Jumat, 01 Mei 2009

artikel kiriman dari umat sedarma di lampung

Kuatnya Sang Tirani
Oleh: i wayan wisanta

Avrtam jnanam etena
Jnanino nitya-vairina
Kama-rupena kaunteya
Duspurenanalena ca
Bhg. III.39

Tertutuplah ilmu pengetahuan kebajikan itu oleh nafsu yang tidak puas-puasnya pada mereka yang merupakan musuh utama, wahai Arjuna.

Musuh terbesar manusia adalah napsunya sendiri, napsu adalah duniawi, apalagi bagi mereka yang belum menyadari hakekat sang diri, menganggap dirinya adalah badannya maka dia pasti terjebak dan berputar-putar disitu saja tak tahu arah kemana harus melangkah agar bisa keluar dari jebakan itu atau bahkan mereka sendiri malah merasa sangat nyaman dengan kondisi dan situasi demikian, sehingga asyik dengan dunianya sendiri mengikuti napsu yang tak ada puas-puasnya dengan segala sepak terjangnya dan bukan mengendalikannya.
Tidak pernah menyadari bahwa semua itu adalah sebab dari segala sebab kekacauan dan ketidak harmonisan tatanan hidup dan kehidupan pada zaman ini (kaliyuga).
Salah satu ciri manusia masa kini adalah senang bersandiwara atau berpura-pura, dan kepura-puraan itu identik dengan maya atau ilusi sesuatu yang tidak nyata, dan tindakan berpura-pura itu telah merasuk ke segala aspek kehidupan dan menjamah ke semua elemen masyarakat apapun profesinya, tidak terkecuali pada kalangan rohaniawan sekalipun.
Mari kita hening sejenak mencoba untuk mengevaluasi diri dan jika kita barangkali yang termasuk didalamnya maka cepat-cepatlah keluar bahkan marilah mulai dari hari ini juga saling mengingatkan satu sama lain saling mencerahi untuk menumbuh kembangkankan serta menghimpun nilai-nilai dan kekuatan baru didalam diri masing-masing untuk sama-sama berupaya keras mengenyahkan sifat-sifat yang rendah itu, dan jangan pernah mengambil keuntungan sedikitpun dari pengaruh suatu zaman untuk mencari pembenaran diri atas segala hal yang hendak kita lakukan.

Caranya tidaklah terlalu sulit cobalah buat jadwal atau atur waktu minimal sebulan sekali lebih sering lebih baik untuk betermu beberapa orang tidak perlu banyak-banyak bila perlu sertakan ana-anak, dan masing-masing membawa Bhagavad Gita baca sama-sama lalu camkan dan renungkan terus coba implementasikan dalam kehidupan
Jangan pernah berpikir berkata maupun berbuat mengikuti napsu atas nama kebebasan dan kaliyuga, karena itu adalah factor utama penghambat atau penutup ilmu pengetahuan kebajikan sesuai dengan sloka diatas.
Mengasah kepekaan dan belajar dari lingkungan kita sendiri merupakan hal sangat penting dalam mengelola hidup ini. Sebenarnya banyak sekali kejadian-kejadian yang bisa kita ambil dan kita jadikan pelajaran bagaimana seseorang menuai kehancuran akibat dari ketidak mampuannya dalam mengendalikan napsunya, tidak saja pada masa kini tetapi jauh pada zaman-zaman sebelumnya hal ini sudah ada, seperti kisah Hiranyakasipu seorang raja perkasa dari wangsa asura yang mempunyai kesaktian luar biasa berkat anugrah dari Deva Brahma tidak bisa mati disiang hari maupun dimalam hari, tidak bisa dibunuh baik oleh manusia maupun binatang, akhirnya toh terbunuh juga oleh napsu dan kesombongannya sendiri melalui kekuatan Tuhan dalam wujud Narasimha Deva. Demikian juga Rahwana seorang raja dari negeri Alengka yang disegani di ketiga dunia karena kesaktian dan kekayaannya, para dewapun banyak yang tunduk kepadanya, beliau juga seorang pemuja Shiva yang taat bahkan mendapatkan anugrah kekuatan berupa senjata Chandrahasa (pedang-bulan), pedang yang tak terkira kuatnya, akhirnya menemui ajalnya juga karena napsu yang tak terkendali melalui kekuatan Tuhan dalam wujud Sri Rama, bahkan seorang Maha Rsi sekelas Visvamitra pun demikian jatuh tak berdaya tergoda oleh kecantikan Menaka seorang bidadari suruhan Deva Indra dari sorgaloka.
Apalagi pada masa kini zaman kemerosotan manusia sangat mudah napsunya tergoda oleh hal-hal yang bersifat rendahan, setiap hari kita disuguhi berita-berita seputar ketidak berdayaan manusia mengendalikan napsunya.
Inilah contoh-contoh nyata bagaimana napsu itu dapat menghambat pengetahuan rohani bahkan menghancurkan segalanya tidak perduli siapapun dia dan dari kalangan manapun dia dan sang napsu itu mampu menutupi rapat-rapat pengetahuan rohani dan kebajikan.
Napsu, marah, takut, sedih, ego dan lain-lain memang Tuhan sendiri yang menciptakannya, namun dengan bantuan kekuatan Tuhan pula melalui kesadaran dan bhakti yang tulus kepadaNya kita pasti mampu mengenyahkan semua itu.
Intinya adalah melalui pelaksanaan bhakti kita kepada Tuhan pengaruh-pengaruh negative dari semua itu bisa kita kelola dengan baik menjadi sesuatu yang positif untuk menuju kesempurnaan diri.
Proses bhakti sebaiknya dilakukan melalui tiga pendekatan yaitu melalui Guru, Sadu dan Sastra. Ketiga komponen itu memegang peranan sangat penting dalam menuntun kita melakukan pendakian menuju ke puncak-puncak rohani.
Nah pentingnya hal ini memang belum disadari oleh sebagian besar dari masyarakat kita, faktanya demikian karena berbagai sebab diantaranya adalah masih dirasakan langkanya keberadaan seorang guru rohani, para sadu dan sastra atau kitab-kitab suci, walaupun ketiga komponen itu sebenarnya sudah mulai muncul keberadaanya ditengah-tengah kita namun kebanyakan dari kita belum melihatnya, ini mungkin disebabkan oleh kenyamanan yang dirasakan selama ini dengan kondisi yang sudah ada, dimana senantiasa berpikir bahwa beragama tidak perlu susah-susah mencari atau mendekati guru-guru rohani dan para sadu, juga tidak perlu mendalami kitab suci karena dirasakannya sangat sulit dan tidak semua orang boleh melakukanya itulah paradigma lama yang masih kuat dipegang, lagi-lagi ini sebuah fakta, sehingga terkesan sudah merasa cukup sebatas bisa metrisandya saja.

Demikian juga pada hari-hari besar keagamaan aktifitas sangat kental dengan nuansa atau gaung materialnya ketimbang spiritualnya.
Kenyamanan itu secara tidak kita sadari membuat kita terlena sekaligus melemahkan diri sendiri.
Dengan kenyamanan seperti itu pintu-pintu pengetahuan rohani menjadi semakin tertutup rapat oleh kekuatan napsu itu, dan ketika ada gelombang dasyat misionaris dari agama lain kitapun terhempas olehnya, maka banyaklah kejadian orang-orang hindu yang beralih ke agama lain.
Kenyamanan juga membuat kita cendrung terlena membuat kita lupa akan hakekat agama dan beragama itu, agama bukan hanya ritual atau upacara upakara saja apalagi ritual yang dilandasi dengan napsu bahkan pamer hanyalah sebuah kesia-siaan belaka, inilah yang disabdakan oleh Sri Krsna sebagai sesuatu yang dapat menutupi masuknya pengetahuan kebijaksanaan atau pengetahuan rohani seseorang.
Jika semua sudah tertutup rapat maka yang ada hanyalah kegelapan dan kegelapan.

Nah sekarang tinggalah sebuah harapan yang sangat besar!

Semoga para rohaniawan yang kita miliki berkenan memberikan pencerahan dan pengetahuan rohani kepada kita semua yang masih awam ini agar kualitas kehidupan kita kedepan menjadi semakin baik……….astu

Om Namo Bhagavate Vasudevaya

.

Tidak ada komentar: