Sabtu, 09 Mei 2009

artikel mingguan kiriman baktha di lampung

Antara Tindakan Dan Nurani
Oleh: i wayan wisanta

Arjuna uvaca:
atha kena prayukto yam
papam carati purusah
anicchann api varsneya
balad iva niyojitah
Bhg.3.36
Arjuna berkata:
Tetapi apakah yang mendorong orang berbuat dosa walau bertentangan dengan nuraninya, seolah-olah dengan paksa wahai Varsneya.

Arjuna sang ksatria perkasa saja terkesan kebingungan menghadapi situasi yang ada ketika itu, padahal zaman itu manusia yang berprilaku dharma prosentasenya jauh lebih banyak dibandingkan pada zaman ini.
Alam juga masih memiliki daya dukung yang kuat tentang kesucian karena pada zaman itu semua mahluk mendapatkan hak untuk hidup dengan baik dan wajar sesuai kodratnya, alami dan bersahabat saling menjaga tanpa saling mengganggu bahkan merusak satu sama lain.
Sungai-sungai mengalirkan airnya yang bersih dengan iklas untuk kehidupan tanpa pernah mengharapkan imbalan apapun.
Pepohonan rindang tempat berteduh semua mahluk berbunga dan berbuah lebat untuk kehidupan sepanjang musim.
Satwa-satwa juga tumbuh dan berkembang biak dengan nyaman tanpa pernah merasa terusik.
Udara segar berhembus sepanjang waktu.
Sapi-sapi dengan tulus memberikan susunya yang berlimpah tanpa pernah mengharapkan imbalan.
Sang Surya tersenyum memancarkan sinar kehidupan sepanjang waktu.
Persembahan tidak pernah lupa diberikan kepada para deva dan roh-roh suci, tidak ada yang kekurangan pangan, begitu juga para brahmana sepanjang waktu menyelenggarakan yagya demi terwujudnya harmonisasi tri hita karana.
Alam praktis lestari tanpa pengerusakan, pemerkosaan dan pencemaran, maka zaman itu sangat kental dengan nuansa kesucian, kesakralan, kedamaian, kebahagiaan, kesejahteraan dan seterusnya.

Jika orang yang masih sangat awam seperti kita ini dibingungkan oleh situasi yang kontradiksi seperti itu, saya kira hal yang wajar saja, tetapi jika yang kebingungan itu adalah orang yang mempunyai kualifikasi sekelas Arjuna murid terbaik Guru Drona, maka kita justru menjadi tambah bingung.
Kalau kita renungkan kejadian yang terjadi di medan perang kuruksetra itu maka kebingungan Arjuna itu beralasan, kenapa? karena beberapa tindakan hina seperti melakukan pelecehan terhadap wanita, kemudian merebut hak orang lain tanpa merasa malu sedikitpun yang berujung pada peperangan dasyat bharatayuda yang dilakukan oleh keturunan wangsa terhormat yaitu wangsa kuru, yang tiada lain adalah Duryodhana dan terkesan didukung oleh orang-orang besar, bijaksana dan jiwa-jiwa agung seperti Drona Acarya, Kripa Acarya, Rsi Bhisma dan Maharaja Dristarastra.
Inilah yang membingungkan Arjuna, kenapa jiwa-jiwa mulia itu terkesan membiarkan tanpa pernah berbuat sesuatu apapun untuk mencegah tindakan Duryodhana yang penuh dosa itu?. bukanya beliau menghentikan upaya penelanjangan Drupadi, bukannya menghukum Duryodhana yang telah banyak berbuat hina penuh dosa-dosa, pembakaran istana kardus dimana ibu Kunti dan Pandawa ada didalamnya, mengapa orang-orang yang sangat dihormati dan disegani di seantero negeri itu tidak menggunakan kewenangan dan kapasitasnya untuk mencegah perbuatan rendah itu? padahal kalau mau apapun yang beliau kehendaki pasti terjadi, disinilah ketidak mengertian serta kebingungan Arjuna sehingga beliau mengajukan pertanyaan itu kepada Krsna Vasudeva yang biasa juga dipanggil Varsneya atau keturunan wangsa Wresni.
Terhadap pertanyaan itu lalu Sri Krsna bersabda:

Sri Bhagavan uvaca:
kama esa krodha esa
rajo guna-samudbhavah,
mahasano maha-papma
viddhy enam iha vairinam
Bhg. 3.37
Sri Bhagavan bersabda:
Itu adalah napsu, amarah yang lahir dari rajaguna, sangat merusak, penuh dosa, ketahuilah bahwa keduanya ini adalah musuh yang ada di bumi ini.

Ya dua musuh utama manusia yaitu napsu dan amarah penyebab utama dari semua petaka dan kehancuran.
Jika kita cermati lebih dalam situasi ketika itu nampaknya disini ada dua semangat dalam satu keluarga atau kelompok, dimana semangat yang pertama bertindak atas nama napsu dan amarah bahkan cendrung tak terkendali yang melandasi sepak terjang mereka dalam merebut tahta kekuasaan.
Mereka tidak pernah menyadari bahkan tidak perduli kekuasaan atas tahta Hastinapura itu sebenarnya bukanlah hak mereka tetapi hak Pandawa putra Pandu.
Mereka telah dibutakan hatinya oleh sang napsu dan amarah, kelompok ini dimotori oleh Duryodhana dan kawan-kawan. Jika pada akhir dua parayuga lebih dari lima ribu tahun yang lalu saja sudah terjadi persaingan-persaingan yang tidak sehat dalam merebut kekuasaan dan cendrung menggunakan segala cara, apa lagi pada masa kini kaliyuga atau zaman kegelapan, nampaknya jauh lebih dari itu kadarnya jika kita saksikan saban hari di negeri ini.
Lalu kelompok yang satunya lagi dengan cerdas mengetahui dan menyadari sepenuhnya bahwa apa yang dilakukan itu sebenarnya adalah perbuatan berdosa karena melanggar nuraninya sendiri dan prinsip-prinsip dharma yang terdiri dari Rsi Bhisma, Kripa Acarya, Guru Drona dan lain-lain, mereka terpaksa bertindak menentang nuraninya sendiri dengan berbagai pertimbangan-pertimbangan seperti karena sumpah, karena berhutang budi dan sebagainya.
Kita sendiri juga dibingungkan oleh mereka dimana beliau-beliau itu ada di pihak Korawa, tetapi mengharapkan kemenangan ada di pihak Pandawa yang berprilaku dharma karena kakek Bhisma sangat menyayangi musuhnya terutama cucu kesayangan dan kebanggaanya yaitu Arjuna dan tentu beliau juga sebagai penyembah murni kusir kereta perangnya Arjuna yang tiada lain adalah Kepribadian Tuhan itu sendiri Krsna.

Bhisma Putra gangga seorang mahajana keturunan utama wangsa kuru yang mengetahui masa lalu, masa kini dan masa yang akan datang, yang selalu berpikir berkata dan berbuat atas nama kebenaran terlibat dalam perang itu dan berhadapan langsung dengan Arjuna cucu kesayangannya dan yang disembahnya sendiri yaitu Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa Krsna.
Sangat-sangat sulit memang memahami kondisi seperti ini, tetapi itulah yang terjadi. Namun seperti yang disabdakan Krsna diatas bahwa napsu dan amarah lah sebagai sumber utama peperangan, kekacauan dan kehancuran ini.
Semoga kita semua para penganut veda mampu terus menggali nilai-nilai luhur atau mutiara yang terkandung dalam kitab suci Srimad Bhagavad Gita.

Om Namo Bhagavate Vasudeva ya

Tidak ada komentar: