adi-kartre
ananta devesa jagan-nivasa
tvam aksaram sad-asat tat param yat

“O Yang Mahabesar, lebih tinggi dari pada Brahma, anda adalah Pencipta yang asli. Karena itu, bukankah seyogyanya mereka bersujud dengan hormat kepada Anda? O Kepribadian yang tidak terhingga, Tuhan yang disembah oleh semua dewa, Pelindung alam semesta! Anda adalah sumber yang tidak dapat dikalahkan, sebab segala sebab, yang melampaui manifestasi alam material ini.”
(B.G. 11.37)

“Sekarang Aku akan menyatakan pengetahuan ini kepadamu secara keseluruhan, baik yang dapat dilihat maupun yang tidak dapat dilihat. Dengan menguasai pengetahuan ini, tidak akan ada hal lain lagi yang belum engkau ketahui.”
(Bhagavad-gita 7.2)

ya idam paramam guhyam
mad-bhaktesv abhidhasyati
bhaktim mayi param krtva
mam evaisyaty asamsayah

“Terjamin bahwa orang yang menjelaskan rahasia yang paling utama ini kepada para penyembah akan mencapai bhakti yang murni, dan akhirnya dia akan kembali kepada-Ku”
(Bhagavad-gita 18.68)

BUKTI-BUKTI SIAPAKAN TUHAN

Bukti-bukti Sastra mengenai Siapakah Tuhan?

Dalam kitab suci Veda bagian moksa dharma Krishna juga mengatakan :

prajapatim ca rudram capy
aham eva srjami vai
tam himam navijanito
mama maya vimohitam

“Para leluhur, Siva dan lain-lainnya diciptakan oleh-Ku. Walaupun mereka tidak mengetahui bahwa mereka diciptakan oleh-Ku. Karena mereka dikhayalkan oleh tenaga-Ku yang menyebabkan khayalan”

aham sarvasya prabhavo
mattah sarvam pravartate
iti matva bhajante mam
buddha bhava-samanvitah

“Aku adalah sumber segala dunia rohani dan segala dunia material. Segala sesuatu berasal dari-Ku. Orang bijaksana yang mengetahui kenyataan ini secara sempurna menekuni bhakti kepada-Ku dan menyembah-Ku dengan sepenuh hatinya”
(Bhagavad-gita 10.8)

arjuna uvaca
param brahma param dhama pavitram paramam bhavan
purusam sasvatam divyam adi-devam ajam vibhum
ahus tvam rsayah sarve devarsir naradas tatha
asito devato vyasah svayam caiva bravisi me

“Arjuna berkata : Anda adalah Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, tempat tinggal tertinggi, Yang Maha Suci, Kebenaran Mutlak. Anda adalah Yang Maha Abadi, Yang Rohani dan melampaui dunia ini, kepribadian yang asli dan tidak dilahirkan dan Yang Maha Besar. Semua rsi yang mulia seperti Narada, Asita, Devala dan Vyasa membenarkan kenyataan ini tentang Anda, dan sekarang Anda sendiri menyatakan demikikan kepada hamba”
(Bhagavad-gita 10.12-13)

sarvasya caham hrdi sannivisto
mattah smrtir jnanam apohanam ca
vedais ca sarvair aham eva vedyo
vedanta-krd veda-vid eva caham

“Aku bersemayam didalam hati setiap mahkluk. Ingatan, pengetahuan dan pelupaan berasal dari-Ku. Akulah yang harus diketahui dari segala Veda; memang Akulah yang menyusun Vedanta, dan Akulah yang mengetahui Veda.”
(Bhagavad-gita 15.15)

avajananti mam mudha
manusim tanum asritam
param bhavam ajananto
mama bhuta-mahesvaram

“Orang bodoh mengejek diri-Ku bila Aku menurun dalam bentuk seperti manusia. mereka tidak mengenal sifat rohani-Ku sebagai Tuhan Yang Maha Esa yang berkuasa atas segala sesuatu yang ada”
(Bhagavad-gita 9.11)


isvarah parama krsnah
sat cid ananda vigrahah
anadir adir govinda
sarva karana karanam

“Pengendali yang tertinggi adalah Krishna bentuk beliau penuh dengan kekekalan, pengetahuan dan kebahagian. Beliau juga dikenal dengan nama Govinda yang adalah sebab dari segala sebab”
(Brahma Samhita 1.1)

yanti deva-vrata devan
pitrn yanti pitr-vratah
bhutani yanti bhutejya
yanti mad-yajino ’pi mam

“Orang yang menyembah dewa-dewa akan dilahirkan diantara para dewa, orang yang menyembah leluhur akan pergi ke leluhur, orang yang menyembah hantu dan roh halus akan dilahirkan ditengah-tengah makhluk-makhluk seperti itu, dan orang yang menyembah-Ku akan hidup bersama-Ku.”
(Bhagavad-gita 9.25)

avyakto ‘ksara ity uktas
tam ahuh paramam gatim
yam prapya na nivartante
tad dhama paramam mama

“Yang diuraikan sebagai yang tidak terwujud dan tidak pernah gagal oleh para ahli Vedanta, yang dikenal sebagai tujuan tertinggi, dan sesudah mencapai tempat itu, seseorang tidak kembali lagi – Itulah tempat tinggal-Ku yang paling tinggi”
(Bhagavad-gita 8.21)

a-brahma-bhuvanal lokah
punar avartino’rjuna
mam upetya tu kaunteya
punar janma na vidyate

“Dari planet tertinggi didunia material (planet tempat Deva Brahma) sampai dengan planet yang paling rendah (planet-planet neraka) semuanya tempat-tempat kesengsaraan, tempat kelahiran dan kematian dialami berulangkali. Tetapi orang yang mencapai tempat tinggal-Ku tidak akan pernah dilahirkan lagi, wahai putra Kunti.”
(Bhagavad-gita 8.16)

sarva yonisu kaunteya
murtayah sambhavanti yah
tasam brahma mahad yonir
aham bija-pradah pita

“Hendaknya dimengerti bahwa segala jenis kehidupan dimungkinkan oleh kelahiran di alam material ini, dan bahwa Akulah Bapa yang memberi benih, wahai putra Kunti” (Bhagavad-gita 14.4)

aham sarvasya prabhavo
mattah sarvam pravartate
iti matva bhajante mam
buddha bhava-samanvitah

“Aku adalah sumber segala dunia rohani dan segala dunia material. Segala sesuatu berasal dari-Ku. Orang bijaksana yang mengetahui kenyataan ini secara sempurna menekuni bhakti kepada-Ku dan menyembah-Ku dengan sepenuhnya hati” (B.G. 10.8)

avajananti mam mudha
manusim tanum asritam
param bhavam ajananto
mama bhuta-mahesvaram

“Orang bodoh mengejek diri-Ku bila Aku menurun dalam bentuk seperti manusia. mereka tidak mengenal sifat rohani-Ku sebagai Tuhan Yang Maha Esa yang berkuasa atas segala sesuatu yang ada”
(Bhagavad-gita 9.11)

na tad bhasayate suryo
na sasanko na pavakah
yad gatva na nivartante
tad dhama paramam mama

“Tempat tinggalku yang paling utama itu tidak diterangi oleh matahari, bulan, api maupun listrik. Orang yang mencapai tempat tinggal itu tidak pernah kembali lagi ke dunia material ini”
(Bhagavad-gita 15.6)

Untuk mencapai tempat tinggal itu harus selalu memanggil Nama Krishna sampai akhir hayat dengan mana kesadaran kita tetap kepada Krishna bukan kepada yang lain.

anta-kale ca mam eva
smaran muktva kalevaram
yah prayati sa mad-bhavam
yati nasty atra samsayah

“Siapapun yang meninggalkan badannya pada saat ajalnya sambil ingat kepada-Ku, segera mencapai sifat-Ku. Kenyataan ini tidak dapat diragukan”
(Bhagavad-gita 8.5)

yajna-sistasinah santo mucyante sarva-kilbisaih
bhunjate te tv agham papa ye pacanty atma-karanat

“Para penyembah Tuhan dibebaskan dari segala jenis dosa karena mereka makan makanan yang dipersembahkan terlebih dahulu untuk korban suci. Orang lain, yang menyiapkan makanan untuk kenikmatan indria-indria pribadi, sebenarnya hanya makan dosa saja.”
(Bhagavad-gita 3.13)

mayi sarvani karmani sannyasayadhyatma-cetasa
nirasir nirmamo bhutva yudhyasva vigata-jvarah

“O Arjuna, karena itu, dengan menyerahkan segala pekerjaanmu kepada-Ku, dengan pengetahuan sepenuhnya tentang-Ku, bebas dari keinginan untuk keuntungan, tanpa tuntutan hak milik, dan bebas dari sifat malas, bertempurlah”
(Bhagavad-gita 3.30)

ye me matam idam nityam anutisthanti manavah
sraddhavanto nasuyanto mucyante te ‘pi karmabhih

“Orang yang melakukan tugas-tugas kewajibannya menurut perintah-perintah-Ku dan mengikuti ajaran ini dengan setia, bebas dari rasa iri, dibebaskan dari ikatan perbuatan yang dimaksudkan untuk membuahkan hasil.”
(Bhagavad-gita 3.31)

ye tv etad abhyasuyanto nanutisthanti me matam
sarva-jnana-vimudhams tan viddhi nastan acetasah

“Tetapi orang yang tidak mengikuti ajaran ini secara teratur karena rasa iri dianggap kehilangan segala pengetahuan, dijadikan bodoh, dan dihancurkan dalam usahanya untuk mencari kesempurnaan.”
(Bhagavad-gita 3.32)

jnanam te ‘ham sa-vijnanam idam vaksyamy asesatah
yaj jnatva neha bhuyo ‘nyaj jnatavyam avasisyate

“Sekarang Aku akan menyatakan pengetahuan ini kepadamu secara keseluruhan, baik yang dapat dilihat maupun yang tidak dapat dilihat. Dengan menguasai pengetahuan ini, tidak akan ada hal lain lagi yang belum engkau ketahui.”
(Bhagavad-gita 7.2)

man-mana bhava mad-bhakto mad-yaji mam namaskuru
mam evaisyasi satyam te pratijane priyo ‘si me


“Berpikirlah tentang-Ku senantiasa, menjadi penyembah-Ku, bersembahyang kepada-Ku. Dengan demikian, pasti engaku akan datang kepada-Ku. Aku berjanji demikian kepadamu karena engkau kawan-Ku yang sangat kucintai.”
(Bhagavad-gita 18.65)

sarva-dharman parityajya mam ekam saranan vraja
aham tvam sarva-papebhyo moksayisyami ma sucah

“Tinggalkan segala jenis dharma dan hanya menyerahkan diri kepada-Ku. Aku akan menyelamatkan engkau dari segala reaksi dosa. Jangan takut.”
(Bhagavad-gita 18.66)

ya idam paramam guhyam mad-bhaktesv abhidhasyati
bhaktim mayi param krtva mam evaisyaty asamsayah

“Terjamin bahwa orang yang menjelaskan rahasia yang paling utama ini kepada para penyembah akan mencapai bhakti yang murni, dan akhirnya dia akan kembali kepada-Ku”
(Bhagavad-gita 18.68)

na ca tasman manusyeyu kascin me priya-krttamah
bhavita na ca me tasmad anyah priyataro bhuvi

“Tidak ada hamba di dunia ini yang lebih Ku-cintai daripada dia, dan tidak akan pernah ada orang yang lebih Ku-cintai.”
(Bhagavad-gita 18.69)


adhyesyate ca ya imam dharmyam samvadam dvayoh
jnana-yajnena tenaham istah syam iti me matih

“Aku memaklumkan bahwa orang yang mempelajari percakapan kita yang suci ini bersembahyang kepada-Ku dengan kecerdasaanya.”
(Bhagavad-gita 18.70)

sraddhavan anasuyas ca srnuyad api yo narah
so ‘pi muktah subhal lokan prapnuyat punya-karmanam

“Orang yang mendengar dengan keyakinan tanpa rasa iri dibebaskan dari reaksi-reaksi dosa dan mencapai planet-planet yang menguntungkan, tempat tinggal orang saleh.”
(Bhagavad-gita 18.71)


yatra yogesvarah krsno yatra partho dhanur-dharah
tatra srir vijayo bhutir dhruva nitir matir mama

“Di manapun ada Krishna, penguasa semua ahli kebatinan, dan di manapun ada Arjuna, pemanah yang paling utama, di sana pasti ada kekayaan, kejayaan, kekuatan luar biasa dan moralitas. Itulah pendapat saya.”

ananya-cetah satatam
yo mam smarati nityasah
tasyaham sulabhah partha
nitya-yuktasya yoginah

“Wahai putera Prtha, Aku mudah sekali dicapai oleh orang yang selalu ingat kepada-Ku tanpa menyimpang sebab dia senantiasa tekun dalam Bhakti” (B.G. 8.14)

Srimad Bhagavatam (27.7.38)
yarhi alayesu api satam na hareh kathah syuh
pasandino dvija-jana vrsala nrdevah
svaha svadha vasad iti sma giro na yatra
sasta bhavisyati kaler bhagavan yugante

“Setelah itu pada akhir Kali yuga ketika tidak ada topik-topik tentang KeTuhanan, bahkan ditempat tinggal dari mereka yang disebut orang-orang suci dan ditempat orang-orang yang terhormat dari 3 kasta yang lebih tinggi, dan ketika kekuatan pemerintah dipindahkan ke tangan para menteri yang terpilih dari kelas sudra kelahiran rendah atau mereka yang lebih rendah darinya, dan ketika tidak ada satupun yang diketahui tentang pelaksanaan Yajna, bahkan dengan kata-kata, pada saat itu Tuhan muncul sebagai penghukum yang tertinggi”


ananyas cintayanto mam
ye janah paryupasate
tesam nityabhiyuktanam
yoga-ksemam vahamy aham

“Tetapi orang yang selalu menyembah-Ku dengan bhakti tanpa tujuan yang lain dan bersemadi pada bentuk rohani-Ku – Aku bawakan apa yang dibutuhkan, dan Aku memelihara apa yang dimilikinya” (B.G. 9.22)

asraddadhanah purusa
dharmasyasya parantapa
aprapya mam nivartante
mrtyu-samsara-vartmani

“Orang yang tidak yakin dan tidak setia melaksanakan bhakti ini, tidak dapat mencapai kepada-Ku wahai penakluk musuh. Karena itu, mereka kembali ke jalan kelahiran dan kematian di dunia material.” (B.G. 9.3)

yo mam ajam anadim ca
vetti loka-mahesvaram
asammudhah sa martyesu
sarva-papaih pramucyate

“Orang yang mengenal Aku sebagai yang tidak dilahirkan, sebagai yang tidak berawal, sebagai Tuhan Yang Maha Esa yang berkuasa atas semua dunia di kalangan manusia dia yang tidak berkhayal, dan hanya dialah yang dibebaskan dari segala dosa” (B.G. 10.3)
Dari ayat ini jelas bahwa ketika kita meminta sesuatu khususnya ingin bebas dari dosa harus mengenali dan mengetahui keberadaanNya terlebih dahulu. Itu artinya secara singkat bahwa kita harus menyerahkan diri dan mengabdikan seluruh jiwa dan raga yang dilandaskan atas iman yang penuh agar segala sesuatu pada Dirinya diungkapkan dan akhirnya kita mengerti. Sejauh pengertian kita itu yang didasarkan atas penyerahan diri maka sejauh itulah karunia balasan Tuhan yang mengalir. Ini adalah ungkapan kebenaran dari Tuhan yang sejati.

ye yatha mam prapadyante
tams tathaiva bhajamy aham
mama vartmanuvartante
mamusyah partha sarvasah

“Sejauh mana semua orang menyerahkan diri kepada-Ku, Aku menganugrahi mereka sesuai dengan penyerahan dirinya itu. Semua orang menempuh jalan-Ku dalam segala hal. Wahai putra Prtha” (B.G. 4.11)


ajnas casraddadhanas ca
samsayatma vinasyati
nayam loko sti na paro
na sukham samsayatmanah

“Tetapi orang yang bodoh dan tidak percaya yang ragu-ragu tentang kitab-kitab suci yang diwahyukan, tidak akan mencapai kesadaran terhadap Tuhan Yang Maha Esa; melainkan mereka jatuh. Tidak ada kebahagian bagi orang yang ragu-ragu, baik di dunia ini maupun dalam penjelmaan yang akan datang” (B.G. 4.40)

sarva-dharman parityajya
mam ekam saranam vraja
aham tvam sarva-papebhyo
moksayisyami ma sucah

“Tinggalkan segala jenis dharma dan hanya menyerahkan diri kepada-Ku. Aku akan menyelamatkan engkau dari segala reaksi dosa. Jangan takut.” (B.G. 18.66)

ye tu sarvani karmani
mayi sannyasya mat-parah
ananyenaiva yogena
mam dhyayanta upasate

tesam aham samuddharta
mertyu-samsara-sagarat
bhavami na cirat partha
mayy avesita-cetasam

“Tetapi orang yang menyembah-Ku, menyerahkan segala kegiatannya kepada-Ku, setia kepada-Ku tanpa menyimpang, Tekun dalam pengabdian suci bhakti, selalu bersemadi kepada-Ku, dan sudah memusatkan pikirannya kepada-Ku – cepat Kuselamatkan dari lautan kelahiran dan kematian, wahai putera Partha” (B.G. 12.6-7)

Bhaktya mam abhija nati artinya Tuhan hanya bisa dimengerti dengan jalan bhakti karenanya seseorang harus sepenuhnya berbhakti kepada Tuhan

ye yatha mam prapadyante tams tathaiva bhajamy aham
mama vartmanuvartante manusyah partha sarvasah

“Sejauh mana semua orang menyerahkan diri kepada-Ku, Aku menganugrahi mereka sesuai dengan penyerahan dirinya itu. Semua orang menempuh jalan-Ku dalam segala hal, wahai putera Partha” (B.G. 4.11)

Srimad Bhagavantam (2.3.10) :

akamah sarva-kamo va moksa-kama udara-dhih
tivrena bhakti-yogena yajeta purusam param

“Baik seseorang bebas dari keinginan (keadaan para penyembah), menginginkan segala hasil atau pahala, maupun mencari pembebasan, hendaknya ia berusaha dengan segala upaya untuk menyembah Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa untuk mencapai kesempurnaan yang lengkap, yang memuncak dalam kesadaran Krishna.”


tad viddhi pranipatena
pariprasnena sevaya
upadeksyanti te jnanam
jnaninas tattva-darsinah

“Cobalah mempelajari kebenaran dengan cara mendekati seorang guru kerohanian. Bertanya kepada beliau dengan tunduk hati dan mengabdikan diri kepada beliau. Orang yang sudah insyaf akan dirinya dapat memberikan pengetahuan kepadamu karena mereka sudah melihat kebenaran itu” (B.G. 4.34)

evam parampara-praptam
imam rajarsayo viduh
sa kaleneha mahata
yogo nastah parantapa

“Ilmu pengetahuan yang paling utama ini diterima dengan cara sedimikian rupa melalui rangkaian garis perguruan guru-guru kerohanian, dan para raja yang suci mengerti ilmu pengetahuan tersebut dengan cara seperti itu. Tetapi sesudah beberapa waktu, garis perguruan itu terputus; karena itu, rupanya ilmu pengetahuan yang asli itu sudah hilang” (B.G. 4.2)

yah sastra-vidhim utsrjya
vartate kama-karatah
na sa siddhim avapnoti
na sukham na param gatim

“Orang yang meninggalkan aturan kitab suci dan bertindak menurut kehendak sendiri tidak mencapai kesempurnaan, kebahagiaan maupun tujuan tertinggi” (B.G. 16.23)

yah param ramhasah sajsat
tri-gunaj jiva-samjnitat
bhagavantam vasudevam
prapannah sa priyo hi me

“Deva Siva melanjutkan : siapapun yang menyerahkan diri kepada kepribadian Tuhan Yang Tertinggi Krishna (Vasudeva) pengontrol segala sesuatu baik alam material maupun mahkluk hidup dialah sebenarnya sangat terkasih bagiku”
(Bhagavata Purana 4.24.28)

kasmac ca te na nameran mahatman
gariyase brahmano ‘py adi-kartre
ananta devesa jagan-nivasa
tvam aksaram sad-asat tat param yat

“O Yang Mahabesar, lebih tinggi dari pada Brahma, anda adalah Pencipta yang asli. Karena itu, bukankah seyogyanya mereka bersujud dengan hormat kepada Anda? O Kepribadian yang tidak terhingga, Tuhan yang disembah oleh semua dewa, Pelindung alam semesta! Anda adalah sumber yang tidak dapat dikalahkan, sebab segala sebab, yang melampaui manifestasi alam material ini.”
(B.G. 11.37)

“Sekarang Aku akan menyatakan pengetahuan ini kepadamu secara keseluruhan, baik yang dapat dilihat maupun yang tidak dapat dilihat. Dengan menguasai pengetahuan ini, tidak akan ada hal lain lagi yang belum engkau ketahui.”
(Bhagavad-gita 7.2)

ya idam paramam guhyam
mad-bhaktesv abhidhasyati
bhaktim mayi param krtva
mam evaisyaty asamsayah

“Terjamin bahwa orang yang menjelaskan rahasia yang paling utama ini kepada para penyembah akan mencapai bhakti yang murni, dan akhirnya dia akan kembali kepada-Ku”
(Bhagavad-gita 18.68)

MENGAPA TIDAK BOLEH MEMBUNUH SAPI

IBU SELURUH ALAM SEMESTA

Ada pernyataan dalam bahasa Sansekerta yang sangat terkenal yaitu; gaavo vishwasya mataraha santuh pitaraha yang artinya; Sapi adalah ibu seluruh alam semesta dan sapi jantan adalah ayah. Dalam kitab suci agama Hindu yaitu kitab suci Weda juga dijelaskan ada tujuh ibu yaitu, 1. Sapi, 2. ibu kandung, 3. istri guru kerohanian, 4. istri brahmana, 5. istri raja, 6. bumi dan 7. perawat. Jadi dengan demikian sapi adalah salah satu ibu yang harus kita hormati dan sayangi, sehingga umat Hindu khususnya, seharusnya memberikan penghormatan yang besar kepada sapi, karena dengan melindungi dan memuja sapi berpengaruh dalam kehidupan rohani, juga menyelamatkan alam semesta termasuk bumi.
Seorang ibu begitu menyayangi putranya, tanpa mengharapkan imbalan apapun, seorang ibu menyusui dan merawat anak-anaknya. Begitu juga dengan sapi yang merupakan salah satu dari ibu kita. Dia telah banyak membantu dalam pekerjaan kita dan memberikan kita susunya. Layakkah seorang ibu seperti itu kita bunuh? Tidak hanya berdasarkan pertimbangan ini saja. Dalam Kitab Suci Weda pun pembunuhan sapi sangat dilarang.

Di India, tidak hanya para rohaniwan, bahkan masyarakat pada umumnya pun memberikan penghormatan yang besar kepada sapi dan mereka juga tidak memakan daging sapi. Namun sayangnya, kita sebagai manusia belum banyak mengetahui tentang keagungan sapi serta belum memberikan penghormatan yang besar kepada sapi, bahkan tidak jarang yang memukuli sapi, memperlakukannya dengan kasar dan masih banyak umat Hindu di Bali yang memakan daging sapi walaupun atas nama yadnya, sementara sumber hukum/nara sumber dari Weda tidak ditemukan dengan jelas.
Seperti penjelasan di atas dikatakan bahwa sapi adalah salah satu ibu kita, memberikan susunya untuk kita dan bukan untuk dirinya sendiri. Berikut adalah ayat-ayat dalam kitab suci yang menunjukkan kasih sayang sapi kepada kita:
prabhu kahe,—go-dugdha khäo, gäbhé tomära mätä
våña anna upajäya, täte teìho pitä

“Tuhan Sri Caitanya berkata, “Anda meminum susu sapi, oleh karena itu sapi adalah ibu anda. Dan sapi jantan menghasilkan biji-bijian untuk kebutuhan hidup anda; oleh karena itu dia adalah ayah anda.”

(Caitanya Caritamrta Adi 17.153)

pitä-mätä märi’ khäo—ebä kon dharma
kon bale kara tumi e-mata vikarma

“Karena sapi jantan dan sapi betina adalah ayah dan ibu anda, bagaimana bisa anda membunuh dan memakan mereka? Prinsip agama macam apa ini? Dengan kekuatan apa sehingga anda begitu memberanikan diri melakukan kegiatan berdosa semacam itu?”
(Caitanya Caritamrta Adi 17.154)

agavo agmannuta bhadramakrantsidantu gosthe
ramayantvasme prajavatih parurupa iha syurindraya
purvirusaso duhanah

Sapi telah datang, dan dengan kedatangannya kita menjadi sejahtera. Sapi duduk di kandangnya dan memberikan kesenangan pada kita. Sapi-sapi yang dihiasi oleh aneka warna dan anak-anak yang sehat, memberikan susu yang melimpah ruah.
(Rg Weda 6.28.1)

Berdasarkan pada ayat-ayat tersebut di atas, hendaknya kita menghentikan pembunuhan terhadap sapi dan sebaliknya memberikan perlindungan kepada sapi, karena sapi sesungguhnya begitu agung dan memberikan banyak manfaat, namun orang-orang yang tidak tahu berterima kasih telah memperlakukan sapi dengan kasar:
gäà ca dharma-dughäà dénäà
bhåçaà çüdra-padähatäm
vivatsäm äçru-vadanäà
kñämäà yavasam icchatém

(Bhagavata-purana 1.17.3)

“Walaupun Sapi bermanfaat karena orang bisa mengambil prinsip-prinsip keagamaan darinya. Tetapi sekarang dia sangat malang dan tidak mempunyai anak. Kakinya dipukuli oleh seorang sudra, Ada air mata di matanya dan dia sangat menderita dan lemah. Dia kemudian berminat dengan rumput di padang”.

Demikianlah penderitaan sapi, ibu yang mulia yang telah memberikan kita kesejahteraan. Dipaksa bekerja berat, dipukuli dan anak-anaknya di jual ke rumah potong. Teganya kita berlaku kasar seperti ini pada seorang ibu. Teganya kita membunuh ibu sendiri. Lalu apa kata kitab suci mengenai semua ini?
Larangan pembunuhan sapi dalam kitab suci Weda:
are te goghnamuta purusaghnam
(Dalam Rg Weda)

apa katanya hendaknya senjatamu bukan untuk membunuh sapi dan manusia.

duhamasvibhyam payo aghnyeyam sa vardhatam mahate saubhagaya
(Rg Weda 1.164.27)

Sapi ini yang tidak boleh dibunuh, mempersembahkan susu kepada Dewa Asvini dan dia berkembang demi keuntungan kita.

suyavasadbhagavati hi bhuyo atho
vayam bhagavantah syama
adhi trnamaghnye visvadanim
piba sudhamudakamacaranti
(Rg Weda 1.164.40)

Dengan memakan rumput yang baik, sapi menjadi beruntung, dan semoga dari sapi yang beruntung tersebut kita juga menjadi beruntung atau menjadi kaya. Wahai sapi yang tidak boleh dibunuh…, hendaklah engkau selalu memakan rumput utama dan di waktu pulang kandang hendaknya engkau meminum air bersih jernih.

Sapi dilindungi oleh Tuhan
Demikianlah Sapi memberikan keuntungan kepada kita baik secara material maupun untuk kentungan rohani. Sapi adalah ibu yang telah memberikan kita susu dan dengan melindungi sapi kita akan mendapatkan manfaat secara rohani karena Tuhan Sri Krishna sendiri yang juga dikenal sebagai Gopala adalah Pelindung sapi seperti yang disebut dalam ayat berikut:
namo brahmaëya-deväya
go-brähmaëa-hitäya ca
jagad-dhitäya kåñëäya
govindäya namo namaù
(Viñëu Puräëa 1.19.65)

"Tuhan, Anda adalah gembala sapi-sapi dan pelindung para brahmana, dan Anda adalah yang mengharapkan kesejahteraan seluruh umat manusia dan seluruh dunia.”

çré-çuka uväca
go-vipra-sura-sädhünäà
chandasäm api ceçvaraù
rakñäm icchaàs tanür dhatte
dharmasyärthasya caiva hi
(Srimad Bhagavatam 8.24.5)

“Sri Sukadeva Gosvami berkata: O Raja, demi memberikan perlindungan kepada sapi-sapi, para brahmana, para dewa, para penyembah, kitab suci Weda, prinsip-prinsip keagamaan, dan prinsip-prinsip untuk memenuhi tujuan kehidupan, Tuhan Yang Maha Esa menerima berbagai bentuk inkarnasi.”

Dalam Bhagavad-gita Sri Krishna juga menekankan pentingnya perlindungan terhadap sapi:
kåñi-go-rakñya-väëijyaà vaiçya-karma svabhäva-jam
paricaryätmakaà karma çüdrasyäpi svabhäva-jam
(Bhagavad-gita 18.44)

“Pertanian, melindungi sapi dan perdagangan adalah pekerjaan yang wajar bagi para vaisya, dan bagi para sudra ada pekerjaan buruh dan pengabdian kepada orang lain.”

Akibat dari menyakiti sapi dan binatang lainnya
tomarä jéyäite nära,—vadha-mätra sära
naraka ha-ite tomära nähika nistära
(Caitanya Caritamrta, Ädi 17.165)

“Karena kalian tidak bisa membuat sapi yang telah dibunuh hidup kembali, kalian bertanggung jawab terhadap pembunuhan mereka. Oleh karena itu kamu akan pergi ke Neraka, tidak ada cara bagi pembebasanmu”.
(Sabda Tuhan Sri Caitanya kepada Raja Chand Kazi)

go-aìge yata loma, tata sahasra vatsara
go-vadhé raurava-madhye pace nirantara
(Caitanya Caritamrta, Ädi 17.166)

“Pembunuh sapi dikutuk untuk menjadi busuk dalam kehidupan Neraka selama beribu-ribu tahun sebanyak bulu-bulu pada badan sapi.”

yavanti pacuramani tavat
kritvo ha manaram
vritha pacughnah prapnoti
pretya janmani janmani
(Manu Smrti, V.38)

Seberapa jumlah bulu dari binatang yang disembelih tanpa alasan yang sesuai dengan hukum, sekian kalilah yang membunuh itu akan menderita kematian tidak wajar dalam kelahiran-kelahiran yang akan datang.

yo himsakani bhutani hinastyatmasukhecchaya
sa jiwamcca mritaccaiwa na kwacitsukhamedhate
(Manu Smrti, V.45)

“Ia yang melukai makhluk-makhluk tidak berdaya dengan maksud mendapatkan kepuasan untuk dirinya sendiri, orang itu tidak akan pernah merasakan kebahagiaan, selalu berada dalam keadaan tidak hidup, tidak pula mati.

yo bhandana wadha kelcan praninam na cikirsati
sa sarwasya hitaprepsuh sukhamatyantamacnute
(Manu Smrti, V.46)

“Ia yang tidak menyebabkan penderitaan dalam belenggu atau kematiannya makhluk-makhluk hidup tetapi menginginkan keselamatan pada semua makhluk, ia mendapat kebahagiaan yang tanpa akhir.”
yaddhyayati yatkurute dhritim bandhnati yatra ca
tadawapnotyayanena yo hi nasti na kimcana
(Manu Smrti, V.47)

“Ia yang tidak menyakiti makhluk apapun, mencapai tanpa usaha berat, segala apa yang dipikirkan, apa yang dikerjakan dan apa yang dicita-citakannya.”

anumanta wicasita nihanta krayawikrayi
samskarta copaharta ca khadakacceti ghatakah

“Ia yang mengijinkan penyembelihan seekor hewan, ia yang memotongnya, ia yang membunuhnya, ia yang membeli dan menjualnya, ia yang memasaknya, ia yang menyuguhkannya, semuanya itu patut dianggap sebagai pembunuh-pembunuh binatang.”
(Manu Smrti, V.51)
Larangan korban sapi pada jaman Kali
Dalam Caitanya Caritamrta, Ädi 17.164, yang dikutip dari Brahma-vaivarta Purana (Krsna-janma-khanda 185.180), ada lima (5) perbuatan yang dilarang untuk dilakukan di jaman Kali ini sebagai berikut:
açvamedhaà gavälambhaà
sannyäsaà pala-paitåkam
devareëa sutotpattià
kalau païca vivarjayet

“Di jaman Kali ini, lima kegiatan yang dilarang yaitu: mengorbankan kuda dalam upacara yadnya, mengorbankan sapi dalam upacara yadnya, bercita-cita menjadi sannyasi, mempersembahkan daging kepada leluhur, dan seorang laki-laki yang menurunkan keturunan dengan istri saudaranya”
Dari ayat di atas jelas disebutkan bahwa upacara dengan mengorbankan sapi dilarang untuk jaman Kali. Lagipula pada jaman dahulu para resi yang agung kadang-kadang membunuh sapi yang sudah tua dengan mengucapkan mantra-mantra Weda tetapi dihidupkan kembali dengan mantra menjadi sapi yang lebih muda. Jadi sapinya tidak benar-benar dibunuh. Dan aswamedha-yajna (kurban suci 1000 ekor kuda), dan upacara dengan mengorbankan binatang bukan dimaksud untuk membunuh binatang tersebut, melainkan untuk menguji mantra-mantra Weda dan untuk meningkatkan roh binatang yang dikorbankan menjadi makhluk hidup yang lebih tinggi. Jika tidak berhasil, para Rsi yang melakukan upacara seperti itu mampu menghidupkan kembali binatang yang dikorbankan. Lalu bagaimana dengan sekarang? Upacara kurban kuda dan sapi dilarang karena sulit untuk menemukan para Pandita yang berkualifikasi di jaman ini, yang mampu melihat perjalanan sang atma mencapai kekekalan atau meningkat menjadi mahluk hidup yang lebih tinggi setelah binatang tersebut dikurbankan untuk yadnya, seperti yang disebutkan dalam ayat berikut:
kali-käle taiche çakti nähika brähmaëe
ataeva go-vadha keha nä kare ekhane
(Caitanya Caritamrta, Ädi 17.163)

“Dahulu ada brahmana yang hebat yang mampu membuat percobaan dengan menggunakan mantra-mantra Weda, tetapi sekarang, karena jaman Kali, brahmana tidak begitu mempunyai kehebatan. Oleh kerena itu membunuh sapi betina dan sapi jantan untuk peremajaan lagi dilarang.”
Dalam Manu Smrti, V.44 disebutkan:
ya vidavihita himsa niyata
smimccaracare
ahimsavena tam vidyad
vedaddharmo hinirbabhau

“Ketahuilah bahwa menyakiti mahluk-mahluk bergerak ataupun tidak bergerak yang sudah ditentukan untuk suatu tujuan oleh Weda, bukanlah menyakiti sama sekali, karena dari Wedalah hukum-hukum suci itu asalnya”
Berdasarkan sloka di atas, khusus bagi mereka yang mempersembahkan atau mengorbankan sapi untuk alasan yadnya, Weda yang manakah sebagai sumber hukumnya bahwa sapi diijinkan untuk dikorbankan seperti apa yang dilakukan oleh beberapa orang banyak belakangan ini. Apa namanya melakukan upacara dengan kurban sapi seperti itu dalam Weda? Atau mungkin dalam kitab suci yang lain. Kalaupun mungkin ada disebutkan dalam salah satu lontar yang dipercaya kebenarannya berdasarkan petunjuk yang diwenangkan, lalu lontar mana yang menyebutkan? Dan apakah lontar tersebut sudah sesuai dengan kitab suci Weda? Jikalaupun dalam Weda ada disebutkan upacara kurban sapi (gomedha), setidaknya harus jelas diperhatikan upacara tersebut cocok untuk jaman apa, tujuannya apa, bagaimana tata caranya, dan siapa pelakunya? Bagi mereka yang tidak melaksanakan, apa bukti kerugian mereka? Bagi mereka yang melaksanakan upacara kurban sapi, apa keuntungan yang diperoleh? Sekiranya tidak melaksanakan kurban sapi minimal kita sudah pasti tidak menyakiti mahluk hidup khususnya sapi seperti sloka-sloka di atas, yang sebenarnya apakah tidak bisa diganti dengan binatang yang lain? Atau alangkah sattwamnya jika menggunakan bahan-bahan dari buah-buahan, biji-bijian, sayuran, umbi-umbian dan sebagainya.
Jika kita tidak melaksanakan kurban seperti itu apakah ruginya? Demikian pula jika kita tidak makan daging sapi apa ruginya? Masih banyak ada makanan lain yang bisa dikonsumsi. Kita sangat berbangga melihat saudara-saudara kita umat muslim yang tegas tidak makan babi. Kemudian mengapa kita juga tidak tegas agar tidak makan daging sapi yang mana dalam Weda secara tegas disebutkan bahwa sapi adalah makhluk suci yang dicintai Tuhan seperti mencintai para brahmana.
Perlu diketahui bahwa sapi juga punya dewa penguasa (ratunya) yaitu Surabi. Tuhan senantiasa mendengar permohonan dan doa-doa dari sapi Surabi. Kemudian mengapa kebanyakan sapi tidak memberikan susu berlimpah? Ini adalah akibat kesalahan kita dari jaman yang sudah lama, bahwa sapi betina pun dipekerjakan di sawah atau di ladang bahkan dipecut sehingga kwantitas susunya pun berkurang hanya cukup untuk anak-anaknya. Ini menandakan karunia buat kita berkurang. Menurut Weda, sapi betina tidak boleh dipekerjakan dengan kerja keras seperti di sawah dan ladang atau menarik pedati apalagi diperlakukan dengan kasar. Hanya sapi jantan yang boleh dipekerjakan, itupun tidak boleh diperlakukan dengan kasar atau dengan kekerasan. Inilah kesalahan kita berabad-abad. Seperti halnya pulau Bali sebenarnya tempat yang amat suci karena ada sapi yang asli dari Bali. Demikian pula pulau Jawa. Pulau-pulau ini mirip dengan tanah suci kelahiran Tuhan dan orang-orang suci di India.
Kesalahan yang lebih fatal yang akibatnya seluruh negeri akan kena dampaknya adalah memelihara sapi khusus untuk dipotong. Di dalam Weda sangat dilarang mendirikan rumah potong apalagi rumah potong untuk sapi. Inilah membuat negeri mengalami penderitaan, bukan saja di bumi, bahkan dibawa sampai meninggalkan badan ini.
Mereka yang beruntung lahir sebagai manusia diharapkan sadar akan hal ini. Hukum Weda khususnya sapi berlaku untuk semua manusia. Bukan hanya bagi umat Hindu saja. Di India juga mengalami kemerosotan yaitu dengan menyiksa sapi untuk dikonsumsi dagingnya yang dilakukan oleh beberapa orang-orang yang tidak setia dengan Weda. Sementara pemerintah tidak melarang. Bahkan rumah potong juga berdiri dimana-mana. Dan sebagai akibatnya hampir di seluruh dunia terjadi kekacauan dan sering terjadi bencana dalam berbagai bentuk. Tentu sekarang adalah jaman Kali dimana hampir semua manusia akan digiring ke Neraka dan membunuh sapi adalah salah satu perbuatan yang keji dan kejam. Namun demikian mari kita semua menyadari hal ini sedalam-dalamnya siapapun diantara kita, karena siksaan di Neraka sangat amat berat, dan jika dilahirkan berikutnya akan menjadi mahluk yang rendah dan sangat menderita.
Kita juga bangga terhadap saudara-saudara kita umat Hindu karena hampir semua umat tidak makan daging sapi. Namun demikian kita mohon kerjasamanya agar membantu mensosialisasi kepada seluruh umat siapapun mereka yang dengan sukarela bisa, agar umat manusia bisa hidup dengan kesucian serta bisa menghindari perbuatan yang berdosa yang fatal karena menyakiti sapi. Semoga Tuhan memberikan sinar pencerahan dari dalam hati kita semua.
Marilah kita berpikir dengan bijak! Dengan tidak membunuh sapi, sudah pasti kita tidak akan berdosa, sebaliknya jika kita membunuh sapi walaupun itu atas nama yadnya atau korban suci, kemungkinan kita akan berdosa. Lalu siapa yang akan mempertanggungjawabkan dosa besar ini? Apakah mereka yang mempelopori hal ini? Leluhur kitakah? Tidak ada yang bersedia! Kita sendiri yang akan menanggung dosa akibat perbuatan kita, yang mana akan menggiring kita menuju neraka. Pesan-pesan ini adalah merupakan himbauan. Sekarang tergantung dari kesadaran kita masing-masing karena kita masing-masing pula yang mempertanggungjawabkan perbuatan kita dihadapan Tuhan.
Jangan hanya alasan komoditi memberikan keuntungan secara fisik kemudian menghalalkan segala cara bahkan harus melanggar prinsip-prinsip dharma yang dijelaskan dalam Weda. Adalah tugas para pemimpin Negara untuk mempelopori jika tidak demikian, kerugian akan lebih banyak dan seluruh negeri akan menderita. Lihatlah Arjuna sebelum berperang harus bertanya kepada Tuhan Sri Krishna. Semoga kesadaran yang suci tumbuh dalam hati kita semua.







IBU SELURUH ALAM SEMESTA

A
da pernyataan dalam bahasa Sansekerta yang sangat terkenal yaitu; gaavo vishwasya mataraha santuh pitaraha yang artinya; Sapi adalah ibu seluruh alam semesta dan sapi jantan adalah ayah. Dalam kitab suci agama Hindu yaitu kitab suci Weda juga dijelaskan ada tujuh ibu yaitu, 1. Sapi, 2. ibu kandung, 3. istri guru kerohanian, 4. istri brahmana, 5. istri raja, 6. bumi dan 7. perawat. Jadi dengan demikian sapi adalah salah satu ibu yang harus kita hormati dan sayangi, sehingga umat Hindu khususnya, seharusnya memberikan penghormatan yang besar kepada sapi, karena dengan melindungi dan memuja sapi berpengaruh dalam kehidupan rohani, juga menyelamatkan alam semesta termasuk bumi.
Seorang ibu begitu menyayangi putranya, tanpa mengharapkan imbalan apapun, seorang ibu menyusui dan merawat anak-anaknya. Begitu juga dengan sapi yang merupakan salah satu dari ibu kita. Dia telah banyak membantu dalam pekerjaan kita dan memberikan kita susunya. Layakkah seorang ibu seperti itu kita bunuh? Tidak hanya berdasarkan pertimbangan ini saja. Dalam Kitab Suci Weda pun pembunuhan sapi sangat dilarang.

Di India, tidak hanya para rohaniwan, bahkan masyarakat pada umumnya pun memberikan penghormatan yang besar kepada sapi dan mereka juga tidak memakan daging sapi. Namun sayangnya, kita sebagai manusia belum banyak mengetahui tentang keagungan sapi serta belum memberikan penghormatan yang besar kepada sapi, bahkan tidak jarang yang memukuli sapi, memperlakukannya dengan kasar dan masih banyak umat Hindu di Bali yang memakan daging sapi walaupun atas nama yadnya, sementara sumber hukum/nara sumber dari Weda tidak ditemukan dengan jelas.
Seperti penjelasan di atas dikatakan bahwa sapi adalah salah satu ibu kita, memberikan susunya untuk kita dan bukan untuk dirinya sendiri. Berikut adalah ayat-ayat dalam kitab suci yang menunjukkan kasih sayang sapi kepada kita:
prabhu kahe,—go-dugdha khäo, gäbhé tomära mätä
våña anna upajäya, täte teìho pitä

“Tuhan Sri Caitanya berkata, “Anda meminum susu sapi, oleh karena itu sapi adalah ibu anda. Dan sapi jantan menghasilkan biji-bijian untuk kebutuhan hidup anda; oleh karena itu dia adalah ayah anda.”

(Caitanya Caritamrta Adi 17.153)

pitä-mätä märi’ khäo—ebä kon dharma
kon bale kara tumi e-mata vikarma

“Karena sapi jantan dan sapi betina adalah ayah dan ibu anda, bagaimana bisa anda membunuh dan memakan mereka? Prinsip agama macam apa ini? Dengan kekuatan apa sehingga anda begitu memberanikan diri melakukan kegiatan berdosa semacam itu?”
(Caitanya Caritamrta Adi 17.154)

agavo agmannuta bhadramakrantsidantu gosthe
ramayantvasme prajavatih parurupa iha syurindraya
purvirusaso duhanah

Sapi telah datang, dan dengan kedatangannya kita menjadi sejahtera. Sapi duduk di kandangnya dan memberikan kesenangan pada kita. Sapi-sapi yang dihiasi oleh aneka warna dan anak-anak yang sehat, memberikan susu yang melimpah ruah.
(Rg Weda 6.28.1)

Berdasarkan pada ayat-ayat tersebut di atas, hendaknya kita menghentikan pembunuhan terhadap sapi dan sebaliknya memberikan perlindungan kepada sapi, karena sapi sesungguhnya begitu agung dan memberikan banyak manfaat, namun orang-orang yang tidak tahu berterima kasih telah memperlakukan sapi dengan kasar:
gäà ca dharma-dughäà dénäà
bhåçaà çüdra-padähatäm
vivatsäm äçru-vadanäà
kñämäà yavasam icchatém

(Bhagavata-purana 1.17.3)

“Walaupun Sapi bermanfaat karena orang bisa mengambil prinsip-prinsip keagamaan darinya. Tetapi sekarang dia sangat malang dan tidak mempunyai anak. Kakinya dipukuli oleh seorang sudra, Ada air mata di matanya dan dia sangat menderita dan lemah. Dia kemudian berminat dengan rumput di padang”.

Demikianlah penderitaan sapi, ibu yang mulia yang telah memberikan kita kesejahteraan. Dipaksa bekerja berat, dipukuli dan anak-anaknya di jual ke rumah potong. Teganya kita berlaku kasar seperti ini pada seorang ibu. Teganya kita membunuh ibu sendiri. Lalu apa kata kitab suci mengenai semua ini?
Larangan pembunuhan sapi dalam kitab suci Weda:
are te goghnamuta purusaghnam
(Dalam Rg Weda)

apa katanya hendaknya senjatamu bukan untuk membunuh sapi dan manusia.

duhamasvibhyam payo aghnyeyam sa vardhatam mahate saubhagaya
(Rg Weda 1.164.27)

Sapi ini yang tidak boleh dibunuh, mempersembahkan susu kepada Dewa Asvini dan dia berkembang demi keuntungan kita.

suyavasadbhagavati hi bhuyo atho
vayam bhagavantah syama
adhi trnamaghnye visvadanim
piba sudhamudakamacaranti
(Rg Weda 1.164.40)

Dengan memakan rumput yang baik, sapi menjadi beruntung, dan semoga dari sapi yang beruntung tersebut kita juga menjadi beruntung atau menjadi kaya. Wahai sapi yang tidak boleh dibunuh…, hendaklah engkau selalu memakan rumput utama dan di waktu pulang kandang hendaknya engkau meminum air bersih jernih.

Sapi dilindungi oleh Tuhan
Demikianlah Sapi memberikan keuntungan kepada kita baik secara material maupun untuk kentungan rohani. Sapi adalah ibu yang telah memberikan kita susu dan dengan melindungi sapi kita akan mendapatkan manfaat secara rohani karena Tuhan Sri Krishna sendiri yang juga dikenal sebagai Gopala adalah Pelindung sapi seperti yang disebut dalam ayat berikut:
namo brahmaëya-deväya
go-brähmaëa-hitäya ca
jagad-dhitäya kåñëäya
govindäya namo namaù
(Viñëu Puräëa 1.19.65)

"Tuhan, Anda adalah gembala sapi-sapi dan pelindung para brahmana, dan Anda adalah yang mengharapkan kesejahteraan seluruh umat manusia dan seluruh dunia.”

çré-çuka uväca
go-vipra-sura-sädhünäà
chandasäm api ceçvaraù
rakñäm icchaàs tanür dhatte
dharmasyärthasya caiva hi
(Srimad Bhagavatam 8.24.5)

“Sri Sukadeva Gosvami berkata: O Raja, demi memberikan perlindungan kepada sapi-sapi, para brahmana, para dewa, para penyembah, kitab suci Weda, prinsip-prinsip keagamaan, dan prinsip-prinsip untuk memenuhi tujuan kehidupan, Tuhan Yang Maha Esa menerima berbagai bentuk inkarnasi.”

Dalam Bhagavad-gita Sri Krishna juga menekankan pentingnya perlindungan terhadap sapi:
kåñi-go-rakñya-väëijyaà vaiçya-karma svabhäva-jam
paricaryätmakaà karma çüdrasyäpi svabhäva-jam
(Bhagavad-gita 18.44)

“Pertanian, melindungi sapi dan perdagangan adalah pekerjaan yang wajar bagi para vaisya, dan bagi para sudra ada pekerjaan buruh dan pengabdian kepada orang lain.”

Akibat dari menyakiti sapi dan binatang lainnya
tomarä jéyäite nära,—vadha-mätra sära
naraka ha-ite tomära nähika nistära
(Caitanya Caritamrta, Ädi 17.165)

“Karena kalian tidak bisa membuat sapi yang telah dibunuh hidup kembali, kalian bertanggung jawab terhadap pembunuhan mereka. Oleh karena itu kamu akan pergi ke Neraka, tidak ada cara bagi pembebasanmu”.
(Sabda Tuhan Sri Caitanya kepada Raja Chand Kazi)

go-aìge yata loma, tata sahasra vatsara
go-vadhé raurava-madhye pace nirantara
(Caitanya Caritamrta, Ädi 17.166)

“Pembunuh sapi dikutuk untuk menjadi busuk dalam kehidupan Neraka selama beribu-ribu tahun sebanyak bulu-bulu pada badan sapi.”

yavanti pacuramani tavat
kritvo ha manaram
vritha pacughnah prapnoti
pretya janmani janmani
(Manu Smrti, V.38)

Seberapa jumlah bulu dari binatang yang disembelih tanpa alasan yang sesuai dengan hukum, sekian kalilah yang membunuh itu akan menderita kematian tidak wajar dalam kelahiran-kelahiran yang akan datang.

yo himsakani bhutani hinastyatmasukhecchaya
sa jiwamcca mritaccaiwa na kwacitsukhamedhate
(Manu Smrti, V.45)

“Ia yang melukai makhluk-makhluk tidak berdaya dengan maksud mendapatkan kepuasan untuk dirinya sendiri, orang itu tidak akan pernah merasakan kebahagiaan, selalu berada dalam keadaan tidak hidup, tidak pula mati.

yo bhandana wadha kelcan praninam na cikirsati
sa sarwasya hitaprepsuh sukhamatyantamacnute
(Manu Smrti, V.46)

“Ia yang tidak menyebabkan penderitaan dalam belenggu atau kematiannya makhluk-makhluk hidup tetapi menginginkan keselamatan pada semua makhluk, ia mendapat kebahagiaan yang tanpa akhir.”
yaddhyayati yatkurute dhritim bandhnati yatra ca
tadawapnotyayanena yo hi nasti na kimcana
(Manu Smrti, V.47)

“Ia yang tidak menyakiti makhluk apapun, mencapai tanpa usaha berat, segala apa yang dipikirkan, apa yang dikerjakan dan apa yang dicita-citakannya.”

anumanta wicasita nihanta krayawikrayi
samskarta copaharta ca khadakacceti ghatakah

“Ia yang mengijinkan penyembelihan seekor hewan, ia yang memotongnya, ia yang membunuhnya, ia yang membeli dan menjualnya, ia yang memasaknya, ia yang menyuguhkannya, semuanya itu patut dianggap sebagai pembunuh-pembunuh binatang.”
(Manu Smrti, V.51)
Larangan korban sapi pada jaman Kali
Dalam Caitanya Caritamrta, Ädi 17.164, yang dikutip dari Brahma-vaivarta Purana (Krsna-janma-khanda 185.180), ada lima (5) perbuatan yang dilarang untuk dilakukan di jaman Kali ini sebagai berikut:
açvamedhaà gavälambhaà
sannyäsaà pala-paitåkam
devareëa sutotpattià
kalau païca vivarjayet

“Di jaman Kali ini, lima kegiatan yang dilarang yaitu: mengorbankan kuda dalam upacara yadnya, mengorbankan sapi dalam upacara yadnya, bercita-cita menjadi sannyasi, mempersembahkan daging kepada leluhur, dan seorang laki-laki yang menurunkan keturunan dengan istri saudaranya”
Dari ayat di atas jelas disebutkan bahwa upacara dengan mengorbankan sapi dilarang untuk jaman Kali. Lagipula pada jaman dahulu para resi yang agung kadang-kadang membunuh sapi yang sudah tua dengan mengucapkan mantra-mantra Weda tetapi dihidupkan kembali dengan mantra menjadi sapi yang lebih muda. Jadi sapinya tidak benar-benar dibunuh. Dan aswamedha-yajna (kurban suci 1000 ekor kuda), dan upacara dengan mengorbankan binatang bukan dimaksud untuk membunuh binatang tersebut, melainkan untuk menguji mantra-mantra Weda dan untuk meningkatkan roh binatang yang dikorbankan menjadi makhluk hidup yang lebih tinggi. Jika tidak berhasil, para Rsi yang melakukan upacara seperti itu mampu menghidupkan kembali binatang yang dikorbankan. Lalu bagaimana dengan sekarang? Upacara kurban kuda dan sapi dilarang karena sulit untuk menemukan para Pandita yang berkualifikasi di jaman ini, yang mampu melihat perjalanan sang atma mencapai kekekalan atau meningkat menjadi mahluk hidup yang lebih tinggi setelah binatang tersebut dikurbankan untuk yadnya, seperti yang disebutkan dalam ayat berikut:
kali-käle taiche çakti nähika brähmaëe
ataeva go-vadha keha nä kare ekhane
(Caitanya Caritamrta, Ädi 17.163)

“Dahulu ada brahmana yang hebat yang mampu membuat percobaan dengan menggunakan mantra-mantra Weda, tetapi sekarang, karena jaman Kali, brahmana tidak begitu mempunyai kehebatan. Oleh kerena itu membunuh sapi betina dan sapi jantan untuk peremajaan lagi dilarang.”
Dalam Manu Smrti, V.44 disebutkan:
ya vidavihita himsa niyata
smimccaracare
ahimsavena tam vidyad
vedaddharmo hinirbabhau

“Ketahuilah bahwa menyakiti mahluk-mahluk bergerak ataupun tidak bergerak yang sudah ditentukan untuk suatu tujuan oleh Weda, bukanlah menyakiti sama sekali, karena dari Wedalah hukum-hukum suci itu asalnya”
Berdasarkan sloka di atas, khusus bagi mereka yang mempersembahkan atau mengorbankan sapi untuk alasan yadnya, Weda yang manakah sebagai sumber hukumnya bahwa sapi diijinkan untuk dikorbankan seperti apa yang dilakukan oleh beberapa orang banyak belakangan ini. Apa namanya melakukan upacara dengan kurban sapi seperti itu dalam Weda? Atau mungkin dalam kitab suci yang lain. Kalaupun mungkin ada disebutkan dalam salah satu lontar yang dipercaya kebenarannya berdasarkan petunjuk yang diwenangkan, lalu lontar mana yang menyebutkan? Dan apakah lontar tersebut sudah sesuai dengan kitab suci Weda? Jikalaupun dalam Weda ada disebutkan upacara kurban sapi (gomedha), setidaknya harus jelas diperhatikan upacara tersebut cocok untuk jaman apa, tujuannya apa, bagaimana tata caranya, dan siapa pelakunya? Bagi mereka yang tidak melaksanakan, apa bukti kerugian mereka? Bagi mereka yang melaksanakan upacara kurban sapi, apa keuntungan yang diperoleh? Sekiranya tidak melaksanakan kurban sapi minimal kita sudah pasti tidak menyakiti mahluk hidup khususnya sapi seperti sloka-sloka di atas, yang sebenarnya apakah tidak bisa diganti dengan binatang yang lain? Atau alangkah sattwamnya jika menggunakan bahan-bahan dari buah-buahan, biji-bijian, sayuran, umbi-umbian dan sebagainya.
Jika kita tidak melaksanakan kurban seperti itu apakah ruginya? Demikian pula jika kita tidak makan daging sapi apa ruginya? Masih banyak ada makanan lain yang bisa dikonsumsi. Kita sangat berbangga melihat saudara-saudara kita umat muslim yang tegas tidak makan babi. Kemudian mengapa kita juga tidak tegas agar tidak makan daging sapi yang mana dalam Weda secara tegas disebutkan bahwa sapi adalah makhluk suci yang dicintai Tuhan seperti mencintai para brahmana.
Perlu diketahui bahwa sapi juga punya dewa penguasa (ratunya) yaitu Surabi. Tuhan senantiasa mendengar permohonan dan doa-doa dari sapi Surabi. Kemudian mengapa kebanyakan sapi tidak memberikan susu berlimpah? Ini adalah akibat kesalahan kita dari jaman yang sudah lama, bahwa sapi betina pun dipekerjakan di sawah atau di ladang bahkan dipecut sehingga kwantitas susunya pun berkurang hanya cukup untuk anak-anaknya. Ini menandakan karunia buat kita berkurang. Menurut Weda, sapi betina tidak boleh dipekerjakan dengan kerja keras seperti di sawah dan ladang atau menarik pedati apalagi diperlakukan dengan kasar. Hanya sapi jantan yang boleh dipekerjakan, itupun tidak boleh diperlakukan dengan kasar atau dengan kekerasan. Inilah kesalahan kita berabad-abad. Seperti halnya pulau Bali sebenarnya tempat yang amat suci karena ada sapi yang asli dari Bali. Demikian pula pulau Jawa. Pulau-pulau ini mirip dengan tanah suci kelahiran Tuhan dan orang-orang suci di India.
Kesalahan yang lebih fatal yang akibatnya seluruh negeri akan kena dampaknya adalah memelihara sapi khusus untuk dipotong. Di dalam Weda sangat dilarang mendirikan rumah potong apalagi rumah potong untuk sapi. Inilah membuat negeri mengalami penderitaan, bukan saja di bumi, bahkan dibawa sampai meninggalkan badan ini.
Mereka yang beruntung lahir sebagai manusia diharapkan sadar akan hal ini. Hukum Weda khususnya sapi berlaku untuk semua manusia. Bukan hanya bagi umat Hindu saja. Di India juga mengalami kemerosotan yaitu dengan menyiksa sapi untuk dikonsumsi dagingnya yang dilakukan oleh beberapa orang-orang yang tidak setia dengan Weda. Sementara pemerintah tidak melarang. Bahkan rumah potong juga berdiri dimana-mana. Dan sebagai akibatnya hampir di seluruh dunia terjadi kekacauan dan sering terjadi bencana dalam berbagai bentuk. Tentu sekarang adalah jaman Kali dimana hampir semua manusia akan digiring ke Neraka dan membunuh sapi adalah salah satu perbuatan yang keji dan kejam. Namun demikian mari kita semua menyadari hal ini sedalam-dalamnya siapapun diantara kita, karena siksaan di Neraka sangat amat berat, dan jika dilahirkan berikutnya akan menjadi mahluk yang rendah dan sangat menderita.
Kita juga bangga terhadap saudara-saudara kita umat Hindu karena hampir semua umat tidak makan daging sapi. Namun demikian kita mohon kerjasamanya agar membantu mensosialisasi kepada seluruh umat siapapun mereka yang dengan sukarela bisa, agar umat manusia bisa hidup dengan kesucian serta bisa menghindari perbuatan yang berdosa yang fatal karena menyakiti sapi. Semoga Tuhan memberikan sinar pencerahan dari dalam hati kita semua.
Marilah kita berpikir dengan bijak! Dengan tidak membunuh sapi, sudah pasti kita tidak akan berdosa, sebaliknya jika kita membunuh sapi walaupun itu atas nama yadnya atau korban suci, kemungkinan kita akan berdosa. Lalu siapa yang akan mempertanggungjawabkan dosa besar ini? Apakah mereka yang mempelopori hal ini? Leluhur kitakah? Tidak ada yang bersedia! Kita sendiri yang akan menanggung dosa akibat perbuatan kita, yang mana akan menggiring kita menuju neraka. Pesan-pesan ini adalah merupakan himbauan. Sekarang tergantung dari kesadaran kita masing-masing karena kita masing-masing pula yang mempertanggungjawabkan perbuatan kita dihadapan Tuhan.
Jangan hanya alasan komoditi memberikan keuntungan secara fisik kemudian menghalalkan segala cara bahkan harus melanggar prinsip-prinsip dharma yang dijelaskan dalam Weda. Adalah tugas para pemimpin Negara untuk mempelopori jika tidak demikian, kerugian akan lebih banyak dan seluruh negeri akan menderita. Lihatlah Arjuna sebelum berperang harus bertanya kepada Tuhan Sri Krishna. Semoga kesadaran yang suci tumbuh dalam hati kita semua.







IBU SELURUH ALAM SEMESTA

A
da pernyataan dalam bahasa Sansekerta yang sangat terkenal yaitu; gaavo vishwasya mataraha santuh pitaraha yang artinya; Sapi adalah ibu seluruh alam semesta dan sapi jantan adalah ayah. Dalam kitab suci agama Hindu yaitu kitab suci Weda juga dijelaskan ada tujuh ibu yaitu, 1. Sapi, 2. ibu kandung, 3. istri guru kerohanian, 4. istri brahmana, 5. istri raja, 6. bumi dan 7. perawat. Jadi dengan demikian sapi adalah salah satu ibu yang harus kita hormati dan sayangi, sehingga umat Hindu khususnya, seharusnya memberikan penghormatan yang besar kepada sapi, karena dengan melindungi dan memuja sapi berpengaruh dalam kehidupan rohani, juga menyelamatkan alam semesta termasuk bumi.
Seorang ibu begitu menyayangi putranya, tanpa mengharapkan imbalan apapun, seorang ibu menyusui dan merawat anak-anaknya. Begitu juga dengan sapi yang merupakan salah satu dari ibu kita. Dia telah banyak membantu dalam pekerjaan kita dan memberikan kita susunya. Layakkah seorang ibu seperti itu kita bunuh? Tidak hanya berdasarkan pertimbangan ini saja. Dalam Kitab Suci Weda pun pembunuhan sapi sangat dilarang.

Di India, tidak hanya para rohaniwan, bahkan masyarakat pada umumnya pun memberikan penghormatan yang besar kepada sapi dan mereka juga tidak memakan daging sapi. Namun sayangnya, kita sebagai manusia belum banyak mengetahui tentang keagungan sapi serta belum memberikan penghormatan yang besar kepada sapi, bahkan tidak jarang yang memukuli sapi, memperlakukannya dengan kasar dan masih banyak umat Hindu di Bali yang memakan daging sapi walaupun atas nama yadnya, sementara sumber hukum/nara sumber dari Weda tidak ditemukan dengan jelas.
Seperti penjelasan di atas dikatakan bahwa sapi adalah salah satu ibu kita, memberikan susunya untuk kita dan bukan untuk dirinya sendiri. Berikut adalah ayat-ayat dalam kitab suci yang menunjukkan kasih sayang sapi kepada kita:
prabhu kahe,—go-dugdha khäo, gäbhé tomära mätä
våña anna upajäya, täte teìho pitä

“Tuhan Sri Caitanya berkata, “Anda meminum susu sapi, oleh karena itu sapi adalah ibu anda. Dan sapi jantan menghasilkan biji-bijian untuk kebutuhan hidup anda; oleh karena itu dia adalah ayah anda.”

(Caitanya Caritamrta Adi 17.153)

pitä-mätä märi’ khäo—ebä kon dharma
kon bale kara tumi e-mata vikarma

“Karena sapi jantan dan sapi betina adalah ayah dan ibu anda, bagaimana bisa anda membunuh dan memakan mereka? Prinsip agama macam apa ini? Dengan kekuatan apa sehingga anda begitu memberanikan diri melakukan kegiatan berdosa semacam itu?”
(Caitanya Caritamrta Adi 17.154)

agavo agmannuta bhadramakrantsidantu gosthe
ramayantvasme prajavatih parurupa iha syurindraya
purvirusaso duhanah

Sapi telah datang, dan dengan kedatangannya kita menjadi sejahtera. Sapi duduk di kandangnya dan memberikan kesenangan pada kita. Sapi-sapi yang dihiasi oleh aneka warna dan anak-anak yang sehat, memberikan susu yang melimpah ruah.
(Rg Weda 6.28.1)

Berdasarkan pada ayat-ayat tersebut di atas, hendaknya kita menghentikan pembunuhan terhadap sapi dan sebaliknya memberikan perlindungan kepada sapi, karena sapi sesungguhnya begitu agung dan memberikan banyak manfaat, namun orang-orang yang tidak tahu berterima kasih telah memperlakukan sapi dengan kasar:
gäà ca dharma-dughäà dénäà
bhåçaà çüdra-padähatäm
vivatsäm äçru-vadanäà
kñämäà yavasam icchatém

(Bhagavata-purana 1.17.3)

“Walaupun Sapi bermanfaat karena orang bisa mengambil prinsip-prinsip keagamaan darinya. Tetapi sekarang dia sangat malang dan tidak mempunyai anak. Kakinya dipukuli oleh seorang sudra, Ada air mata di matanya dan dia sangat menderita dan lemah. Dia kemudian berminat dengan rumput di padang”.

Demikianlah penderitaan sapi, ibu yang mulia yang telah memberikan kita kesejahteraan. Dipaksa bekerja berat, dipukuli dan anak-anaknya di jual ke rumah potong. Teganya kita berlaku kasar seperti ini pada seorang ibu. Teganya kita membunuh ibu sendiri. Lalu apa kata kitab suci mengenai semua ini?
Larangan pembunuhan sapi dalam kitab suci Weda:
are te goghnamuta purusaghnam
(Dalam Rg Weda)

apa katanya hendaknya senjatamu bukan untuk membunuh sapi dan manusia.

duhamasvibhyam payo aghnyeyam sa vardhatam mahate saubhagaya
(Rg Weda 1.164.27)

Sapi ini yang tidak boleh dibunuh, mempersembahkan susu kepada Dewa Asvini dan dia berkembang demi keuntungan kita.

suyavasadbhagavati hi bhuyo atho
vayam bhagavantah syama
adhi trnamaghnye visvadanim
piba sudhamudakamacaranti
(Rg Weda 1.164.40)

Dengan memakan rumput yang baik, sapi menjadi beruntung, dan semoga dari sapi yang beruntung tersebut kita juga menjadi beruntung atau menjadi kaya. Wahai sapi yang tidak boleh dibunuh…, hendaklah engkau selalu memakan rumput utama dan di waktu pulang kandang hendaknya engkau meminum air bersih jernih.

Sapi dilindungi oleh Tuhan
Demikianlah Sapi memberikan keuntungan kepada kita baik secara material maupun untuk kentungan rohani. Sapi adalah ibu yang telah memberikan kita susu dan dengan melindungi sapi kita akan mendapatkan manfaat secara rohani karena Tuhan Sri Krishna sendiri yang juga dikenal sebagai Gopala adalah Pelindung sapi seperti yang disebut dalam ayat berikut:
namo brahmaëya-deväya
go-brähmaëa-hitäya ca
jagad-dhitäya kåñëäya
govindäya namo namaù
(Viñëu Puräëa 1.19.65)

"Tuhan, Anda adalah gembala sapi-sapi dan pelindung para brahmana, dan Anda adalah yang mengharapkan kesejahteraan seluruh umat manusia dan seluruh dunia.”

çré-çuka uväca
go-vipra-sura-sädhünäà
chandasäm api ceçvaraù
rakñäm icchaàs tanür dhatte
dharmasyärthasya caiva hi
(Srimad Bhagavatam 8.24.5)

“Sri Sukadeva Gosvami berkata: O Raja, demi memberikan perlindungan kepada sapi-sapi, para brahmana, para dewa, para penyembah, kitab suci Weda, prinsip-prinsip keagamaan, dan prinsip-prinsip untuk memenuhi tujuan kehidupan, Tuhan Yang Maha Esa menerima berbagai bentuk inkarnasi.”

Dalam Bhagavad-gita Sri Krishna juga menekankan pentingnya perlindungan terhadap sapi:
kåñi-go-rakñya-väëijyaà vaiçya-karma svabhäva-jam
paricaryätmakaà karma çüdrasyäpi svabhäva-jam
(Bhagavad-gita 18.44)

“Pertanian, melindungi sapi dan perdagangan adalah pekerjaan yang wajar bagi para vaisya, dan bagi para sudra ada pekerjaan buruh dan pengabdian kepada orang lain.”

Akibat dari menyakiti sapi dan binatang lainnya
tomarä jéyäite nära,—vadha-mätra sära
naraka ha-ite tomära nähika nistära
(Caitanya Caritamrta, Ädi 17.165)

“Karena kalian tidak bisa membuat sapi yang telah dibunuh hidup kembali, kalian bertanggung jawab terhadap pembunuhan mereka. Oleh karena itu kamu akan pergi ke Neraka, tidak ada cara bagi pembebasanmu”.
(Sabda Tuhan Sri Caitanya kepada Raja Chand Kazi)

go-aìge yata loma, tata sahasra vatsara
go-vadhé raurava-madhye pace nirantara
(Caitanya Caritamrta, Ädi 17.166)

“Pembunuh sapi dikutuk untuk menjadi busuk dalam kehidupan Neraka selama beribu-ribu tahun sebanyak bulu-bulu pada badan sapi.”

yavanti pacuramani tavat
kritvo ha manaram
vritha pacughnah prapnoti
pretya janmani janmani
(Manu Smrti, V.38)

Seberapa jumlah bulu dari binatang yang disembelih tanpa alasan yang sesuai dengan hukum, sekian kalilah yang membunuh itu akan menderita kematian tidak wajar dalam kelahiran-kelahiran yang akan datang.

yo himsakani bhutani hinastyatmasukhecchaya
sa jiwamcca mritaccaiwa na kwacitsukhamedhate
(Manu Smrti, V.45)

“Ia yang melukai makhluk-makhluk tidak berdaya dengan maksud mendapatkan kepuasan untuk dirinya sendiri, orang itu tidak akan pernah merasakan kebahagiaan, selalu berada dalam keadaan tidak hidup, tidak pula mati.

yo bhandana wadha kelcan praninam na cikirsati
sa sarwasya hitaprepsuh sukhamatyantamacnute
(Manu Smrti, V.46)

“Ia yang tidak menyebabkan penderitaan dalam belenggu atau kematiannya makhluk-makhluk hidup tetapi menginginkan keselamatan pada semua makhluk, ia mendapat kebahagiaan yang tanpa akhir.”
yaddhyayati yatkurute dhritim bandhnati yatra ca
tadawapnotyayanena yo hi nasti na kimcana
(Manu Smrti, V.47)

“Ia yang tidak menyakiti makhluk apapun, mencapai tanpa usaha berat, segala apa yang dipikirkan, apa yang dikerjakan dan apa yang dicita-citakannya.”

anumanta wicasita nihanta krayawikrayi
samskarta copaharta ca khadakacceti ghatakah

“Ia yang mengijinkan penyembelihan seekor hewan, ia yang memotongnya, ia yang membunuhnya, ia yang membeli dan menjualnya, ia yang memasaknya, ia yang menyuguhkannya, semuanya itu patut dianggap sebagai pembunuh-pembunuh binatang.”
(Manu Smrti, V.51)
Larangan korban sapi pada jaman Kali
Dalam Caitanya Caritamrta, Ädi 17.164, yang dikutip dari Brahma-vaivarta Purana (Krsna-janma-khanda 185.180), ada lima (5) perbuatan yang dilarang untuk dilakukan di jaman Kali ini sebagai berikut:
açvamedhaà gavälambhaà
sannyäsaà pala-paitåkam
devareëa sutotpattià
kalau païca vivarjayet

“Di jaman Kali ini, lima kegiatan yang dilarang yaitu: mengorbankan kuda dalam upacara yadnya, mengorbankan sapi dalam upacara yadnya, bercita-cita menjadi sannyasi, mempersembahkan daging kepada leluhur, dan seorang laki-laki yang menurunkan keturunan dengan istri saudaranya”
Dari ayat di atas jelas disebutkan bahwa upacara dengan mengorbankan sapi dilarang untuk jaman Kali. Lagipula pada jaman dahulu para resi yang agung kadang-kadang membunuh sapi yang sudah tua dengan mengucapkan mantra-mantra Weda tetapi dihidupkan kembali dengan mantra menjadi sapi yang lebih muda. Jadi sapinya tidak benar-benar dibunuh. Dan aswamedha-yajna (kurban suci 1000 ekor kuda), dan upacara dengan mengorbankan binatang bukan dimaksud untuk membunuh binatang tersebut, melainkan untuk menguji mantra-mantra Weda dan untuk meningkatkan roh binatang yang dikorbankan menjadi makhluk hidup yang lebih tinggi. Jika tidak berhasil, para Rsi yang melakukan upacara seperti itu mampu menghidupkan kembali binatang yang dikorbankan. Lalu bagaimana dengan sekarang? Upacara kurban kuda dan sapi dilarang karena sulit untuk menemukan para Pandita yang berkualifikasi di jaman ini, yang mampu melihat perjalanan sang atma mencapai kekekalan atau meningkat menjadi mahluk hidup yang lebih tinggi setelah binatang tersebut dikurbankan untuk yadnya, seperti yang disebutkan dalam ayat berikut:
kali-käle taiche çakti nähika brähmaëe
ataeva go-vadha keha nä kare ekhane
(Caitanya Caritamrta, Ädi 17.163)

“Dahulu ada brahmana yang hebat yang mampu membuat percobaan dengan menggunakan mantra-mantra Weda, tetapi sekarang, karena jaman Kali, brahmana tidak begitu mempunyai kehebatan. Oleh kerena itu membunuh sapi betina dan sapi jantan untuk peremajaan lagi dilarang.”
Dalam Manu Smrti, V.44 disebutkan:
ya vidavihita himsa niyata
smimccaracare
ahimsavena tam vidyad
vedaddharmo hinirbabhau

“Ketahuilah bahwa menyakiti mahluk-mahluk bergerak ataupun tidak bergerak yang sudah ditentukan untuk suatu tujuan oleh Weda, bukanlah menyakiti sama sekali, karena dari Wedalah hukum-hukum suci itu asalnya”
Berdasarkan sloka di atas, khusus bagi mereka yang mempersembahkan atau mengorbankan sapi untuk alasan yadnya, Weda yang manakah sebagai sumber hukumnya bahwa sapi diijinkan untuk dikorbankan seperti apa yang dilakukan oleh beberapa orang banyak belakangan ini. Apa namanya melakukan upacara dengan kurban sapi seperti itu dalam Weda? Atau mungkin dalam kitab suci yang lain. Kalaupun mungkin ada disebutkan dalam salah satu lontar yang dipercaya kebenarannya berdasarkan petunjuk yang diwenangkan, lalu lontar mana yang menyebutkan? Dan apakah lontar tersebut sudah sesuai dengan kitab suci Weda? Jikalaupun dalam Weda ada disebutkan upacara kurban sapi (gomedha), setidaknya harus jelas diperhatikan upacara tersebut cocok untuk jaman apa, tujuannya apa, bagaimana tata caranya, dan siapa pelakunya? Bagi mereka yang tidak melaksanakan, apa bukti kerugian mereka? Bagi mereka yang melaksanakan upacara kurban sapi, apa keuntungan yang diperoleh? Sekiranya tidak melaksanakan kurban sapi minimal kita sudah pasti tidak menyakiti mahluk hidup khususnya sapi seperti sloka-sloka di atas, yang sebenarnya apakah tidak bisa diganti dengan binatang yang lain? Atau alangkah sattwamnya jika menggunakan bahan-bahan dari buah-buahan, biji-bijian, sayuran, umbi-umbian dan sebagainya.
Jika kita tidak melaksanakan kurban seperti itu apakah ruginya? Demikian pula jika kita tidak makan daging sapi apa ruginya? Masih banyak ada makanan lain yang bisa dikonsumsi. Kita sangat berbangga melihat saudara-saudara kita umat muslim yang tegas tidak makan babi. Kemudian mengapa kita juga tidak tegas agar tidak makan daging sapi yang mana dalam Weda secara tegas disebutkan bahwa sapi adalah makhluk suci yang dicintai Tuhan seperti mencintai para brahmana.
Perlu diketahui bahwa sapi juga punya dewa penguasa (ratunya) yaitu Surabi. Tuhan senantiasa mendengar permohonan dan doa-doa dari sapi Surabi. Kemudian mengapa kebanyakan sapi tidak memberikan susu berlimpah? Ini adalah akibat kesalahan kita dari jaman yang sudah lama, bahwa sapi betina pun dipekerjakan di sawah atau di ladang bahkan dipecut sehingga kwantitas susunya pun berkurang hanya cukup untuk anak-anaknya. Ini menandakan karunia buat kita berkurang. Menurut Weda, sapi betina tidak boleh dipekerjakan dengan kerja keras seperti di sawah dan ladang atau menarik pedati apalagi diperlakukan dengan kasar. Hanya sapi jantan yang boleh dipekerjakan, itupun tidak boleh diperlakukan dengan kasar atau dengan kekerasan. Inilah kesalahan kita berabad-abad. Seperti halnya pulau Bali sebenarnya tempat yang amat suci karena ada sapi yang asli dari Bali. Demikian pula pulau Jawa. Pulau-pulau ini mirip dengan tanah suci kelahiran Tuhan dan orang-orang suci di India.
Kesalahan yang lebih fatal yang akibatnya seluruh negeri akan kena dampaknya adalah memelihara sapi khusus untuk dipotong. Di dalam Weda sangat dilarang mendirikan rumah potong apalagi rumah potong untuk sapi. Inilah membuat negeri mengalami penderitaan, bukan saja di bumi, bahkan dibawa sampai meninggalkan badan ini.
Mereka yang beruntung lahir sebagai manusia diharapkan sadar akan hal ini. Hukum Weda khususnya sapi berlaku untuk semua manusia. Bukan hanya bagi umat Hindu saja. Di India juga mengalami kemerosotan yaitu dengan menyiksa sapi untuk dikonsumsi dagingnya yang dilakukan oleh beberapa orang-orang yang tidak setia dengan Weda. Sementara pemerintah tidak melarang. Bahkan rumah potong juga berdiri dimana-mana. Dan sebagai akibatnya hampir di seluruh dunia terjadi kekacauan dan sering terjadi bencana dalam berbagai bentuk. Tentu sekarang adalah jaman Kali dimana hampir semua manusia akan digiring ke Neraka dan membunuh sapi adalah salah satu perbuatan yang keji dan kejam. Namun demikian mari kita semua menyadari hal ini sedalam-dalamnya siapapun diantara kita, karena siksaan di Neraka sangat amat berat, dan jika dilahirkan berikutnya akan menjadi mahluk yang rendah dan sangat menderita.
Kita juga bangga terhadap saudara-saudara kita umat Hindu karena hampir semua umat tidak makan daging sapi. Namun demikian kita mohon kerjasamanya agar membantu mensosialisasi kepada seluruh umat siapapun mereka yang dengan sukarela bisa, agar umat manusia bisa hidup dengan kesucian serta bisa menghindari perbuatan yang berdosa yang fatal karena menyakiti sapi. Semoga Tuhan memberikan sinar pencerahan dari dalam hati kita semua.
Marilah kita berpikir dengan bijak! Dengan tidak membunuh sapi, sudah pasti kita tidak akan berdosa, sebaliknya jika kita membunuh sapi walaupun itu atas nama yadnya atau korban suci, kemungkinan kita akan berdosa. Lalu siapa yang akan mempertanggungjawabkan dosa besar ini? Apakah mereka yang mempelopori hal ini? Leluhur kitakah? Tidak ada yang bersedia! Kita sendiri yang akan menanggung dosa akibat perbuatan kita, yang mana akan menggiring kita menuju neraka. Pesan-pesan ini adalah merupakan himbauan. Sekarang tergantung dari kesadaran kita masing-masing karena kita masing-masing pula yang mempertanggungjawabkan perbuatan kita dihadapan Tuhan.
Jangan hanya alasan komoditi memberikan keuntungan secara fisik kemudian menghalalkan segala cara bahkan harus melanggar prinsip-prinsip dharma yang dijelaskan dalam Weda. Adalah tugas para pemimpin Negara untuk mempelopori jika tidak demikian, kerugian akan lebih banyak dan seluruh negeri akan menderita. Lihatlah Arjuna sebelum berperang harus bertanya kepada Tuhan Sri Krishna. Semoga kesadaran yang suci tumbuh dalam hati kita semua.











IBU SELURUH ALAM SEMESTA

A
da pernyataan dalam bahasa Sansekerta yang sangat terkenal yaitu; gaavo vishwasya mataraha santuh pitaraha yang artinya; Sapi adalah ibu seluruh alam semesta dan sapi jantan adalah ayah. Dalam kitab suci agama Hindu yaitu kitab suci Weda juga dijelaskan ada tujuh ibu yaitu, 1. Sapi, 2. ibu kandung, 3. istri guru kerohanian, 4. istri brahmana, 5. istri raja, 6. bumi dan 7. perawat. Jadi dengan demikian sapi adalah salah satu ibu yang harus kita hormati dan sayangi, sehingga umat Hindu khususnya, seharusnya memberikan penghormatan yang besar kepada sapi, karena dengan melindungi dan memuja sapi berpengaruh dalam kehidupan rohani, juga menyelamatkan alam semesta termasuk bumi.
Seorang ibu begitu menyayangi putranya, tanpa mengharapkan imbalan apapun, seorang ibu menyusui dan merawat anak-anaknya. Begitu juga dengan sapi yang merupakan salah satu dari ibu kita. Dia telah banyak membantu dalam pekerjaan kita dan memberikan kita susunya. Layakkah seorang ibu seperti itu kita bunuh? Tidak hanya berdasarkan pertimbangan ini saja. Dalam Kitab Suci Weda pun pembunuhan sapi sangat dilarang.

Di India, tidak hanya para rohaniwan, bahkan masyarakat pada umumnya pun memberikan penghormatan yang besar kepada sapi dan mereka juga tidak memakan daging sapi. Namun sayangnya, kita sebagai manusia belum banyak mengetahui tentang keagungan sapi serta belum memberikan penghormatan yang besar kepada sapi, bahkan tidak jarang yang memukuli sapi, memperlakukannya dengan kasar dan masih banyak umat Hindu di Bali yang memakan daging sapi walaupun atas nama yadnya, sementara sumber hukum/nara sumber dari Weda tidak ditemukan dengan jelas.
Seperti penjelasan di atas dikatakan bahwa sapi adalah salah satu ibu kita, memberikan susunya untuk kita dan bukan untuk dirinya sendiri. Berikut adalah ayat-ayat dalam kitab suci yang menunjukkan kasih sayang sapi kepada kita:
prabhu kahe,—go-dugdha khäo, gäbhé tomära mätä
våña anna upajäya, täte teìho pitä

“Tuhan Sri Caitanya berkata, “Anda meminum susu sapi, oleh karena itu sapi adalah ibu anda. Dan sapi jantan menghasilkan biji-bijian untuk kebutuhan hidup anda; oleh karena itu dia adalah ayah anda.”

(Caitanya Caritamrta Adi 17.153)

pitä-mätä märi’ khäo—ebä kon dharma
kon bale kara tumi e-mata vikarma

“Karena sapi jantan dan sapi betina adalah ayah dan ibu anda, bagaimana bisa anda membunuh dan memakan mereka? Prinsip agama macam apa ini? Dengan kekuatan apa sehingga anda begitu memberanikan diri melakukan kegiatan berdosa semacam itu?”
(Caitanya Caritamrta Adi 17.154)

agavo agmannuta bhadramakrantsidantu gosthe
ramayantvasme prajavatih parurupa iha syurindraya
purvirusaso duhanah

Sapi telah datang, dan dengan kedatangannya kita menjadi sejahtera. Sapi duduk di kandangnya dan memberikan kesenangan pada kita. Sapi-sapi yang dihiasi oleh aneka warna dan anak-anak yang sehat, memberikan susu yang melimpah ruah.
(Rg Weda 6.28.1)

Berdasarkan pada ayat-ayat tersebut di atas, hendaknya kita menghentikan pembunuhan terhadap sapi dan sebaliknya memberikan perlindungan kepada sapi, karena sapi sesungguhnya begitu agung dan memberikan banyak manfaat, namun orang-orang yang tidak tahu berterima kasih telah memperlakukan sapi dengan kasar:
gäà ca dharma-dughäà dénäà
bhåçaà çüdra-padähatäm
vivatsäm äçru-vadanäà
kñämäà yavasam icchatém

(Bhagavata-purana 1.17.3)

“Walaupun Sapi bermanfaat karena orang bisa mengambil prinsip-prinsip keagamaan darinya. Tetapi sekarang dia sangat malang dan tidak mempunyai anak. Kakinya dipukuli oleh seorang sudra, Ada air mata di matanya dan dia sangat menderita dan lemah. Dia kemudian berminat dengan rumput di padang”.

Demikianlah penderitaan sapi, ibu yang mulia yang telah memberikan kita kesejahteraan. Dipaksa bekerja berat, dipukuli dan anak-anaknya di jual ke rumah potong. Teganya kita berlaku kasar seperti ini pada seorang ibu. Teganya kita membunuh ibu sendiri. Lalu apa kata kitab suci mengenai semua ini?
Larangan pembunuhan sapi dalam kitab suci Weda:
are te goghnamuta purusaghnam
(Dalam Rg Weda)

apa katanya hendaknya senjatamu bukan untuk membunuh sapi dan manusia.

duhamasvibhyam payo aghnyeyam sa vardhatam mahate saubhagaya
(Rg Weda 1.164.27)

Sapi ini yang tidak boleh dibunuh, mempersembahkan susu kepada Dewa Asvini dan dia berkembang demi keuntungan kita.

suyavasadbhagavati hi bhuyo atho
vayam bhagavantah syama
adhi trnamaghnye visvadanim
piba sudhamudakamacaranti
(Rg Weda 1.164.40)

Dengan memakan rumput yang baik, sapi menjadi beruntung, dan semoga dari sapi yang beruntung tersebut kita juga menjadi beruntung atau menjadi kaya. Wahai sapi yang tidak boleh dibunuh…, hendaklah engkau selalu memakan rumput utama dan di waktu pulang kandang hendaknya engkau meminum air bersih jernih.

Sapi dilindungi oleh Tuhan
Demikianlah Sapi memberikan keuntungan kepada kita baik secara material maupun untuk kentungan rohani. Sapi adalah ibu yang telah memberikan kita susu dan dengan melindungi sapi kita akan mendapatkan manfaat secara rohani karena Tuhan Sri Krishna sendiri yang juga dikenal sebagai Gopala adalah Pelindung sapi seperti yang disebut dalam ayat berikut:
namo brahmaëya-deväya
go-brähmaëa-hitäya ca
jagad-dhitäya kåñëäya
govindäya namo namaù
(Viñëu Puräëa 1.19.65)

"Tuhan, Anda adalah gembala sapi-sapi dan pelindung para brahmana, dan Anda adalah yang mengharapkan kesejahteraan seluruh umat manusia dan seluruh dunia.”

çré-çuka uväca
go-vipra-sura-sädhünäà
chandasäm api ceçvaraù
rakñäm icchaàs tanür dhatte
dharmasyärthasya caiva hi
(Srimad Bhagavatam 8.24.5)

“Sri Sukadeva Gosvami berkata: O Raja, demi memberikan perlindungan kepada sapi-sapi, para brahmana, para dewa, para penyembah, kitab suci Weda, prinsip-prinsip keagamaan, dan prinsip-prinsip untuk memenuhi tujuan kehidupan, Tuhan Yang Maha Esa menerima berbagai bentuk inkarnasi.”

Dalam Bhagavad-gita Sri Krishna juga menekankan pentingnya perlindungan terhadap sapi:
kåñi-go-rakñya-väëijyaà vaiçya-karma svabhäva-jam
paricaryätmakaà karma çüdrasyäpi svabhäva-jam
(Bhagavad-gita 18.44)

“Pertanian, melindungi sapi dan perdagangan adalah pekerjaan yang wajar bagi para vaisya, dan bagi para sudra ada pekerjaan buruh dan pengabdian kepada orang lain.”

Akibat dari menyakiti sapi dan binatang lainnya
tomarä jéyäite nära,—vadha-mätra sära
naraka ha-ite tomära nähika nistära
(Caitanya Caritamrta, Ädi 17.165)

“Karena kalian tidak bisa membuat sapi yang telah dibunuh hidup kembali, kalian bertanggung jawab terhadap pembunuhan mereka. Oleh karena itu kamu akan pergi ke Neraka, tidak ada cara bagi pembebasanmu”.
(Sabda Tuhan Sri Caitanya kepada Raja Chand Kazi)

go-aìge yata loma, tata sahasra vatsara
go-vadhé raurava-madhye pace nirantara
(Caitanya Caritamrta, Ädi 17.166)

“Pembunuh sapi dikutuk untuk menjadi busuk dalam kehidupan Neraka selama beribu-ribu tahun sebanyak bulu-bulu pada badan sapi.”

yavanti pacuramani tavat
kritvo ha manaram
vritha pacughnah prapnoti
pretya janmani janmani
(Manu Smrti, V.38)

Seberapa jumlah bulu dari binatang yang disembelih tanpa alasan yang sesuai dengan hukum, sekian kalilah yang membunuh itu akan menderita kematian tidak wajar dalam kelahiran-kelahiran yang akan datang.

yo himsakani bhutani hinastyatmasukhecchaya
sa jiwamcca mritaccaiwa na kwacitsukhamedhate
(Manu Smrti, V.45)

“Ia yang melukai makhluk-makhluk tidak berdaya dengan maksud mendapatkan kepuasan untuk dirinya sendiri, orang itu tidak akan pernah merasakan kebahagiaan, selalu berada dalam keadaan tidak hidup, tidak pula mati.

yo bhandana wadha kelcan praninam na cikirsati
sa sarwasya hitaprepsuh sukhamatyantamacnute
(Manu Smrti, V.46)

“Ia yang tidak menyebabkan penderitaan dalam belenggu atau kematiannya makhluk-makhluk hidup tetapi menginginkan keselamatan pada semua makhluk, ia mendapat kebahagiaan yang tanpa akhir.”
yaddhyayati yatkurute dhritim bandhnati yatra ca
tadawapnotyayanena yo hi nasti na kimcana
(Manu Smrti, V.47)

“Ia yang tidak menyakiti makhluk apapun, mencapai tanpa usaha berat, segala apa yang dipikirkan, apa yang dikerjakan dan apa yang dicita-citakannya.”

anumanta wicasita nihanta krayawikrayi
samskarta copaharta ca khadakacceti ghatakah

“Ia yang mengijinkan penyembelihan seekor hewan, ia yang memotongnya, ia yang membunuhnya, ia yang membeli dan menjualnya, ia yang memasaknya, ia yang menyuguhkannya, semuanya itu patut dianggap sebagai pembunuh-pembunuh binatang.”
(Manu Smrti, V.51)
Larangan korban sapi pada jaman Kali
Dalam Caitanya Caritamrta, Ädi 17.164, yang dikutip dari Brahma-vaivarta Purana (Krsna-janma-khanda 185.180), ada lima (5) perbuatan yang dilarang untuk dilakukan di jaman Kali ini sebagai berikut:
açvamedhaà gavälambhaà
sannyäsaà pala-paitåkam
devareëa sutotpattià
kalau païca vivarjayet

“Di jaman Kali ini, lima kegiatan yang dilarang yaitu: mengorbankan kuda dalam upacara yadnya, mengorbankan sapi dalam upacara yadnya, bercita-cita menjadi sannyasi, mempersembahkan daging kepada leluhur, dan seorang laki-laki yang menurunkan keturunan dengan istri saudaranya”
Dari ayat di atas jelas disebutkan bahwa upacara dengan mengorbankan sapi dilarang untuk jaman Kali. Lagipula pada jaman dahulu para resi yang agung kadang-kadang membunuh sapi yang sudah tua dengan mengucapkan mantra-mantra Weda tetapi dihidupkan kembali dengan mantra menjadi sapi yang lebih muda. Jadi sapinya tidak benar-benar dibunuh. Dan aswamedha-yajna (kurban suci 1000 ekor kuda), dan upacara dengan mengorbankan binatang bukan dimaksud untuk membunuh binatang tersebut, melainkan untuk menguji mantra-mantra Weda dan untuk meningkatkan roh binatang yang dikorbankan menjadi makhluk hidup yang lebih tinggi. Jika tidak berhasil, para Rsi yang melakukan upacara seperti itu mampu menghidupkan kembali binatang yang dikorbankan. Lalu bagaimana dengan sekarang? Upacara kurban kuda dan sapi dilarang karena sulit untuk menemukan para Pandita yang berkualifikasi di jaman ini, yang mampu melihat perjalanan sang atma mencapai kekekalan atau meningkat menjadi mahluk hidup yang lebih tinggi setelah binatang tersebut dikurbankan untuk yadnya, seperti yang disebutkan dalam ayat berikut:
kali-käle taiche çakti nähika brähmaëe
ataeva go-vadha keha nä kare ekhane
(Caitanya Caritamrta, Ädi 17.163)

“Dahulu ada brahmana yang hebat yang mampu membuat percobaan dengan menggunakan mantra-mantra Weda, tetapi sekarang, karena jaman Kali, brahmana tidak begitu mempunyai kehebatan. Oleh kerena itu membunuh sapi betina dan sapi jantan untuk peremajaan lagi dilarang.”
Dalam Manu Smrti, V.44 disebutkan:
ya vidavihita himsa niyata
smimccaracare
ahimsavena tam vidyad
vedaddharmo hinirbabhau

“Ketahuilah bahwa menyakiti mahluk-mahluk bergerak ataupun tidak bergerak yang sudah ditentukan untuk suatu tujuan oleh Weda, bukanlah menyakiti sama sekali, karena dari Wedalah hukum-hukum suci itu asalnya”
Berdasarkan sloka di atas, khusus bagi mereka yang mempersembahkan atau mengorbankan sapi untuk alasan yadnya, Weda yang manakah sebagai sumber hukumnya bahwa sapi diijinkan untuk dikorbankan seperti apa yang dilakukan oleh beberapa orang banyak belakangan ini. Apa namanya melakukan upacara dengan kurban sapi seperti itu dalam Weda? Atau mungkin dalam kitab suci yang lain. Kalaupun mungkin ada disebutkan dalam salah satu lontar yang dipercaya kebenarannya berdasarkan petunjuk yang diwenangkan, lalu lontar mana yang menyebutkan? Dan apakah lontar tersebut sudah sesuai dengan kitab suci Weda? Jikalaupun dalam Weda ada disebutkan upacara kurban sapi (gomedha), setidaknya harus jelas diperhatikan upacara tersebut cocok untuk jaman apa, tujuannya apa, bagaimana tata caranya, dan siapa pelakunya? Bagi mereka yang tidak melaksanakan, apa bukti kerugian mereka? Bagi mereka yang melaksanakan upacara kurban sapi, apa keuntungan yang diperoleh? Sekiranya tidak melaksanakan kurban sapi minimal kita sudah pasti tidak menyakiti mahluk hidup khususnya sapi seperti sloka-sloka di atas, yang sebenarnya apakah tidak bisa diganti dengan binatang yang lain? Atau alangkah sattwamnya jika menggunakan bahan-bahan dari buah-buahan, biji-bijian, sayuran, umbi-umbian dan sebagainya.
Jika kita tidak melaksanakan kurban seperti itu apakah ruginya? Demikian pula jika kita tidak makan daging sapi apa ruginya? Masih banyak ada makanan lain yang bisa dikonsumsi. Kita sangat berbangga melihat saudara-saudara kita umat muslim yang tegas tidak makan babi. Kemudian mengapa kita juga tidak tegas agar tidak makan daging sapi yang mana dalam Weda secara tegas disebutkan bahwa sapi adalah makhluk suci yang dicintai Tuhan seperti mencintai para brahmana.
Perlu diketahui bahwa sapi juga punya dewa penguasa (ratunya) yaitu Surabi. Tuhan senantiasa mendengar permohonan dan doa-doa dari sapi Surabi. Kemudian mengapa kebanyakan sapi tidak memberikan susu berlimpah? Ini adalah akibat kesalahan kita dari jaman yang sudah lama, bahwa sapi betina pun dipekerjakan di sawah atau di ladang bahkan dipecut sehingga kwantitas susunya pun berkurang hanya cukup untuk anak-anaknya. Ini menandakan karunia buat kita berkurang. Menurut Weda, sapi betina tidak boleh dipekerjakan dengan kerja keras seperti di sawah dan ladang atau menarik pedati apalagi diperlakukan dengan kasar. Hanya sapi jantan yang boleh dipekerjakan, itupun tidak boleh diperlakukan dengan kasar atau dengan kekerasan. Inilah kesalahan kita berabad-abad. Seperti halnya pulau Bali sebenarnya tempat yang amat suci karena ada sapi yang asli dari Bali. Demikian pula pulau Jawa. Pulau-pulau ini mirip dengan tanah suci kelahiran Tuhan dan orang-orang suci di India.
Kesalahan yang lebih fatal yang akibatnya seluruh negeri akan kena dampaknya adalah memelihara sapi khusus untuk dipotong. Di dalam Weda sangat dilarang mendirikan rumah potong apalagi rumah potong untuk sapi. Inilah membuat negeri mengalami penderitaan, bukan saja di bumi, bahkan dibawa sampai meninggalkan badan ini.
Mereka yang beruntung lahir sebagai manusia diharapkan sadar akan hal ini. Hukum Weda khususnya sapi berlaku untuk semua manusia. Bukan hanya bagi umat Hindu saja. Di India juga mengalami kemerosotan yaitu dengan menyiksa sapi untuk dikonsumsi dagingnya yang dilakukan oleh beberapa orang-orang yang tidak setia dengan Weda. Sementara pemerintah tidak melarang. Bahkan rumah potong juga berdiri dimana-mana. Dan sebagai akibatnya hampir di seluruh dunia terjadi kekacauan dan sering terjadi bencana dalam berbagai bentuk. Tentu sekarang adalah jaman Kali dimana hampir semua manusia akan digiring ke Neraka dan membunuh sapi adalah salah satu perbuatan yang keji dan kejam. Namun demikian mari kita semua menyadari hal ini sedalam-dalamnya siapapun diantara kita, karena siksaan di Neraka sangat amat berat, dan jika dilahirkan berikutnya akan menjadi mahluk yang rendah dan sangat menderita.
Kita juga bangga terhadap saudara-saudara kita umat Hindu karena hampir semua umat tidak makan daging sapi. Namun demikian kita mohon kerjasamanya agar membantu mensosialisasi kepada seluruh umat siapapun mereka yang dengan sukarela bisa, agar umat manusia bisa hidup dengan kesucian serta bisa menghindari perbuatan yang berdosa yang fatal karena menyakiti sapi. Semoga Tuhan memberikan sinar pencerahan dari dalam hati kita semua.
Marilah kita berpikir dengan bijak! Dengan tidak membunuh sapi, sudah pasti kita tidak akan berdosa, sebaliknya jika kita membunuh sapi walaupun itu atas nama yadnya atau korban suci, kemungkinan kita akan berdosa. Lalu siapa yang akan mempertanggungjawabkan dosa besar ini? Apakah mereka yang mempelopori hal ini? Leluhur kitakah? Tidak ada yang bersedia! Kita sendiri yang akan menanggung dosa akibat perbuatan kita, yang mana akan menggiring kita menuju neraka. Pesan-pesan ini adalah merupakan himbauan. Sekarang tergantung dari kesadaran kita masing-masing karena kita masing-masing pula yang mempertanggungjawabkan perbuatan kita dihadapan Tuhan.
Jangan hanya alasan komoditi memberikan keuntungan secara fisik kemudian menghalalkan segala cara bahkan harus melanggar prinsip-prinsip dharma yang dijelaskan dalam Weda. Adalah tugas para pemimpin Negara untuk mempelopori jika tidak demikian, kerugian akan lebih banyak dan seluruh negeri akan menderita. Lihatlah Arjuna sebelum berperang harus bertanya kepada Tuhan Sri Krishna. Semoga kesadaran yang suci tumbuh dalam hati kita semua.