Kamis, 21 Oktober 2010

Yogi dan Keutamaannya

Yogi dan Keutamaannya

Oleh: vedanta pati dasa



tapasvibhy dhiko yogi

jnanibhyo pi mato dhikah

karmibhyas cadhiko yogi

tasmad yogi bhavarjuna

Bhg.6.46

Seorang yogi lebih besar dari pertapa dan bahkan ia lebih mulia daripada sarjana, lebih utama dari yang melakukan yadnya, karenanya jadilah yogi wahai Arjuna.



Tidak perlu diragukan lagi Arjuna murid Drona adalah ksatria utama yang gagah perkasa menguasai ilmu militer dan strategi perang dengan sangat baik, beliau seorang jendral yang dihormati dan disegani tidak saja oleh kawan tetapi juga oleh lawan-lawannya bahkan oleh para dewa sekalipun, walaupun demikian Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa Krsna tetap saja menyarankan bahkan cendrung mengarahkan Arjuna untuk menjadi seorang yogi.

Kenapa demikian?, Ini tentu tidak terlepas dari kualifikasi dimana seorang yogi itu mempunyai kualifikasi lebih dari manusia biasa. Yogi adalah yang menguasai ilmu kebatinan atau rohaniawan yang sudah melampaui hal-hal duniawi. Hanya seorang yogilah yang mampu mencapai planit rohani.

Dari milyaran penganut hindu atau weda di seluruh dunia ini belum tentu 10 prosennya mampu mencapai kualifikasi yogi, ini artinya teramat sangat berat untuk dicapai. Lalu apakah profesi-profesi yang lain seperti ksatria, vaisya dan sudra apalagi candala tidak bisa mendapatkan tiket ke planit rohani Vaikuntaloka bahkan Goloka Vrindavana? Ya ini tentu bukanlah kapasitas kita untuk menjawabnya. Tetapi yang jelas Krsna sendiri dengan tegas menyarankan agar Arjuna menjadi seorang yogi.

Dan yang paling penting bagi kita ada upaya yang sungguh-sungguh untuk dapat melaksanakan tahapan-tahapan hidup manusia hindu sesuai dengan prinsip-prinsip kitab sucinya dalam hal ini ajaran catur asrama, disini tentu dibutuhkan keseriusan, kearifan dan kebijaksanaan.

Boleh-boleh saja untuk sementara ini kita sebagai brahmacari, lalu sebagai grhasta, lalu wana prasta dalam contact kekinian tentunya dan selanjutnya sanyasi walaupun untuk yang terakhir ini hampir tidak mungkin bisa kita lakukan pada kaliyuga ini.

Hidup ini memang pilihan dan menjadi seorang ksatria, vaisya, dan sudra tentu dibutuhkan untuk kepentingan bangsa dan Negara ini demi kesejahteraan dan ketertiban masyarakat luas, sama halnya dengan keberadaan pandawa yang berwarna ksatria dalam menegakkan prinsip-prinsip dharma di Negara Hastina pada akhir dwaparayuga, namun kesempatan dan waktu untuk menunaikan kewajiban itu tentu ada batasannya demikian juga denga warna-warna yang lain, nah setelah kesempatan itu berakhir atau kita akhiri maka disanalah semestinya manusia mengambil kesempatan untuk mengawali kehidupannya dengan aktifitas bhakti dalam mempersiapkan diri menuju kehidupan rohani.

Intinya kita harus mampu dan mau memanfaatkan momen itu dengan berani.

Ada contoh menarik ketika raja Ayodhya yang bijaksana yang dihormati di ketiga dunia yaitu Prabu Dasaratha tengah mempersiapkan putra mahkota yang kelak akan mengganti kedudukan beliau sebagai raja negeri Ayodhya dan pilihannya jatuh kepada putra sulungnya yaitu Rama dan semua petinggi-petinggi kerajaan yang ada di balairum Hastina dimana sidang itu dilaksanakan termasuk penasihat kerajaan Rsi Wasista setuju dengan usulan tersebut, dan dalam waktu yang bersamaan juga Rama sang putra kesayangan tidak bersedia mengganti kedudukan ayahandanya dan ini semata-mata karena rasa hormat yang tinggi Beliau kepada ayahandanya dan merasa diri belum pantas untuk mengganti ayahandanya sebagai raja negeri sebesar Ayodhya, namun Rama berjanji demi Negara dan ayahandanya Beliau tetap dengan setia berada dibelakang ayahandanya membantu tugas-tugas yang dibebankan oleh ayahandanya.

Tetapi Prabu Dasaratha teguh dengan pendiriannya untuk menyerahkan tahta kerajaan kepada putra tercitanya Rama lalu dengan cerdas bijak dan berwibawa beliau berkata; Rama anakku jangan aku kau ikat dengan cinta dan kasih sayangmu, jangan aku kau jerat dengan kemewahan kerajaan ini, biarkan aku pergi dan melepaskan semua ikatan kerajaan ini untuk mempersiapkan diri menuju dunia rohani yang kekal karena ini memang sudah waktunya, dan aku yakin kau pasti mampu menjadi raja yang arif dan bijaksana yang dihormati dan disegani diketiga dunia mampu mensejahterakan semua rakyat di seantero negeri. Jika engkau tetap tidak bersedia maka itu sama artinya dengan menghambat perjalanan ayahmu menuju kebahagiaan yang kekal di dunia rohani sebagai tujuan hidup yang tertinggi.

Demikian juga hal yang terjadi pada negeri Hastina setelah selesai baratayudha Hastina diperintah oleh seorang raja yang maha bijaksana yaitu maharaj Yudistira dimana pamannya sendiri yaitu prabu Drstarata masih tetap diizinkan tinggal di istana atas kemurahan hati Yudistira tentunya, disana beliau menikmati fasilitas dan kemewahan kerajaan sehingga terlena dan lupa untuk mempersiapkan diri menuju alam rohani karena terlanjur larut dalam kemewahan duniawi. Untunglah adiknya yang bijaksana Widura cepat mengingatkan Drstarata agar segera meninggalkan semua kemewahan ini untuk pergi ke hutan mempersiapkan diri menuju kehidupan rohani sebagai tujuan hidup terakhir yang bebas dari kemewahan material.

Walaupun pada awalnya Drstarata berat sekali menerima saran itu disamping juga karena beliau sudah tua dan matanya buta tetapi karena Widura memaksanya tentu dengan dasar-dasar kitab suci weda akhirnya Drstarata setuju dengan gagasan adiknya itu dan pergi ke hutan pada malam hari tanpa sepengetahuan Yudistira maharaj dan anggota keluarga kerajaan lainnya. Turut serta dalam perjalanan beliau disamping Widura juga ibu Gandari dan ibu Kunti meninggalkan kemewahan kerajaan menuju hutan kehidupan rohani.

Nah pelajaran apa yang bisa kita ambil dari kisah-kisah diatas, tentu pengetahuan rohani jangan terlalu lama kita hanyut dalam kebahagiaan material yang bersifat sementara dan semu ini, jika sudah waktunya tiba maka serahkan semua itu kepada orang lain dan masuklah ke dunia rohani tentu tidak harus ke hutan tetapi melepaskan semua ikatan-ikatan maya itulah yang harus kita persiapkan dari kehidupan sekarang ini apapun profesi kita dan dimanapun kita berada.

Jangan kita sampai mati terjerat dan tidak berkutik oleh kekuatan maya itu, jika kita seorang grhasta silakan membangun keluarga dan bekerja sesuai dengan keahlian masing-masing untuk mendukung ekonomi keluarga tentu dengan prinsip-prinsip dharma agar bisa berjalan dengan baik lalu antarkanlah atau kawallah putra-putri kita sampai memasuki grhasta ( masa berumah tangga), selebihnya perlahan-lahan melepaskan ikatan dari hiruk-pikuknya kehidupan mencari kekayaan material. Seperti halnya Arjuna setelah pensiun dari dunia militer lalu bergegas menuju dunia rohani mengikuti perintah guru sejatinya Krsna.

Jangan sampai seperti mereka yang sudah banyak cucunya dan sudah tua renta masih sibuk dengan urusan bisnis………. aduh kasihan sekali mereka





Om namo bhagavate vasu deva ya