Kamis, 25 Maret 2010

Oh..... pikiranku......, Pelayaran guru dev tentang sri nityananda

Inilah sebab luar-nya (bahiranga karanam) dari kemunculan Sri Caitanya. Beliau datang untuk orang lain, untuk orang-orang jaman kali yuga ini


Sloka Satu

Dusta mana! tumi kisera vaisnava
pratisthara tare, nirjanera ghare,
tava ‘ hari nama’ kevala kaitava

Terjemahan

“ Pikiranku tercinta, Vaisnava macam apakah kamu? Hanya untuk mendapatkan harga diri dan nama baik material kamu duduk di tempat sunyi dan berpura-pura mengucapkan maha mantra Hare Krsna, tetapi semua itu adalah penipuan. “

Sloka Dua

Jadera pratistha, sukarer vistha
Jana na kit aha ‘mayara vaibhava’
Kanaka kamini, divasa yamini
Bhaviya ki kaja, anitya se saba

Terjemahan

“ Pikiranku yang tercinta,mengapa kamu begitu berbangga sebagai seorang Vaisnava ? Pemujaan di tempat sunyi dan pengucapan nama suci Tuhan didasarkan atas keinginan akan popularitas murahan, dan itulah sebabnya pengucapan nama sucimu hanyalah pura-pura.
Ambisi untuk mendapatkan nama murahan bias dibandingkan dengan kotoran babi, karena popularitas yang demikian adalah perbanyakkan dari pengaruh maya.

Sloka Tiga

Tomara kanaka, bhogera janaka,
Kanakera dvare sevaha ‘madhava’
Kaminira kama, nahe tava dhama
Tahara malika kevala ‘yadava’

Terjemahan

“ Siang dan malam kamu hanya berpikir tentang wanita dan uang. Mengapa kamu membuang-buang waktumu hanya untuk memikirkan sesuatu yang bersifat sementara? Kamu berpikir uang adalah ayah kenikmatan, tetapi uang tidak dimaksudkan untuk kenikmatanmu. Saat kamu menganggap kekayaan adalah milikmu itu akan menciptakan di dalam dirimu suatu nafsu untuk kenikmatan indria. Uangmu harus melayani Krsna, yang adalah Madhava, suami dewi keberuntungan dan si penikmat semua kekayaan. “
Sloka Empat

Pratisthasa-taru, jada-maya-maru,
Na pela ‘ravana’ yujhiya ‘raghava’
Vaisnavi pratistha, tate kara nistha
Taha na bhajile labhibe raurava

Terjemahan

“ Pikiranku yang tercinta, hati-hatilah terhadap keingiinan untuk mendapatkan nama baik material. Itu akan menyesatkan kamu dengan perwujudan-nya yang menarik seperti pepohonan hijau di tengah padang pasir, yang hanyalah baying-bayang padang pasir dunia kelahiran dan kematian ini. Itu akan menyebabkan kehancuran rohanimu yang pasti. Ingatlah bagainmana Ravana, raksasa yang perkasa, dibingungkan karena kebanggan palsu dan kendatipun segala usahanya untuk mencapai kemasyuran material;, dia dihancurkan oleh Raghava ( Sri Ramacandra). “

Sloka Lima

Hari jana-dvesa, pratistha-klesa,
Kara kena tabe tahara gaurava
Vaisnavera pache, pratisthasa ache
Ta’te kabhu nahe ‘ anitya-vaibhava ‘

Terjemahan

“ Pikiranku yang tercinta, Vaisnava macam apakah kamu ? Atas nama pemujaan di tempat sunyi kamu hanyalah sibuk mengktitik dan melakukan kesalahan-kesalahan terhadap para vaisnava. Kamu sudah menjadi irihati terhadap para penyembah murni sri krsna. Bukannya kamu merasakan nikmatnya madu rohani sebagai seorang vaisnava yang sejati, tetapi kamu hanyalah menderita karena keinginanmu untuk mendapatkan kelap-kelipnya nama besar dan kedudukan material. Dengan demikian, kendatipun keaadaanmu yang jatuh, mengapa kamu masih begitu bangga dengan pemujaan-mu di tempat sunyi ? “

Sloka Enam

Se hari-sambhandha, sunya mayagandha
Taha kabhu naya ‘jadera kaitava’
Pratistha-candali, nirjanata-jali,
Ubhaye janiha mayika raurava

Terjemahan

“ Pikiranku yang tercinta, mengapa kamu begitu berbangga sebagai penyembah murni Krsna ?
Seorang penyembah murni tuhan melaksanakan pelayanan bhakti yang menyenangkan didalam hubungan dasarnya sebagai seorang pelayan Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, Krsna. Keinginan seorang penyembah murni untuk melayani sri Krsna adalah sepenuhnya murni tanpa pengaruh dari alas an-alasan material. Pelaksanaan dari pemujaanmu ditempat sunyi hanyalah penipuan, tetapi pelayanan bhakti murni yang nyata adalah selalu bebas dari sifat bermuka-dua dan munafik yang muncul dari kecenderungan penipuan material.”

Sloka Tujuh

Kirtana chadiba, pratistha makhiba’,
Ki kaja dhudiya tadrsa gaurava
Mdhavendra puri, bhava-ghare curi,
Na karila kabhu sadai janaba

Terjemahan

“ Pikiranku yang tercinta, kamu ingin agar saya meninggalkan jalan pengucapan nama suci Sri Krsna secara bersama guna mempraktekkan pemujaan di tempat sunyi. Lalu kamu menginginkan agar saya meyakinkan diri dengan keinginan material untuk kedudukansementara dan kemasyuran murahan ! Bagaimana kamu bias menganggap kegiatan-kegiatan ilusi dari mayaini memiliki bahkan sedikit saja nilai rohani atau kemuliaan rohani di dalamnnya ?”

Sloka Delapan

Tomara, pratistha sukarer vistha’,
tara-saha sama kabhu na manaba
matsarata-vase tumi jadarase
majeche-chadiya kirtana-saustava

Terjemahan

“ Pikiranku yang tercinta, keinginanmu untuk mendapatkan nama murahan dapat dibandingkan dengan kotoran babi. Kamu berbangga sebagai seorang vaisnava, tetapi tingkah lakumu yang sebenarnya adalah kurang dari seorang manusia beradab biasa ! Dikendalikan oleh rasa iri hati kepada para vaisnava sejati, kamu secara sembunyi-sembbunyi sudah manikmati usaha memerah beberapa kepuasan material yang sementara dengan menikmati keinginan-keinginan materialmu. Bagaimana kamu masih bisa berbangga kendatipun kemunafikkanmu, setelah kamu meninggalkan madu rohani kekal gerakan sankirtan Hare Krsna ?”

Sloka Sembilan

Tai dusta mana, ‘nirjana bhajana,’
Pracaricha chale ‘kuyogi-vaibhava’
Prabhu sanatane, parama yatane
Siksa sanatane, parama yatane
Siksa dila yaha, cinta sei saba

Terjemahan

“ Pikiran jahatku yang terhormat, sekarang sudah nyata mengapa kamu sedang menyebarkan kemuliaan dari pelayanan bhakti ditempat sunyi. Kamu sudah bertindak bertentangan dengan didasarkanvaisnava dan hanya menipu untuk menipu orang-orang lain. Untuk membebaskan dirimu dari khayalan ini kamu harus inga dengan hati-hati mempelajari ajaran, yang penuh karunia yang diberikan oleh Sanatana Gosvami didalam hal untuk mempraktekkan pelayanan bhakti scara benar didalam kesadaran Krsna.”

Sloka Sepuluh

Sei du’ti katha, bhula’ na sarvatha
Uccaih svare kara ‘ hari nama-rava ‘
‘phalgu’ are ‘yukta’ baddha’ ara
‘mukta’ kabhu na bhaviha, ekakara saba

Terjemahan

“ Pikiranku yang tercinta, dengan alasan apapun kamu seharusnya tidak pernah membuat dirimu lupa dengan dua ajaran dari Sanatana Gosvami. Tetapi menyibukkandirimu dalam mengucapkan kemuliaan nama suci Sri Krsna dengan keras ! “ Jangan menganggap phalgu vairagya (ketidak terikatan palsu) dan yukta vairagya (keterikatan sejati) adalah sama. Jangan bingung dengan tindakan pantas untuk roh-roh yang terikat dengan kegiatan roh-roh yang terikat dengan kegiatan roh-roh yang sudah bebas secarakekal. Jangan berpikir bahwa segalanya adalah tanpa perbedaan. ‘

Sloka Sebelas

Kanaka-kamini, ‘pratistha-baghini,
Chadiyache yare, sei ta’ vaisnava sei
‘anaskta’ sei ‘suddha bhakta’,
Samsara tatha paya parabhava

Terjemahan

“ Keinginan murahan untuk menikmati kemasyuran kedudukan tinggi material adalah bagaikan seekor harimau betina yang kejam yang akan memangsa kesadaran Krsna seseorang. Sama bahayanya adalah keinginan untuk menikmati kekayaan dan perempuan. Seeorang yang sudah mengatasi kedua keinginan material melalui bhakti sesungguhnya adalah seorang vaisnava yang sejati. “
Seseorang yang memiliki sifat-sifat sadar akan Krsna yang demikian adalah ketidakterikatan yang sebenarnya akan kehidupan material. Dialah yang benar-benar penyembah murni Ssri Krsna! Ikatan material pada kelahiran dan kematian yang berulang-ulang dengan mudah dikatlahkan oleh penyembah murni tuhan seperti dia !

Sloka Duabelas

Yatha yogya bhoga, nahi tatha roga
‘anasakta’ sei, ki ara kahaba sakti
Rahita, ‘sambandha-sahita, ‘visaya
Samuha sakali ‘ madhava’

Terjemahan

“ Fasilitas material dan kenikmatan indria-indria dialami semasih bertindak untuk memelihara diri atau dalam kepatuhan melaksanakan kewajiban seseorang didalam kesadaran Krsna bukanlah penyebab dari jatuhnya kedalamkesadaran material. Karena, penyembah yang sibuk secara murni demikian adalah sungguh-sungguh tidak terikat dengan kenikmatan indria itu, apa yang harus saya katakana lebih dari itu ?

Sloka Tigabelas

Se ‘yukta-vairagya,’ taha ta’
Saubhagya tahai jadete harir vaibhava
Kirtane yahara, ‘pratistha-sambhara’
Tahara sampatti kevala ‘kaitava’

Terjemahan

“ Penyemabh yang menyibukkan kekayaan material didalam pelayanan kepada sri Krsna pada saat yang sama mengatur kegiatan kenikmatan indria materialnya mengikuti aturan sastra (menunjuk kepada sloka sebelumnya) adalah benar-benar seorang penyembah yang berada dalam ketidak terikatan penuh dan benar. Dia tentunya adalah orang yang paling beruntung. Bahkan semasih tinggal dilingkungan dunia material, kekayaan apapun yang mereka miliki dan perbuatan apapun yang dia lakukkan semuanya merupakan bagiandari kekayaan rohani dan kekuatan sri Hara Hari ( Sri Krsna ), Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa “

Sloka Empatbelas

Visaya-mumuksu, ‘ bhogera
Bubhuksu, ‘du,ye tyaja mana, dui
‘avaisvana’ ‘krsnera sambandha,’
Arakrta-skandha kabhu nahe taha
Jadera sambhava

Terjemahan


“Pikiranku yang tercinta, karena kebanggaan palsu kamu kadang kala berpikir, “ Saya bebas dari emua keterikatan dunia material ini “. Dan pada waktu yang lain kamu berpikir, “Saya adalah seorang ahli penikmat dari kenikmatan indria material !” Kamu harus menolak kedua wujud mentalitas ini yang sepenuhnya “bukan vaisnava.”

Sloka limabelas

‘mayavadi jana’, krsna tara mana
Mukta abhimane se ninde vaisnava
Vaisnavera dasa, tava bhakti-asa
Kena va dakhice nirjana-ahaba

Terjemahan

“ Mentalitas para Mayavadi ( Para impersonalis ) adalah sepenuhnya terpisah dari kesadaran Krsna. Meskipun mereka adalah roh-roh yang jatuh diikat oleh alam material, karena ilusi meraka berpikir mereka sudaah mencapai pembebasan dari kelahiran dan kematian, dan karea kebanggaan palsu, meraka sudah melakukan kesalahn yang paling besar dengan menghina penyembah murni Tuhan. “

Sloka enambelas

Ye ‘phalgu-vairagi, kabe nije ‘tyagi,’
Se na pare kabhu haite ‘vaisnava’
Haripada chadi’, ‘nirjana badi
Labhiya kip hula, ‘phalgu’ se vaibhava

Terjemahan

“ Seseorang yang secara palsu tidak terikat pada obyek-obyek material yang sebenarnya bisa digunakan didalam pelayanan bhakti kepada Sri Krsna dikenal sebagai seorang phalgu-vairagi. Karena kebangggaan palsu, dia menyatakan diri sebagai seorang vairagi besar. Bagaimanapun juga, karena mempraktekan ketidakterikatannya yang kering, seorang phalgu-vairagi tidak akan sanggup menjadi seorang vaisnava, Penyembah murni Sri Krsna. “

Sloka Tujuhbelas

Radhadasye rai’, chadi ‘bhoga ahi,’
‘pratisthasa’ nahe ‘kirtana-gaurava’ ‘ radhanityajana, “
Taha chadi’ mana kena va
Nirjana-bhajana-kaitava

Terjemahan

“Pikiranku yang tercinta, sekarang dengan ketetapan hati marilah kita tetap tinggal secara kekal didalam melayani pelayan dari pelayan Srimate Radharani, wujud rohani dari cinta kasih yang paling murni kepada Krsna. Tinggalkanlah setiap gelagat adanya keterikatan ular jahat keinginan material untuk kenikmatan indria (halus maupun kasar). Tinggalkanlah semua keinginan untuk pencapaian kemasyuran palsu atau kedudukan penting material yang sementara melalui pengucapan Nama Suci Krsna karena dengan keinginan-keinginan material ini orang tidak akan bisa menyadari kemuliaan rohani pengucapan Nama suci Krsna secara bersama dalam sSankirtan. “

Sloka delapanbelas

Vrajavasigana, ‘oracaraka-dhana,
Pratistha-bhiksuka ta’ra nahe ‘saba’
Prana ache tantra, sehetu pracara,
Pratisthasa hina-‘krsnagatha’ saba

Terjemahan

“ Kekayaa pribadi para Brajavasi (Kawan kekal Sri Krsna di Vrndavana dianggap oleh sri Caitanya Mahaprabhu sebagai penyembah yang terbaik dan yang paling sempurna) adalah mengajarkan keagungan dari Sri Krsna, mereka selalu memuliakan Krsna, mereka tidak menginginkan kemasyuran murahan atau kedudukan material yang sementara, yang selalu dirindukan oleh mayat hidup. Para penyembah yang secara kekal bebas ini melaksanakan pelayanan bhakti rahasia dengan mengkhotbahkan keagungan Kepribadiaan Tuhan Yang Maha Esa dan Nama Suci Beliau, karena mereka memiliki rasa kasih saying yang sesungguhnya dan kehidupan kekal kesadaran Krsna. Sepenuhnya bebas dari semua motif-motif pribadi untuk nama dan pengaruh yang sementara, penyembah murni ini sepenuhnya dan secara pasti terikat kepada Krsna dengan ikatan pelayanan cinta kasih. “

Sloka Sembilanbelas

Sridayatadasa, kritaneta asa kara
Uccaih svare ‘harinama-rava’ kirtanaprabhave,
Smarana svabave, se
Kale bhajana-nirjana sambhava

Terjemahan

“ Sri-Dayitadasa ini (Yang Maha Mulia Bhaktisiddhanta sarasvati Thakura, pelayan rendah dari Srimate Radharani), hanya menginginkan agar khusuk didalam madu rohani menyebarkan keagungan nama-nama suci Sri Krsna. Pikiranku tercinta, sekarang marilah kita menyanyikan dengan keras nama-nama suci Sri Krsna dengan demikian kita akan bisa secara terus menerus tinggal didalam lautan madu rohani. Pengucapan nama suci Sri Krsna secara bersama-sama akan membangkitkan sifat-sifat rohani dari ingatan cinta – kasih kepada Sri Krsna secara alamiah (termasu wujud, sifat-sifat dan lila Tuhan). Pada saat itulah kesadaran dan pelaksanaan sejati yang rahasia dari pelayanaan cinta lasih rohani “ ditempat sunyi “ Kepada Tuhan Sri Radha-Krsna dimungkinkan.“




KEGIATAN MASA ANAK-ANAK YANG LUAR BIASA DARI SRI NITYANANDA
Oleh : Sri Srimad Gour Govinda Swami Maharaja

Hari ini kita memuja hari suci kemunculan dari patita pavana Sri Nityananda Prabhu, yang karunianya tanpa batas. Dayara svadi nitai amara, dayara avadhi, avadhi artinya batas. Jika disana ada batas, lalu karunia Nitai adalah batas akhir. Tidak ada batas untuk itu. Jika kamu mendapatkan karunia Nitai lalu siapa yang dapat mengukur apa yang dapat mengukur apa yang akan terjadi pada dirimu? Heno nitai bine bhai, nitai begitu berkarunia. Jika seseorang demikian sial, dia memilikinasib yang buruk, bahwa dia tidak bisa melakukan bhajan untuk Nitai, jika tidak memohon karunia dari Nitai, tidak melayani Nitai, dia adalah sibuk dalam samsara-sukha – kenikmatan material. Lalu sei pasu boro duracar, dia adalah pasu – seekor binatang yang makan kotoran. Jadi kita harus bersujud kepada Nitai.

SERUAN PENUH KEBERUNTUNGAN

Sankarsanah karana-toya-sayi
Garbho-sayi ca payobdhi-sayi
Sesas ca yasyamsa-kalah sa nitya-
Nandakhya-ramah saranam
Mamastu

“Semoga sri Nityananda Rama menjadi tujuan ingatan hamba secara terus menerus. Sankarsana, Sesa Naga dan Visnu yang tidur diatas Lautan Karana, Lautan Garbha dan lautan susu adalah bagian diri beliau sendiri dan bagian dari bagian Diri beliau sendiri.” (Cc. adi 1.7)

Mayatite vyapi-vaikuntha-loke
Purnaisvarya sri-catur-vyuha-madhye
Rupam yasyodbhati sankarsanakhyam
Tam sri-nityananda-ramam prapadye

“ Hamba menyerahkan diri hamba kehadapan kaki padma Sri Nityananda rama, yang dikenal sebagai sankarsana diantara catur vyuha (terdiri dari Vasudeva, Sankarsana, Pradyumna dan Anirudha). Beliau memiliki kemewahan lengkap dan beliau bertempat tinggal di Vaikunthaloka, jauh diluar ciptaan material. (Cc.adi 1.8)

Maya-bhartajanda-sanghasrayangah
Sete saksat karanambhodhi-madhye
Yasyaikamsah sri puman adi-devas
Tam sri-nitayananda-ramam prapadye

“ Hamba bersujud kehadapan kaki padma Sri Nityananda Rama, yang perwujudan sebagian Beliau disebut Karanodakasayi Visnu, tidur diatas Lautan Penyebab, adalah kepribadian asli, penguasa kekuatan ilusi, adalah tempat perlindungan semua alam semesta. (Cc.adi 1.9)
Yasyamsamsah srila-garbhoda-sayi
Yan-nabhy-abjam loka-sanghata-nalam
Loka-srastuh sutika-dhama dhatus
Tam sri nityananda-ramam prapadye

“ Hamba bersujud sepenuhnya kehadapan kaki Sri Nityananda Rama, yang sebagian dari sebagian adalah Garbhodakasayi Visnu. Dari pusar Garbhodakasayi Visnu tumbuh bunga padma yang merupakan tempat lahirnya Brahma pencipta alam semesta. Tangkai dari bunga padma itu adalah tempat tinggalnya banyak planet. (Cc. Adi 1.10)

Yasyamsamsah paratmakhilanam
pasta visnur bhati dugdhabdhi-sayi
ksauni-bharta yat-kala so ‘py anantas
tam sri-nityananda-ramam prapadye

“Hamba bersujud dengan penuh hormat kehadapan kaki Sri Nityananda Rama, yang bagian kedua beliau adalah Visnu tidur didalam Lautan Susu. Ksirodakasayi Visnu adalah Paramatma dari semua makhluk hidup dan adalah pemelihara semua alam semesta. Lebih jauh, Sesa Naga adalah sub-bagian Beliau. (Cc. adi 1.11)

COBRA RAKSASA DARI DVAPARA YUGA

Hamba bersujud kepada Sri Nityananda Rama. Nityananda adalah ananta – tidak terbatas. Didalam bala-lila Beliau, kegiatan masa anak-anak dari Nityananda, nama ayah beliau adalah Hadai Ojha dan nama Ibu Beliau adalah Padmavati. Nama desa dimana Beliau muncul adalah Ekacakra-grama. Jika kamu prig ke Navadvipa kamu boleh dating dan berkunjung kesana. Beberapa tahun setelah kelahiran Nityananda anak yang lain lahir dalam keluarga Hadai Ojha dan Padmavati. Mereka memanggil beliau Banka-Raya. Hari-hari didalam masa anak-anak, dua bersaudara ini bermain-main di desa ekacakra itu. Sungai Yamunadi mengalir dekat desa ini. Pada hari-hari masa anak-anak mereka, Mereka melakukan bermacam-macam lila, Krsna lila dan Rama lila. Banka artinya bengkok di tiga tempat. Raya artinya Radharani. Banka Raya artinya syamasundara tri bhaga lalita dan Raya – radharani, digabungkan berarti Gaura. Syama dan Radharani bergabung adalah Gaura.
Suatu hari dua bersaudara ini pergi ke Mayureswara, desa dari orang tua nenek mereka. Mereka bersiap untuk masuk sebuah hutan yang berada dekat desa itu. Beberapa orang desa dating dan berkata, “Jangan pergi kesana, Didalam hutan itu ada seekor ular kobra besar dan beracun. Orang yang pergi kesana tidak akan pernah kembali. \kobra itu memakan dia. Jadi jangan pergi kesana.” Tetapi Nityananda tidak mendengarkan mereka. Kedua bersaudara ini pergi memasuki hutan. Nityananda tidak mendengarkan mereka. kedua bersaudara ini pergi memasuki hutan. Kobra yang besar itu tinggal dibawah pohon tamala. Dengan mengangkat kepalanya sambil mendesis,ular itu keluar. Tetapi Nityananda sama sekali tidak terganggu, sama sekali tidak takut. Beliau mengangkat tangan beliau dan berkata, “Hey, Si jahat bodoh!, tetaplah tinggal disana! Siapa kamu? Mengapa kamu membunuh binatang dan manusia yang tidak berdosa ? nityananda Prabhu sendiri adalah Nagaraja ananta – raja semua ular. Jadi pada saat beliau mengatakan berhenti, kobra besar itu berhenti. Lalu ular itu menceritakan sejarahnya dari masa Dvapara Yuga.

PARA PANDAVA DI EKACAKRA

Anak tertua dari Dhrstarasta, Duryadhana adalah orang yang sangat jahat. Dia sudah membuat sebuah rumah yang terbuat dari gala-gala dan dengan suatu cara membuat lima pandava bersaudara dan ibu mereka berada didalam rumah itu, dengan maksud untuk membakar mereka menjadi abu. Tetapi Krsna-raksati Krsna melindungi mereka. Mereka keluar dari rumah itu tanpa luka. Mereka adalah ksatria, tetapi mereka menyamar sebagai brahmana dan mengembara. Pada saat itu mereka dating di desa Ekacakra ini dan mereka tinggal dengan ibu mereka Kunti, di rumah seorang brahmana miskin bernama Vedasrava.
Mahabharata menyebutkan bahwa mula-mula para pandava tinggal disuatu tempat dekat ekacakra, yang sekarang disebut Pandava-tala. Tempat itu masih ada disana sekarang. Vyasadeva bertemu para pandava disana. Beliau mengatakan kepada mereka untuk tinggal selama satu bulan di desa Ekacakra di rumah brahmana yang bernama Vedasrava. Meskipun Vedasrava adalah seorang brahmana miskin, dia memberikan setengah dari rumahnya untuk para pandava tinggal, sementara setengah lainnya dia, istrinya, anak perempuan dan anak laki-laki mereka tinggal. Dia sangat miskin. Setiaphari dia pergi keluar dan minta derma. Dia tidak memiliki apa-apa didalam rumahnya.
Pada saat itu beberapa raksasa datang ke desa itu dan mencipatakan kerusuhan, memakan manusia dan binatang. Salah satu dari raksasa itu bernama Bakasura ( bukan raksasa yang dibunuh oleh Krsna di Vraja ). Bakasura ini menteror setiap orang di desa itu. Untuk menghentikan serangan membabi buta yang tidak diinginkan terhadap orang-orang dan binatang yang tidak berdosa mereka berjanji untuk memberikan dia seorang manusia dan sejumlah makanan setiap hari. Dengan cara ini dia tidak perlu bersusah-susah berusaha menyerang penduduk desa atau binatang mereka. Untuk memberikan makanan kepada Bakasura, penduduk desa masing-masing akan bergiliran memberikan dia satu manusia dan sejumlah makanan. Ada banyak orang di desa itu sehingga masing-masing rumah harus membayar gilirannya hanya sekali dalam bertahun-tahun. Ada aturan giliran yang diberlakukan mengenai siapa yang harus pergi dan dengan ketukan gendrang diumumkan siapa giliran hari itu untuk memberikan makan Bakasura.
Selama waktu para pandawa tinggal menyamar sebagai brahmana, empat dari mereka akan pergi keluar setiap hari untuk mendapatkanderma-bhiksa, sementara yang kelima tinggal di rumah dengan Ibu Kunti. Suatu hari Bhima tinggal di rumah bersama ibunya. Pada hari itu tukang gendrang desa datang memukul genderangnya dan mengumumkan “ Besok giliran brahmana Vedasrava sudah tba untuk Bakasurapali, dia harus pergi kepada Bakasura.” Saat mereka mendengar ini brahmana dan istrinya merasa sangat cemas. Mereka tidak memiliki apa-apa di dalam rumah mereka. Jadi bagaimana mereka dapat mengatur untuk memberikan makanan kepada Bakasura ? Bagaimanapun juga brahmana itu mendapatkan sesuatu dari bhiksa-nya, dan istrinya pergi kerumah ayahnya dan dapat mengumpulkan sesuatu. Jadi mereka memiliki makanan yang cukup untuk Bakasura. Tetapi masalahnya adalah seorang manusia harus dikirim kepada Bakasura untuk dimakan. Siapa yang akan pergi? Ada empat orang dalam keluarga itu. Brahmana dan istrinya, dan anak lelaki yang berumur 10- tahun yang bernama Vidhyadhara, dan anka perempuan berumur delapan tahun yang bernama Bhanumati. Brahmana itu berkata, “ Saya akan pergi.” Pada saat dia mengatakan hal ini, anak lelakinya Vidhyadhara berkata; “Tidak, tidak. Saya akan pergi.” Pada saat sang anak mendengar hal itu mereka semua menangis. Mendengar suara tangisan, Kunti berlali kesana dan bertanya kepada mereka, “ Apa yang sudah terjadi? Mengapa anda menangis? Mereka lalu menceritakan semuanya. Kunti memahaminya, jadi dia berkata, “ Jangan khawatir. Anda hanya memiliki seorang anak laki-laki, tetapi saya memiliki lima anak laki-laki. Saya akan mengirim anak saya Bhima kepadanya.” Kunti mengetahui bagaimana kuatnya Bhima akan dengan sangat mudah membunuh raksasa itu. “ Jangan khawatir!” beliau meyakinkan “Anda sudah membantu kami tatkala kami kurang beruntung, jadi sekarang pada saat anda menderita saya harus membantu anda.” Kunti memanggil anaknya Bhima dan berkata, “Bhima, mereka menangis karena anak mereka ingin pergi untuk menjadi makanan raksasa Bakasura. Dia jangan pergi. Kamu yang pergi. Mereka sudah membantu kita tatkala kita dalam kesusahan. Sekarang pada saat mereka ada dalam bahaya kita harus menolong mereka.” Bhima menjadi sangat bersenang hati dan berkata; “Baiklah, saya akan pergi “.

MEMBUNUH RAKSASA BAKASURA

Makanan yang dipersiapkan untuk Bakasura adalah sejumlah yang sangat banyak. Makanan itu terdiri dari 5.120 onggokan nasi (satu onggokan sama dengan 41 kg, jadi 5.120 onggokan sama dengan 209.920 kg), satu kereta jajan yang disebut manda-pita, sepasang kerbau penarik kerata dan seorang manusia. Bhima berkata ; “ Baiklah , makanan enak untuk saya hari ini. Pada akhirnya saya mendapat cukup makanan. Makanan dalam jumlah besar dan segerobak manda-pita. Saya akan makan semua ini dan membunuh raksasa itu. Hei raksasa dusta! raksasa bodoh kurang ajar, keluarlah, keluarlah!” Bakasura keluar dan melihat seorang sudah makan makanannya, dan memanggil namanya. Dia berpikir; “ Siapa orang ini?” Bakaura mencabut beberapa pohon besar dan melemparkannya kepada Bhima, lalu Bhima melakukan hal yang sama, mencabut pohon yang besar melemparkannya kembali. Terjadilah perang yang dahsyat, yang pada akhirnya bhima membunuh sang raksasa. Bhima lalu bersiap-siap untuk kembali kepada ibunya.
Sementara itu Arjuna sudah kembali dari meminta-minta bhiksa dan melihat Bhima tidak ada dirumah. Beliau bertanya; “Ibu, kemanakah saudara saya Bhima?” Ibu Kunti menceritakan segalanya kepada Arjuna, bahwa Bhima sudah pergi kepada Bakasura. Arjuna berpikir; “ Saudara saya Bhima bertempur sendirian dengan asura itu, kemungkinan dia menghadapi kesukaran. Saya harus pergi dan menolongnya.” Arjuna mengatakan kepada Ibu Kunti, Ibu tinggal saja di rumah, saya akan pergi untuk menolong Bhima. Dengan menelusuri bekas roda kereta, Arjuna pergi menemui Bhima. Ditengah perjalanan arjuna berpikir; “Ini akan memakan waktu untuk sampai disana, Bhima sedang menghadapi kesulitan besar, jadi apa yang harus saya lakukan?” dengan berpikir seperti itu Arjuna memutuskan untuk melepaskan panah naga-pasa-astra – anak panah ularnya. Arjuna berkata kepada ular itu; “Kamu pergilah dan ikat raksasa Bakasura itu”. Arjuna lalu melanjutkan perjalanannya untuk menolong Bhima. Ditengah perjalanan Arjuna bertemu dengan Bhima dan Bhima mengatakan, kalau raksasa itu sudah dibunuh. Arjuna berkata kepada Bhima; “ Kakak kembalilah kepada ibu. Saya sudah melepaskan panah naga-pasa-astra, anak panah kobra. Kobra itu kemungkinan berkeliaran disana. Kemungkinan dia akan melukai seseorang dan menciptakan banyak gangguan. Saya akan pergi kesana melihat naga itu dan berkata; “ baiklah kamu ular kobra, kamu tinggal dibawah pohon tamala ini.” Ular kobra itu berkata; “ Baiklah, saya akan tinggal disini. Tetapi bagaimana saya bisa hidup? Apa makanan saya ? Buatlah pengaturan untuk makanan saya.” Arjuna menjawab; “ Jangan pergi keluar dari pohon tamala ini. Jika seseorang kebetulan datang kepadamu, kamu boleh memakannnya. Tetapi jangan keluar dan mengganggu setiap orang.”
Ular kobra itu menceriterakan kepada Nitai; “ Sejak itu hamba hanyalah mengikuti perintah Arjuna seperti ini.” Nitai berkata kepadanya; “Kamu jangan melakukan hal itu lagi. Kamu membunuh binatang dan manusia yang tidak berdosa, ini tidak baik. Kamu tinggal dalam lobang ini dan jangan keluar. Tinggallah didalam sana dibawah pohon ini. Jangan melukai siapapun.”Bagaimana saya bisa bertahan hidup? Apa yang saya makan?” Nityananda berkata; “Orang-orang akan datang meempersembahkan pemujaan kepadamu. Mereka akan memberikan makanan yang banyak kepadamu.” Demikianlah dengan mengikti perintah Prabhu Nityananda ular kobra besar itu tinggal di dalam lubang itu.
Lalu Prabhu Nityananda melepaskan satu dari kundala anting-antingnya, dan menaruhnya di depan mulut lubang ular itu, dan menutupnya. Jadi mulai hari itu Nityananda Prabhu hanya memiliki eka kundala – satu anting-anting. Lama-kelamaan bertambah besar. Sekarang sudah berubah menjadi balok batu dan orang-orang sudah membuat tempat suci yang kecil diatasnya. Tempat itu masih ada disana, yang dikenal dengan nama kundala-tala. Orang-orang masih pergi kesana dan mempersembahkan pujaan kepada naga – kobra dan memberikan ular itu Bhoga yang banyak.

SAUDARA MUDA NITAI BANKA RAYA

Lila masa anak-anak dari Nityananda Prabhu yang lainnya adalah kedgiatan dari saudara nuda beliau Banka Raya. Banka Raya memiliki tugas merawat tanah pertanian. Suatu hari ada pekerjaan mendatarkan tanah sehingga Hadai Pandita mempekerjakan banyak orang untuk membersihkan semua tumbuhan yang mengganggu. Sudah tengah hari dan masih para pekerja itu belum menyelesaikan pekerjaannya. Banka Raya mengatakan kepada mereka; “Ini sudah siang hari, anda tentu sudah lapar. Jadi anda semuanya pergilah pulang untuk makan dan kembali lagi sore harinya.” Mereka semua pergi. Lalu Banka Raya sendiri mencabut semua tanaman semaknya. Beliau membersihkan seluruh tanah. Beliau mengumpulkan semua tananman semak itu dan menempatkannya dalam tumpukan besar. Pada saat para pekerja tiba kembali mereka melihat anak kecil Banka Raya ini, sudah membersihkan semua tanaman belukarnya sendirian. Mereka pergi kepada ayahnya Hadai Pandita dan berkata; “Pandita, anak anda Banka Raya sudah mencabut semua tanaman pengganggu sendirian pada tanah yang luas itu. Sekarang beliau sudah mengumpulkannya di dalam tumpukan yang besar. Hadai Ojha dan banyak penduduk desa datang untuk melihat. Pada saat Banka Raya melihat para penduduk desa dan orang tua-Nya datangBeliau bersembunyi dibelakang tumpukan tanaman semak itu dan menghilang. Setiap orang datang tetapi tidak menemukan Beliau. Banka Raya sudah menghilang. Pada saat itu Padmawati mendengar anaknya sudah menghilang belau datang berlali, menangis. Setiap orang mendengar bahwa Banka Raya sudah pergi, jadi semua penduduk desa, juga Hadai Pandita dan ibu Padmawati semuanya menangis.
Lalu mereka mendengar Banka Raya berbicara seakan-akan diawang-awang. Beliau berkata; “Anda semua tidak akan melihat saya lagi dalam bentuk ini. Pada hari Ekadasi tithi yang akan datang anda akan menemukan saya mangambang di sungai Yamuna dalam bentuk daru murti (arca dari kayu). Jadi pada hari Ekadasi itu orang-orang pergi kesana dan pada saat yang tepat mereka melihat Arca mengambang diatas air sungai. Nityananda Prabhu sendiri memungutnya dan mengabhiseka-Nya. Arca itu dikenal sebagai Bankim Deva – Bankim Raya. Arca itu masih disana sampai hari ini di Ekacakra. Dikatakan bahwa pada saat Nityananda Prabhu berpulang Belau masuk ke dalam arca ini. Pada saat avirbhava tithi Nityananda Prabhu, hari kemunculan rohani beliau, di desa itu diadakan sebuah festifal yang meriah.

NITYANANDA DAN VISVARUPA

Selama kegiatan masa muda Beliau Nityananda Prabhu memberikan kebahagiaan yang besar kepada semua penduduk Ekacakra. Mereka menjalani kehidupan mereka dengan sangat berbahagia bersama Nityananda Prabhu. Pada saat beliau berumur dua belas tahun, suatu hari seorang sannyasi datang ke desa itu dan menjadi tamunya Hadai Ojha. Hadai Ojha sangat berbahagia menerima tamu itu. Sannyasi ini adalah kakak dari Gaurangga Mahaprabhu, Visvarupa. Visvarupa ini adalah Maha Sankarsana, Beliau adalah Baladeva. Nityananda adalah Balarama di Vrajabhumi. Visvarupa adalah manifestasi dari Nityananda Avadhuta. Jadi Balarama yang sama didalam jaman Dvapara-Yuga adalah Nitai didalam Jaman Kali-Yuga.

AKU INGIN ANAK LELAKI-MU

Visvarupa, saudara tua Mahaprabhu tidak pernah menikah. Beliau meninggalkan rumah dan menerima kehidupan sannyasa. Beliau mengambil nama Sankararanya Puri. Jadi sannyasi Visvarupa inilah, atau Sankararanya Puri inilah yang datang ke Ekacakra dan menjadi tamu Hadai Ojha. Karena sannyasi tidak tinggal di rumah. Hadai Ojha memberikan Beliau sebuah tempat untuk duduk dibawah sebuah pohon beringin. Pohon itu masih ada disana. Hadai Ojha membawa makanan atau apapun yang lainnya yang diinginkan sannyasi itu setiap hari. Kadang kala Nityananda pergi bersamanya dan kadangkala Hadai Ojha mengirim sesuatu melalui Nityananda. Dengan melihat ketampanan dan kata-kata yang manis dari Nityananda Prabhu sannyasi ini atau Sankararanya Puri, Visvarupa, memperhatikan-Nya terus menerus.
Pada suatu hari Beliau berpikir, “ Saya akan meningggalkan tempat ini dan pergi ke tempat lain.” Beliau memanggil Hadai Ojha dan berkata kepadanya; “Saya menginginkan sesuatu yang saya minta dari anda. Saya adalah seorang sannyasi dan saya memohon bhiksa, anda harus memberikan kepada saya apa yang saya minta.” Hadai menjawab; “Apapun yang anda minta hamba akan memberikan. Anda adalah seorang sannyasi dan saya seorang grhastha, hamba harus melayani Anda.” Sannyasi itu lalu berkata; “Saya akan pergi tirtha yatra untuk mengunjungi banyak tempat-tempat suci,saya menginginkan anak anda yang tertua Nityananda.” Inilah bhiksa yang saya minta. Pada saat Hadai Ojha mendengar hal itu, beliau sangat kaget didalam hati. “Apakah yang sedang diminta sannyasi ini!” Beliau berpikir, kalau Beliau hanya memiliki seorang anak dan karena Beliau tidak sanggup membiarkan Nityananda meninggalkannya, Beliau tidak bisa mengatakan apapun. Beliau pergi kepada istrinya Padmavati dan bertanya; “Sannyasi ini minta derma dari saya, bagaimana pendapatmu?” Istri beliau yang setia dan penuh pengabdian bekata; “apapun yang anda lakukan, saya tidak keberatan, saya akan mematuhinya.” Lalu hadai Ojha teringat peristiwa dalam Ramayana. Seorang sannayasi bernama Visvamitra datang kepada Dasaratha dan minta dua anaknya Rama dan Laksmana.”Sekarang sannyasi ini minta anak kita, Nityananda.” Hadai berpiri; “Meskipun Dasaratha tidak mau memberikan, walaupun demikian masih dia memberikan anak-anaknya. Sekarang hal yang sama terjadi pada diri saya. Istriku yang setia serta penuh pengabdian sudah memberikan ijinnya. Jadi apa yang dapat saya perbuat, saya harus memberikan anak saya kepada-Nya. Beliau datang kembali kepada sannyasi itu, bersama anaknya yang tercinta Nityananda dan memberikan kepada-Nya. Dengan menundukan kepalanya, Hadai Ojha berbalik pergi pulang ke rumah.
Sangkararanya Puri pergi bertirtha-yatra dengan membawa Nityananda bersama-Nya. Pada saat Nityananda Prabhu pergi banyak hal-hal yang tidak menguntungkan terjadi di Ekacakra. Semua penduduk desa menjadi tidak berbahagia. Hadai Ojha dan istrinya Padmavati menghilang segera setelah itu. Semua kawan-kawan Nityananda Prabhu merasa sangat berduka cita. Beberapa dari mereka pergi ber-tirtha yatra. Beberapa dari mereka meninggalkan rumah dan menjadi pertapa.
Visvarupa melakukan perjalanan di India Selatan mengunjungi tempat-tempat suci. Lalu pada tahun 1510 M, Beliau menghilang dekat Pandarpur. Beliau meninggalkan badan dan masuk kedalam badan Nityananda Prabhu.

KEGIATAN DI RUMAH SRIVASA PANDIT

Pada waktu Nityananda Prabhu datang ke Nadia, Mahaprabhu menempatkan Beliau di bawah pengawasan Srivasa Pandita. Srivasa Pandita mengembangkan cinta kasih yang besar kepada Nityananda Prabhu. Bertindak sebagai seorang anak balita pada saat itu. Nityananda tidak makan makanannya dengan memakai tangan-Nya sendiri. Istri Srivasa, Malini Devi memberi makan Nityananda Prabhu sepertianak beliau sendiri. Pada suatu hari Srivasa Pandit dan Nityananda Prabhu sedang berbicara krsna-katha, pada saat itu Mahaprabhu datang kesana. Mahaprabhu ingin menguji cinta dan kasih saying Srinivasa kepada Nityananda.Mahaprabhu berkata ; “Srivasa, Nityananda ini adalah seorang avadhuta tak seorang pun tahu apa kula, atau gotra – keluarga atau kasta Beliau. Kasta atau keluarga Beliau tisak pasti. Mengapa anda membiarkan avadhuta yang demikian di rumah anda? Semua kula, gotra akan tercemar dan hancur. Anda harus segera mengusir Beliau! Srivasa memiliki keterikatan yang kuat kepada Nityananda. Beliau berkata; “Bahkan jika seorang perempuan kelas rendah, datang dan mengambil Nityananda sementara Beliau tinggal di dalam rumah saya, yang dengan demikian mengotori dan menghancurkan semua kasta hamba, hidup dan jiva hamba, segalanya, masih saya tidak akan melepaskan Nityananda.” Lalu Srivasa kembali berkata; “Apa yang sudah hamba katakana ini, adalah satya, satya, satya. Ini adalah kebenaran,ini adalah kebenaran, ini adalah kebenaran.” Srivasa mengatakannya tiga kali. Dengan mengetahui cinta kasih Srivasa Pandita kepada Nityananda Prabhu, Mahaprabhu menjadi sangat puas. Dengan mendengar kata-kata Srivasa, Mahaprabhu mengaum; “O Srivasa, anda memiliki keyakinan yang kuat kepada Nityananda. Bagaimana anda bisa mengetahui Nityananda-Ku? Dia adalah sangat, sangat rahasia. Bagaimana anda mengetahui Dia? Aku sangat puas kepada dirimu.

KEGIATAN DENGAN SACIMATA

Kadang-kala Nityananda Prabhu pergi ke rumah Mahaprabhu dan memegang kaki padma Sacimata. Di suatu hari, Sacimata bermimpi. Beliau bercerita kepada anaknya Sri Caitanya tentang hal itu. “ Visvambhara, di dalam mimpi saya melihat Kamu dan Nityananda. Kalian berdua berumur lima tahun dan berjalan-jalan sekeliling rumahku. Warnamu adalah syama- kehitaman, dan warna Nitai adalah gaura- putih.” Beliau melihat mereka berdua sebagai Krsna dan Balarama. Berdua kalian masuk ke dalam kamar arca, dimana Arca Krsna dan Balarama ada di sana. Kamu memegang Arca Balarama dan Nitai memegang Arca Krsna. Kalian menciptakan banyak lila yang menakjubkan. Kadangkala diantara kalian bertengkar. Di dalam mimpi itu Nityananda memanggil Ibu; “Ibu, saya sangat lapar. Berikan saya makanan. Saya ingin makan.” Pada saat Mahaprabhu mendengar hal itu, Beliau berkata; “Ibu, ibu memliki mimpi yang baik dan penuh keberunntungan. Jangan ceriterakan hal itu kepada siapapun. Buatlah hal itu rahasia diri ibu sendiri.” Dan beliau menambahkan; “Di dalam mimpi, Nityananda Prabhu berkata Dia ingin sesuatu untuk dimakan, jadi ibu harus mempersiapkan makanan yang enak dan mengundang Nityananda hari ini.”
Sacimata mempersiapkan makanan yang sangat enak lalu pergi dan mengundang Nityananda Prabhu. Visvambhara ( Sri Caitanya ) dan Nityananda mencuci tangan dan kaki masing-masing lalu duduk bersama. Sacimata melayani mereka. Kejadian itu merupakan pemandangan yang sangat indah, sama seperti dalam jaman treta yuga, pada saat Kausalya sedang melayani Rama dan Laksmana. Sacimata melayani mereka dan kedua bersaudara itu makan. Sacimata pergi dan kembali membawa makanan dari dalam dapur. Setelah kembali lagi, beliau melihat Visvambhara dan Nityananda sudah menjadi anak laki-laki yang sangat tampan yang telanjang. Warna VIsvambhara menjadi kehitam-hitaman, dan warna Nityananda adalah putih. Visvambhara memperlihatkan wujud bertangan empat yang membawa sanka, cakra. Gada, Padma (Simbul dari sri Visnu). Nityananda membawa bajak dan gada. Sacimata melihat menantunya di dalam hati anaknya. Dengan melihat semua ini Sacimata, pingsan dan jatuh ke tanah tidak sadarkan diri. Mahaprabhu segera menghibur ibunya dengan mengatakan; “Ibu, ibu harus memahami bahwa Nityananda adalah anakmu. Ibu harus mengembangkan lebih banyak kasih sayang kepada Nityananda dari pada terhadap Diri Saya.” Dengan mendengar hal itu, Sacimata mengatakan ; “Mulai saat sekarang, Nityananda adalh anak saya. Sekarang ibu mempunyai dua anak laki-laki, Visvambhara dan Dirimu.” Dengan meneteskan air mata cinta kasih Sacimata memanggil Nitai; “Anakku, anakku!” dan mendudukkan Nityananda dipangkuannya. Di dalam sikap sebagai seorang anak, Nityananda Prabhu bersujud pada kaki Sacimata. Beliau berkata; “Ibu sudah memanggil saya anakmu. Apapun yang sudah ibu katakan Saya melakukan kesalahan, ampunilah saya, sebagaimana seorang ibu selalu memaafkan anaknya.”



SEBUAH KEHIDUPAN CINTA KASIH DAN PENYERAHAN DIRI

Yang berkarunia rohani Srila Gour Govinda Swami Maharaja membuat kemunculan beliau tanggal 2 September 1929 di desa Jahannatha-pura tidak jauh dari Jagannatha Puri Dhama, Orissa, India. Nama ayah beliau adalah Isvaracandra Mani. Nama ibunya adalah Padmahadei.
Sri Braja-bandhu, sebagaimana Yang Berkarunia Rohani ini dikenal, hidup di desa Gadai-giri dimana beliau mempraktekkan bhakti kepada Krsna mulai dari permulaan kehidupan beliau sebagai anak-anak. Kakek beliau adalah seorang paramahamsa nitya-siddha, yang satu-satunya kegiatan beliau adalah berjapa hare krsna dan menangis dihadapan Arca Krsna yang dikenal di daerah itu sebagai Gopal Jiu. Beliau mengajarkan Sri Braja-Bandu bagaimana caranya berjapa maha-mantra Hare Krsna pada jari-jarinya. Kakek beliau memegang tangan beliau setelah mana Braja Bandhu mencoba memukul tangan kakeknya. Kakeknya akan menarik tangannya kembali dsan Braja Bandhu kehilangan sasaran dan yang kena adalah lantai. Mengingat kejadian itu srila Gour Govinda maharaja akan menjadi seperti seorang anak kecil menceritakan sebuah cerita, dan tertawa.
Pada suatu hari kakeknya menanyakan para penyembah tithi apakah hari itu. Mereka mengatakan tithi hari itu, setelah itu beliau berkata; “Oh, jika kamu mengatakan begitu, itu berarti pintu ke Jagannatha Puri temple terbuka hari ini. Jadi hari ini saya akan pergi ke Jagannatha.” Lalu memanggil semua penyembah; “Sekarang kita kan melakukan kirtana.” Sementara kiratana diadakan kakek Braja Bandhu dari pihak ibu itu kembali pulang ke tempat tinggal kekal Jagannatha di dunia rohani.
Bersama paman beliau, Sri Braja-bandhu berkeliling dari sutau desa ke desa lain mengucapkan Hare Krsna dan menyanyikan nyanyian Narottama dasa Thakur. Keluarga Giri, dimana Gour Govinda Maharaja muncul, dikenal sebagai rombongan kirtanan yang paling tekenal di Orissa sejak jaman Syamananda Prabhu. Tiga ratus tahun yang lalu dalam catatan Jagannatha Puri Tampel, raja Orissa menulis bahwa rombongan kirtan dari Gadai-giri harus datang untuk Sri Jagannatha kapanpun dimungkinkan. Di Orissa mereka dipandang sebagai kirtana-guru.
Sejak berumur enam tahun, Sri Braja-bandhu memuja arca Gopal dengan membuat kalungan bunga, dan kadangkala dibawah sinar lampu lilin, menyanyikan nyanyian puji-pujian untuk Gopal dari tulisan daun lontar. Beliau tidak pernah makan yang belum dipersembahkan kepada Gopal.
Pada umur delapan tahun, beliau sudah membaca seluruh Bhagavad-gita, Srimad Bhagavatam dan Sri Caitanya-caritamrta dan juga mampu menjelaskan maknanya. Pada malan hari Braja-bandhu memebaca Bhagavata, Ramayana dan Mahabratha dalam bahasa Oriya disebelah pohon tulasi dengan suara melodi yang menarik. Ayah, ibu, tetangga dan banyak penduduk desa mendengar beliau bercerita. Setiap orang mendengarkannya dengan penuh bahagia. Dengan cara ini, dari permulaan kehidupan beliau, beliau terserap didalam pengucapan Hare Krsna, mempelajari kitab suci Vaisnava dan memuja Gopal Arca kecintaan beliau. Kecenderungan alamiah beliau kepada Tuhan menunjukkan bhakti masa depan beliau, seperti pagi hari menunjukkan hari.
Dari umur empat belas tahun sampai umur sembilan belas tahun Braja-bandhu tinggal di tempel Gopal Jiu. Setiap malam keluarga Gadai dan orang-orang dari desa lain berkumpul untuk mendengarkan kiratana. Braja-bandhu memainkan kartala atau bertepuk tangan. Semua mereka mengucapkan Hare Krsna dan menyanyikan nyanyian srila Narotama Dasa Thakura yang memuliakan Mahaprabhu.
Braja-bandhu menulis kembali nyanyian itu dan dari nyanyian itu dan dari nyanyian itu membentuk drama dimana para penyembah melakukan kegiatan seni. Banyak penduduk desa datang menonton pertunjukan itu. Seorang penduduk setempat yang mengajarkan memainkan harmonium di desa Gadai-giri, mengenang bahwa pemain mrdangga, nenek dari ibu Braja-bandhu, adalah seorang penari yang sangat baik dan pada saat beliau memainkan mrdanga mrdanga itu bersuara bagaikan halilintar. “ Pemain mrdanga yang demikian tidak bisa ditemukan dewasa ini.”
Setelah orang tua beliau berpulang pada tahun 1955 Braja-bandhu menjadi bertanggung jawab untuk menghidupii keluarga. Dan tatkala beliau memasuki kehidupan keluarga, atas permintaan ibu beliau, beban bertambah, Srila Gour Govinda Maharaja menceritakan bagaimana seorang guru sekolah, beliau biasa hidup jauh dari rumah. Suatu hari seorang kerabat datang untuk melihat beliau di sekolah dimana beliau bekerja sebagai guru, dengan pesan bahwa pernikahannya dilakukan dua minggu lagi. Inilah berita pertama yang diterima oleh Braja-bandhu. Beliau bertanya kepada kerabatnya itu; “Apakah kamu mengetahui siapa yang akan saya nikahi?” Braja-bandhu bertemu istri beliau, Srimati Vasanti devi, untuk pertama kali pada saat upasara pernikahan.
Selama pelajaran Bhagavatam rila Gour Govinda Maharaja berbicara sangat keras tentang grhasta asrama. Beliau mengatakan orang-orang saat ini kawin hanya atas dasar ketertarikan badaniah, “Tetapi ini bukanlah masalah pada pernikahan saya. Pada masa itu pernikahan diatur oleh orang tua.”
Karena paksaan keuangan, beliau tidak mengikuti pendidikan universitas. Bagaimana pun juga, beliau mempersiapkan diri beliau menghadiri ujian pada malam hari secara privat. Dalam dua bulan persiapan, beliau berhasil naik tingkat, mendapatkan posisi kedua diantara semua murid-murid Universitas Utkal. Dengan cara ini beliau mendapatkan tingkat kursus B.A. dan berikutnya B.Ed. Kendatipun banyak tanggung jawab, pengabdian kepada Gopal tidak pernah kendor.
Beliau bangun pada jam 3.30 atau 4.30. Setiap hari, beliau melakukan kiratna selama dua jam, dimana seluruh keluarga yang terdiri dari 7 anak dan istri beliau ikut. Anak beliau ingat bagaimana ayahnya menyanyikan maha-mantra dengan bertepuk tangan yang diikuti oleh seluruh keluarga. Lalu mereka semua menghadiri puja untuk tulasi-devi setelah mana Braja-bandhu akan membacakan Bhagavad-gita untuk keluarganya. Setelah sadhana pagi hari beliau segera pergi untuk melaksanakan kewajibannya sebagai seorang guru sekolah. Pada malam hari beliau mengadakan lagi kiratan selama dua jam, dan pada hari Minggu beliau melakukan harinam-sankirtan ke desa-desa. Setiap orang akan berdatangan, dan Braja-bandhu membicarakan Bhagavatam. Setelah itu beliau membagi-bagikan prasadam dengan tangan beliau sendiri.
Selama waktu beliau sebagai grhasta pada saat beliau melaksanakan profesi sebagai seorang guru sekolah, beliau akan mengambil setiap kesempatan untuk berbicara tentang Krsna dan dasar-dasar bhakti kepada murid-muri beliau. Tiga puluh tahun nantinya beberapa murid-murid beliau bahkan menjadi sisya beliau.
Suatu malam dalam mimpi, Krsna berhiaskan sebatang bulu merak pada rambut Beliau dengan cahaya disekeliling Beliau, munsul dihadapan istrinya. Disamping Krsna adalah Braja-bandhu dalam pakaian seorang sannyasi dengan tilaka, sikha berpakaian saffron. Pada saat istri beliau bangun, istri beliau menyadari bahwa suaminya akan segera meninggalkan rumah dan mengambil sannyasa.
Pada tanggal 8 April 1974, cinta kasih beliau yang mendalam kepada Krsna meminta beliau untuk meninggalkan kehidupan duniawi. Pada umur 45 tahun, beliau meninggalkan rumah dan kerabat untuk mendapatkan kesempurnaan rohani. Pada saat penduduk desa mengetahui, beliau akan meninggalkan seorang istri dan 7 anak, mereka datang kepadanya dengan tali untuk mengikatnya. Orang-orang yang datang mencari beliau adalah orang-orang tetua yang terhormat seperti kepala sekolah, kepala desa, seorang dari kawan guru sekolah beliau dan orang-orang terhormat lainnya. Mereka mengatakan kepada Braja-bandhu, “Kami akan mengikat anda dan mengunci anda dirumah anda sampai anda kembali sadar.” Braja-bandhu menjawab; “Anda bisa mengikat badan ini, tetapi anda tidak bisa mengikat saya. Saya bukan badan ini.” Lalu istrinya tiba. Melihat keadaan pikiran Braja-bandhu dan dengan mengingat mimpinya, istri beliau mengatakan kepada penduduk desa untuk membiarkan beliau pergi. Braja-bandhu meninggalkan rumah dengan berjalan kaki dengan hanya membawa sebuah Bhagavad-gita dan mangkok minta-minta. Sejak saat itu Braja-bandhu merubah nama beliau menjadi Gour Gopalananda Das.
Seseorang mengatakan kepadanya bahwa beliau bisa mencapai desa tertentu sebelum matahari tenggelam dimana beliau dapat tinggal pada malam harinya pada Gopal Mandir. Pada saat beliau mencapai desa itu hari sudah mulai gelap. Beliau sampai kepada sebuah sungai dan melihat sinar pada tepi lainnya. Beliau berpikir apakah itu desa atau bukan. Lalu beliau mendengar suara di awang-awang, mengatakan kepadanya nama desa itu dan bahwa itulah tempat beliau bermalam. Gour gopalananda pergi menyeberangi sungai itu, tetapi pada saat beliau menurunkan tongkatnya untuk mengetahui dalamnya air, beliau menemukan bahwa sungai itu terlalu dalam untuk diseberangi. Beliau berpikir; “Baiklah, jika ini keinginan Krsna saya akan tinggal disini sepanjang malam dan berjapa Hare Krsna. Dan pada pagi hari saya akan melihat kemana orang-orang itu akan menyeberang.” Setelah hanya sebentar, beliau melihat orang menyeberangi sungai itu. Gour Gopalananda mengikutinya dan menyeberangi sungai itu. Diseberang, beliau menemukan Gopal Mandir. Sampai ditempat suci itu, beliau bertemu seseorang yang bertanya kepada beliau apakah beliau lapar dan memberikan kepadanya prasa nasi kerak dan pisang. Lalu pada saat orang memperhatikan bahwa kaki Gour Gopalananda luka dan bengkak karena banya berjalan dia mempersiapkan minyak sawi dan muali memijat kaki beliau. Srila Gour Govinda Maharaja biasa mengatakan bahwa; “Dari hari pertama saya meninggalkan rumah, Gopal sudah memelihara saya. Saya tidak pernah pergi tanpa sesuatu.”

Puspa Krsna :

“ Dalam cara ini ya Tuhan hamba, Anda sudah muncul di dalam berbagai inkarnasi, sebagai manusia, sebagai binatang, sebagai rsi agung, sebagai dewa, serta sebagai ikan maupun kura-kura. Dengan cara ini Anda memelihara seluruh ciptaan berbagai sistem planet dan membunuh prinsip-prinsip keraksasaan pada setiap jaman. Tuhan hamba, itulah sebabnya Anda sudah melindungi prinsip-prinsip agama. Di dalam jaman kali, anda tidak memperlihatkan diri Anda sebagai Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa. Itulah sebabnya anda dikenal sebagai Tri-Yuga, atau Tuhan yang muncul di dalam tiga yuga”

Misi Sri Caitanya Mahaprabhu :


Yuga-dharma pravartainu nama sankirtana cari bhava-bhakti diya nacamu bhuvana

“aku akan menyebarkan nama suci Tuhan dan memberikan empat bentuk dari bhakti, pelayanan bhakti, dasya (pelayanan), sakhya(persahabatan), vatsalya (orang tua), dan madhurya (kekasih)” santa, netral dihilangkan dalam garis Mahaprabhu. Tuhan memutuskan “ Aku akan membuat seluruh dunia menari dengan bhava bhakti, kenikmatan cinta kepasa Tuhan.

Apani karimu bhakta-bhava angikare apani acari ‘bhakti sikhaimu sabare

“ Aku akan menerima bhakta-bhava, rasa sebagai seorang penyembah, dan Aku akan mengajarkan bhakti, pelayanan kepada Tuhan. Kecuali Aku sendiri mempraktekkannya Aku tidak akan dapat mengajarkannya. “

Apane na kaile dharma sikhana na yaya ei ta ‘siddhanta gita-bhagavate gaya

“ Inilah sebab luar-nya (bahiranga karanam) dari kemunculan Sri Caitanya. Beliau datang untuk orang lain, untuk orang-orang jaman kali yuga ini

MENGHADIRKAN TUHAN(Arjuna dalam berbagai keadaan selalu merasakan suatu kehadiran Tuhan.)

Menghadirkan Tuhan Di Tengah-Tengah Kehidupan Kita

Bhagavad Gita Sloka 2.56

duhkhesv anudvigna-manah sukhesu vigata-sprhah
vita-raga-bhaya-krodhah sthita-dhir munir ucyate

“Orang yang pikirannya tidak goyah bahkan di tengah-tengah tiga jenis kesengsaraan, tidak gembira pada waktu ada kebahagiaan, dan bebas dari ikatan, rasa rakut dan marah, disebut resi yang mantap dalam pikirannya.”

Jadi ini adalah penjelasan dari Tuhan. Tuhan kita sangat berkarunia. Beliau menyampaikan perasaannya yang dalam. Beliau turun untuk menunjukkan segala sesuatu yang dianggap tidak diketahui atau rahasia. Tuhan secara langsung menyampaikan pesan Beliau, tentang arti seorang muni atau resi dan arti kesadaran Krishna ada di sini, ada di dalam ayat ini. Namun sekarang kalau seandainya sekarang dengan pengucapan Tuhan langsung (bhagavan vakya) atau disebut dengan bhagavat saptaha, orang masih tidak percaya, atau mungkin kalau selain Tuhan, misalnya para resi atau para orang suci atau siapa saja, yang mengatakan demikian orang-orang bisa mengerti dan percaya, maka itu disebut dengan duskrta atau orang-orang berhati jahat. Dan di dunia material ini, bukan di bumi saja, banyak makhluk-makhluk yang berhati jahat. Kadang-kadang orang-orang disebut yang berhati jahat seperti pasandi, jadi orang-orang yang pasandi itu orang-orang yang tidak mau menerima tentang keberadaan Tuhan. Maka mari kita meneliti per kalimat dari ucapanTuhan ini.
Kita dididik sekarang ini untuk mengerti bahwa sebenarnya Tuhan tidak perlu turun ke bumi ini untuk meyakinkan kita, tidak perlu Beliau harus turun, seandainya kita menjadi orang-orang yang baik, bukan menjadi orang yang duskrta, orang–orang jahat, atau naradama artinya manusia yang paling rendah atau dimaksud dengan purusodhama Jarasanda suatu ketika mengatakan Krishna dengan gelar purusodhama. Apa artinya purusodhama? Purusodama artinya orang yang paling rendah diantara manusia. Tapi Krishna bukan purusodhama, beliau adalah purusottama artinya makhluk yang tertinggi, Jarasanda, dia berkaca mata hitam, sehingga Krishna yang purusottama dia katakan purusodhama, inilah terbalik antara dunia material dengan dunia rohani.
Orang-orang yang lahir di bumi ini, karena melupakan jati dirinya yang sejati, sehingga harus larut di dalam kesedihan, kesengsaraan, kegembiraan, rasa takut, marah dan sebagainya. Maka bumi ini memang tempat naradhama, Inilah contohnya orang-orang seperti kita. Tapi cobalah melalui ayat ini dan pada hari yang mujur ini, kita sekarang meneliti. Orang yang pikirannya tidak goyah bahkan pada tiga jenis kesengsaraan, apa yang sebenarnya disebutkan di sini? Mari kita bicara tentang penjelasan prabhupada (Guru Ji membaca penjelasan Srila Prabhupada).
Disini yang dimaksud dengan Orang-orang yang pikirannya tidak goyah bahkan pada tiga jenis kesengsaraan, apakah dia adalah orang yang senang sekali pada saat merasakan kegembiraan? Atau mungkin dia pada saat merasakan ketidakberhasilan, dia sedih sekali? Atau apakah dia merasakan, atau apakah dia tenang-tenang saja? Apakah itu yang dimaksud?
Kesadaran Krishna di sini menunjukkan sesuatu yang realitas, Srila Prabhupada menjelaskan suatu ketika, ada orang-orang bertanya. “Eh kamu, orang-orang penyembah Krishna, ngapain kamu ke ashram, ke mandir, kamu disana bersembahyang, Tuhan ada di mana-mana. Kan Tuhan ada dimana mana. Kamu orang-orang bodoh, kenapa kamu sembahyang ke temple, ke pura?” Apa jawaban dari Srila Prabhupada? Dengan hati yang tunduk, dengan perasaan yang tunduk hati, berpikir bahwa kita ada dalam kedudukan yang rendah. Srila Prabhupada menjawab dengan sangat sederhana sekali. Kamu sendiri yang mencap bahwa Tuhan berada di mana-mana. Berarti di ashram itu ada Tuhan juga kan? Nah saya mencari Tuhan yang ada di temple saja. Dan saya ketemu Tuhan di temple. Dan kenyataan sastra mengatakan bahwa, kalau kita ingin bersembahyang berarti kita harus bertemu Tuhan. Kemarin waktu di lombok saya juga memberikan penjelasan yang sama. kalau kita bersembahyang berarti kita mesti menghadap Tuhan. Apakah kalian sudah bertemu Tuhan? Pada saat kita bertemu Tuhan kita akan berbahagia. Kita merasakan sesuatu kebahagiaan. Bagaimana ciri-ciri orang berbahagia? Apakah kalian sudah berbahagia? Kita dihadapkan sekarang pada suatu yang realitas.
Seorang muni dijelaskan dia selalu dan hanya satu pandangannya, dia tidak pernah goyah di tengah-tengah kesengsaraan. Artinya di sini apa? Baik kesengsaraan, kegembiraan ataupun kebahagiaan di dalam ukuran material. Kesengsaraan dalam ukuran badan, gembira juga ukuran badan, bahagia juga dalam ukuran badan. Apa contohnya bahagia dalam ukuran badan? Kalau diajak ke mal sama bapak baru bahagia? Ini bahagia dalam ukuran badan.
Ketika kita mengalami sengsara dalam hal badan, apakah kita jatuh miskin, atau apakah kita sakit, apakah kita dimaki-maki orang? atau kita bertengkar dengan teman dan lain sebagainya. Orang-orang yang pikirannya tidak goyah bahkan pada tiga jenis kesengsaraan, maksudnya semua itu dia bawa ke dalam Tuhan. Dia selalu merasakan kehadiran Tuhan di tengah-tengahnya. Orang selalu… dijelaskan di sini tidak gembira pada saat kebahagiaan. Bagaimana orang yang sedang bahagia tidak merasa gembira? Ketika kita mengalami sesuatu yang mujur secara material bawalah itu ke dalam Tuhan juga. Rasakan suatu kehadiran Tuhan di sana di tengah-tengah hati kita.
Ketua Sekjen Parisada Pusat menyampaikan tentang hal yang sama juga hrdaya sabda, kata dari dalam hati. Di dalam hati ada Tuhan. Disini dijelaskan bahwa bawalah ke dalam Tuhan. Jangan nikmati kebahagiaan itu ke dalam indria. Misalnya suatu ketika orang datang memberikan hadiah sebuah mobil BMW. Ini yang dimaksudkan dengan berbahagia? Mana ada orang yang tidak gembira pada saat seperti itu? Tapi cobalah bawa itu ke dalam Tuhan. Tuhan hadir ke dalam bentuk BMW. Begitu juga, suatu ketika mungkin, BMW yang di garasi yang sudah terkunci dengan bagus, tiba-tiba pagi-pagi kok hilang? Oh ini berarti malapetaka. Tuhan hadir menghilangkan malapetaka saya, karena setiap hari saya hanya memandang BMW ini saja. Jadi disini seorang Muni atau orang yang tidak digoyahkan, dia selalu menghadirkan Tuhan pada saat apapun.
Arjuna pada saat membentangkan panahnya, memanah dada Bhisma Deva, dia rasakan itu panah-panah dari Krishna. sehingga dia sering mengatakan “Kesava-Kesava”. Arjuna pada saat yang sama, ketika berlari bersama Subhadra Devi, Arjuna merasakan kehadiran Krishna di sampingnya. Dia merasakan suatu yang aman. Krishna sedang merestuinya. Memanah Bhisma, Krishna merestuinya, melarikan Subhadra, Krishna yang merestuinya. Arjuna patut menjadi contoh. Manusia yang ideal. Arjuna dalam berbagai keadaan selalu merasakan suatu kehadiran Tuhan.
Bagaimana sekarang kita mencoba belajar menghadirkan Tuhan di tengah-tengah itu. Kemudian dijelaskan di sini juga tentang bebas dari rasa ikatan, rasa takut, dan marah. Disini yang dimaksud ikatan, ikatan yang material, takut yang material, dan marah yang material. Kalau kita sekarang membebaskan tangan kita dari ikatan, sementara sifat dari sang Atma itu, salah atunya adalah terikat. Maka bebaskanlah keterikatan itu terhadap kenikmatan material tapi bawalah ke dalam Krishna.
Ikatlah hati kita ke dalam Krishna yang berwajah tampan. Sehingga ada suatu mantra ynag menyebutkan bahwa tuhan itu tampan, indah “om anugraha manoharam deva data nugrahakam arcanam sarva pujanam .” Itu menandakan bahwa Tuhan dengan wajah Anda yang manohara itu, yang indah itu memberikat anugerah dan berkat. deva data nugrahakam, “penguasa para dewa, yang memberikan berkat juga kepada para dewa”, arcanam sarva pujanam, “Anda dipuja dalam bentuk anda, murti Anda” Jadi disana menunjukkan Tuhan itu adalah menarik, indah, tampan. Mari kita ikatkan kepada sesuatu yang tampan. Dewa brahma memuji suatu ketika Sri Krishna dengan wajah Beliau yang sangat menarik, yang indah. Tuhan kita memang sangat indah, sangat menarik, sangat tampan. Maka ikatkanlah semuanya pada suatu yang indah itu.
Kemudian rasa takut. Kita tidak boleh berani, cobalah punya rasa takut. Rasa takut disini, contohnya seperti Arjuna “Oh Krishna..! hamba merasa ngeri dan takut..!”. Apa maksudnya di sini Arjuna merasa ngeri dan takut? Dia ngeri dan takut kalau dia berbuat sesuatu yang menyimpang dari keinginan Tuhan.
Demikian juga dengan rasa marah, marah untuk kepuasan indria. Tapi kalau saja kemarahan ini, kita bawa untuk membangkitkan cinta bhakti kepada Tuhan, yaitu kemarahan melihat diri sendiri ini bodoh, tidak meyerahkan diri kepada Tuhan. Maka marilah kita marah seperti Hanuman. Hanuman marah dan membakar Alengka, karena orang-orang duskrta, orang-orang berhati jahat, orang-orang yang melawan Tuhan. Jadi kita boleh marah, kalau seandainya hati kita ini menentang Tuhan. Marahlah kepada dirimu sendiri! Ini yang disebut dengan Resi yang mantap di dalam pikirannya.
Kemudian kalau kita sudah mengerti hubungan kita dengan Tuhan, dan merasakan kehadiran Tuhan di tengah–tengah kita semua, maka Tuhan yang demikian indahnya tadi itu akan sempurna hadir di dalam hati kita. Tuhan akan hadir di tengah-tengah kehidupan kita dalam anugerahNya yang sempurna, yang penuh kelengkapan satu dengan yang lain.
Seperti kita menyapu halaman, mungkin berdebu, tapi akhirnya ia akan bersih. Demikian juga kadang-kadang kita mengalami sesuatu dalam menempuh perjalanan rohani ini. Seperti ketika dharma ini ditegakkan 5000 tahun yang lalu, 6 juta orang mesti dikorbankan di medan perang Kuru Ksetra. Sekarang sebaliknya, lebih daripada itu, setiap orang memiliki musuh-musuh yang berlipat-lipat di dalam hatinya. Dan harus dibersihkan. Karena itulah seperti lagu dari Locana Dasa Thakura, “parama karuna pahu dui jana.. “ mengajak kita untuk mencari karunia yang tertinggi itu, supaya kita bisa menguatkan benteng-benteng kita untuk memenangkan dan menegakkan dharma dalam hati kita.
Srila Prabhupada sudah mengajarkan kita untuk menegakkan 4 tiang dharma. Yang pertama daya/karuna, yang artinya kasih sayang. Jika kita punya rasa kasih sayang, kita tidak berpikir untuk menyakiti siapapun. Bahkan seekor semut harus diselamatkan. Keselamatan itu bisa dicapai kalau kita kembali ke dalam ayat tadi. Kita bawa hati ini ke dalam bhakti kepada Tuhan karena “bhaktyamam abhijanati”, Tuhan hanya bisa didekati dengan cara bhakti. Apakah bhakti itu? Bhakti adalah menghadirkan Tuhan selalu di tengah-tengah kehidupan kita. Kalau Tuhan hadir di tengah-tengah kita, kita akan dijadikan hambanya.
Pada suatu ketika Dewa Siva mengatakan saya tidak pernah namanya menghamba, tunduk dengan siapapun, tidak pernah terikat dengan dunia material ini. Semua memuji Dewi Siwa. Tapi apa yang terjadi? Krishna harus muncul dalam Rohini murti. Membuat Dewa Siwa mencakupkan tangan dan berkata:. “Tunggulah saya janganlah Engkau pergi!” sambil berlutu Dewa Siwa memohon kepada Mohini. Tentu Dewa Siwa memang tidak pernah tunduk dengan siapapun, Dewa Siwa hanya tunduk kepada Tuhan. Dan Mohini adalah Tuhan sendiri. Bahkan karena keterikatannya kepada Mohini, Dewa Siwa pada waktu itu melupakan Dewi di sebelahnya, Dewi Parvati yang sangat cantik dan lembut. Jadi kita harus mengikatkan diri pada Tuhan, dan menghamba kepada-Nya.
Bhakti artinya menjadi hamba, menjadi pelayan, mengabdi, atau melakukan pengabdian yang suci. Bagaimana kita bisa mengabdi? Ketika kita membanggakan sesuatu, memuji sesuatu, apapun yang kita puji pasti kita akan berusaha mengabdi kepadanya. Jadi kalau disini kita bisa menghadirkan Tuhan selalu di tengah-tengah hati kita, maka pada saat itu kita mohon parama karuna, karunia yang tiada taranya. Tuhan adalah parama karuna itu. Sri Gauranga Mahaprabhu adalah Sri Krishna sendiri. Beliaulah parama karuna itu. Beliaulah kasih yang paling tinggi.
Satu tiang dharma, tegakkanlah kasih itu. Tanpa ada rasa kasih, dharma tidak bisa ditegakkan. Kasih yang sejati adalah kasih sayang kepada Tuhan. Sekiranya kita mendapatkan kasih yang tertinggi, parama karuna itu, kita akan merasa berbahagia. Ketika kita merasa bergembira, biasanya kita akan menyanyi, maka nyanyikanlah nama suci Tuhan Hare Krishna Hare Krishna Krishna Krishna Hare Hare Hare Rama Hare Rama Rama Rama Hare Hare. Locana Dasa Thakur mengatakan “Gapailah segala kesempurnaan, maka nyanyikanlah nama suci Tuhan dan meyakininya, maka kita akan dibawa ke dalam kegembiraan yang sejati” Dengan memanggil nama Tuhan, kita sudah menghadirkan Tuhan.
Kalau seandainya kita datang ke ashram, atau kita bersembahyang, berarti kita harus bertemu dengan Tuhan, untuk menyanyikan nama suci Tuhan. Dengan menyanyikan nama Tuhan, sebagaimana Tuhan mengatakan: “Aku hadir di tengah-tengah manusia dimana dia menyanyikan namaKu dengan hati yang murni.” Kemudian kita memandang dengan mata kita Arca Vigraha “Aku turun dalam bentuk Arca Avatara” yaitu arca di temple. Jadi kita datang untuk melihat Tuhan. Maka dari itu lanjutkanlah lanjutkanlah doamu pergilah ke ashram, dan melihat Arca, maka kita akan bergembira. Kalau seseorang meninggalkan kepuasan-kepuasan indria, maka dia kan menginginkan “mukhe bolo Hari Hari”. Dia hanya perlu menyanyi Hare Krishna Hare Krishna Krishna Krishna Hare Hare Hare Rama Hare Rama Rama Rama Hare Hare tanpa motif untuk kepuasan indria.
Jadi ini adalah orang-orang Muni. Srila Sukadewa Goswami menjelaskan Kasihilah Tuhan yang utama. Mengapa kita harus mengasihi Krishna yang pertama? Karena Beliau sumber segalanya. Ketika kita bisa mengasihi Tuhan, Tuhan akan memberikan sakti kepada kita, dan kita bisa mengasihi setiap makhluk hidup dalam arti yang sebenarnya. Jadi kesadaran Krishna itu mengajarkan sesuatu yang realitas. Dalam keadaan apaun hadirkanlah Tuhan, sebutlah namaNya, cobalah ajak Beliau dengan kasih di dalam hati ini. Maka Tuhan akan memberikan kita kesegaran, bahwa kita akan mengerti bahwa segalanya harus berlalu di dunia ini.

vasudeva kutumbaka (artikel kiriman umat di lampung)

Vasudaiva Kutumbakam
Oleh:Vedanta pati dasa

sarva yonisu kaunteya
murtayah sambhavanti yah
tasam brahma mahad yonir
aham bija-pradah pita
bhg. 14-4

Apapun wujud yang lahir itu, wahai putra Kunti, pada kandungan siapapun, Maha Brahma adalah kandungannya dan Aku adalah bapak pemberi benihnya.

Beberapa hari lalu saya mendapat pesan singkat dari ketua badan dharma dana daerah Parisada Lampung dimana beliau mengatakan kita banjar bhuana santi akan melaksanakan dharma santi nyepi tahun saka 1932 pada tanggal 20 Maret 2010 mengambil thema vasudaiva kutumbakam apa ada saran? katanya langsung saya jawab setuju. Tentu beliau mempunyai alasan yang kuat mengapa harus memilih tema itu atau barangkali hanya sekedar ingin mengingatkan kepada kita bahwa nilai-nilai kekeluargaan diantara kita terasa semakin menipis.
Dan beberapa hari kemudian ketika berlangsung pelaksanaan melasti di pantai Tanjung Selaki - Bandar Lampung kembali beliau menegaskan agar saya bersedia memberikan dharma wacana saat acara dharma santi tersebut, dan langsung juga saya mengiayakanya.
Vasudaiva kutumbakam suatu kata yang sangat indah didengar dan sangat indah untuk diucapkan namun sangatlah sulit untuk dilaksakan dalam kehidupan keseharian kita. Kenapa demikian? Tentu karena sebagian besar dari kita belum memiliki kesadaran yang kuat tentang konsep itu, hal ini diakibatkan oleh kebiasaan-kebiasaan prilaku kita yang barangkali sudah terlanjur dirasakan nyaman selama ini.
Jadi dalam pikiran kita sesuatu yang sudah dirasakan nyaman itu perlu dipertahankan dan kenapa mesti dirubah.
Jika kita mau mengangkat vasudaiva kutumbakam sebagai thema dharma santi dan sebagainya maka kita harus mau juga membedahnya terlebih dahulu.
Vasudaiva kutumbakam yang artinya semua mahluk adalah bersaudara.
Dan jika kita berbicara saudara atau persaudaraan masa kini ditengah-tengah kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) yang menjadikan dunia seakan-akan tanpa batas dan sekat ini maka yang pertama terlintas dalam pikiran kita pastilah persaudaraan antar umat manusia atau persaudaraan antar bangsa-bangsa di dunia, atau mungkin kita mau lebih memperkecil lagi persaudaraan sesame anak bangsa atau sebangsa dan setanah air, atau lebih diperkecil lagi skupnya persaudaraan sesama etnis Bali, atau dikecilkan lagi saudara se-iman dan se-agama dan seterusnya maka jadilah kita ini kecil ya bahkan kecil sekali.

Sama juga halnya jika kita berbicara tentang yoga pasti yang pertama terlintas dalam pikiran kita adalah gerakan-gerakan badan atau gerakan-gerakan tubuh sesuai aturan-aturan yang ada yang pernah dikembangkan oleh master yoga Maha Rsi Pattanjali dan sebagainya.
Padahal yoga adalah ketika terhubungnya roh dengan roh yang utama, atman dengan paramatman, siapapun yang jiwanya senantiasa mampu connect dengan jiwa yang utama maka dia disebut seorang yogi yang utama demikian Sri Krsna bersabda, itulah konsep kesadaran.
Hal ini bisa terjadi kapan saja dan dimana saja ketika seseorang secara terus-menerus berpikir tentang Tuhan, secara terus-menerus mendengar tentang Tuhan (sravanam), berjapa dengan khusuk kepada Tuhan, secara terus-menerus mengagungkan kesucian nama Tuhan (sankirtanam) dengan kusuk dan rendah hati penuh bhakti, maka pada saat yang bersamaan jika mampu satu gelombang dengan gelombang Tuhan maka itulah yoga.
Kembali lagi ke konsep vasudaiva kutumbakam, disini yang pertama dan penting harus kita samakan terlebih dahulu adalah persepsi kita tentang vasudaiva kutumbakam itu yaitu semua mahluk adalah bersaudara sekali lagi semua mahluk adalah bersaudara.

Lalu siapa saja yang termasuk golongan mahluk hidup di dunia ini? Jawabnya tentu adalah semua jenis kehidupan baik yang hidup di darat, di air di dalam tanah bahkan di udara sekalipun mulai dari amuba, virus, semut, cacing, burung atau unggas, gajah, sapi dan seterusnya, lalu segala jenis pepohonan atau tetumbuhan, kemudian manusia sampai dengan para dewa dan seterusnya adalah mahluk hidup. Menurut weda ada 8.400.000 jenis kehidupan di alam semesta ini dan Brahma adalah mahluk hidup pertama yang diciptakan Tuhan.
Mari kita cermati lagi dengan seksama sabda Tuhan diawal Apapun wujud yang lahir itu, wahai putra Kunti, pada kandungan siapapun, Maha Brahma adalah kandungannya dan Aku adalah bapak pemberi benihnya.

Jika kita dengan adik-adik atau kakak-kakak kita berasal dari ayah yang sama maka kita adalah saudara. Sama juga halnya jika semua mahluk hidup berasal dari bapak yang satu maka mahluk tersebut adalah bersaudara alias sama-sama anak-anak Tuhan. Pertanyaanya adalah wajarkah dalam persaudaraan satu ayah kemudian bertumbuh sifat-sifat ingin berkuasa atas saudara yang lain, saling menyakiti atau sifat-sifat asurik lainnya?
Kalau semua adalah bersaudara maka ciri-ciri dari sebuah persaudraan itu adalah bertumbuhnya sikap saling menyayangi satu sama lain, saling membantu satu sama lain, saling menghargai satu sama lain, saling menjaga satu sama lain, saling mencerahi satu sama lain, tidak saling menyakiti satu sama lain dan seterusnya sikap-sikap yang mencerminkan cinta kasih.
Jika sifat-sifat kebajikan semacam itu tidak tercermin dalam keseharian kita maka konsep vasudaiva kutumbakan akan ternoda dan kita sendirilah sebagai penyebab noda itu, namun suka atau tidak suka kenyataannya itulah yang terjadi pada kaliyuga ini.

Karena dunia ini semakin rapuh dari sifat-sifat kebajikan kesannya adalah merupakan hal yang biasa kalau pembunuhan antar manusia saban hari dapat kita saksikan melalui media masa dengan beragam alasan dan motivasi seperti atas nama agama, atas nama suku, atas nama politik, atas nama ekonomi, kesejahteraan, atas nama cinta dan seterusnya.

Demikian juga disisi lain penyiksaan bahkan pembunuhan satwa-satwa tak berdosa, bahkan hewan-hewan yang lugu pun yang notabene adalah saudaranya sendiri juga dilakukan demi memuaskan sang indriya dan atas nama gengsi, rezeki, gizi dan sifat-sifat rendah lainnya.
Pemerkosaan atau pembabatan hutan dan exploitasi alam tak luput juga dari keserakahan manusia-manusia masa kini secara terus-menerus dilakukan seolah-olah tanpa kendali atas nama ekonomi dan kemakmuran rakyat.
Belum lagi para pemimpinya sering memperlihatkan prilaku ucapan dan tindakan yang sangat tidak terpuji dan tidak selayaknya bagi seorang pemimpin, prilaku diluar prinsip-prinsip kesetiaan dan kejujuran sehingga menjadikan negeri ini masih menempati urutan pertama sebagai Negara terkorup disebagian dunia ini.
Alangkah kejam dan berdosanya manusia ini yang sesungguhnya dilahirkan lebih didominasi sifat-sifat kebaikannya. Ya Tuhan dosa-dosa apa yang telah kami perbuat dimasa-masa kehidupan kami yang lalu sehingga pada kehidupan ini hamba begitu rendah tidak mampu menjujung tinggi nilai-nilai kehidupan, kesucian dan kasih sayang bahkan terasa semakin jauh?

Ya ibu pertiwi maafkanlah dosa-dosa kami semua, berkatilah kami kecerdasan rohani agar kami dapat mengelola hidup dan kehidupan ini secara baik, wajar dan lebih bermartabat.

Kulihat ibu pertiwi
Sedang bersusah hati
Air matanya berlinang
Mas intan yang kau kenang
Hutan gunung sawah lautan
Simpanan kekayaan
Kini ibu sedang lara
Merintih dan berdoa

Jika kita coba renungi lagi sabda Tuhan diawal tentang sebuah pengakuan, barangkali dalam keseharian kita sudah terlalu banyak mengingkarinya seperti misalnya jika saudara kita ada yang kaya secara materi atau berhasil menjadi salah seorang pejabat di republic ini atau katakanlah menjadi publik figure biasanya dengan bangga kita mengakuinya oh itu adalah saudara saya bahkan kadang-kadang tanpa ditanyapun bercerita sendiri dan hal ini memang telah tersirat dalam kitab suci kita dimana manusia masa kini lebih mengagungkan materi ketimbang yang lain.
Sebaliknya jika salah satu saudaranya ada yang berprofesi sebagai kuli penggali pasir misalnya (maaf) dan lain lain dia tidak akan mau mengakuinya atau kalaupun harus mengakuinya pasti dengan berat hati.

Ini termasuk bentuk-bentuk pengingkaran ajaran veda, jika Tuhan saja mengakui semua mahluk hidup apapun wujudnya dan darimanapun dia dilahirkan adalah sebagai anak-anak Beliau yang tentu Beliau sayangi, karena benihnya berasal dari Beliau lalu kenapa kita yang justru sebagai ciptaanNya tidak mampu bahkan malu mengakui semua saudara-saudara kita itu sebagai sesama anak-anak Tuhan?
Prilaku inilah yang harus kita perbaiki agar tidak terjadi pengkotak-kotaan diantara kita, karena jika hal ini yang tumbuh pasti keharmonisan di dunia ini akan sirna dengan sendirinya.
Maka konsep vasudaiva kutumbakam tidak hanya menjadi sebuah slogan yang indah untuk didengar tetapi juga menjadi prilaku yang indah untuk dilakukan.
Disinalah perlunya ditumbuh-kembangkan sikap selalu iklas untuk memaafkan dan mohon maaf, rendah hati dan cinta-kasih bagi semua mahluk, menumbuhkan minat yang kuat untuk selalu membangun pergaulan dan persaudaraan dengan semuanya.
Nah semangat inilah yang menjadi roh Dharma Santi Nyepi Banjar Bhuana Santi – Bandar Lampung tanggal 20 Maret 2010 dalam menyambut tahun baru Saka 1932 kali ini.

Semoga semua mahluk berbahagia

Om Namo Bhagavate Vasudeva ya