Sabtu, 19 Juni 2010

Antara Alam Kekal dan Alam Kematian

Antara Alam Kekal dan Alam Kematian

Oleh: Vedantapati dasa



a-brahma-bhuanal lokah

punar avartino’rjuna

mam upetya tu kaunteya

punar janma na vidyate

bhg. 8.16

Dari alam Brahma selanjutnya ke bawah wahai Arjuna, semuanya mengalami kelahiran kembali, tetapi setelah mencapai Aku wahai putra Kunti (Arjuna) ia tak akan lahir kembali.



Demikian satu lagi pengetahuan rohani yang disabdakan Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa Sri Krsna kepada penyembah setianya Arjuna. Dan untuk lebih memahami sabda ini sebaiknya kita tunduk hati seperti Arjuna, lalu dalami lila Beliau yang tersusun dalam Srimad Bhagavatam, melalui seorang guru kerohanian yang baik tentunya.

Menurut Srimad Bhagavatam mulai dari planet dewa brahma (satya loka), planet dewa Indra (sorga loka), planet bumi terus ke bawah sampai dengan planet-planet neraka disebut mrtyu loka atau tempat kematian, siapapun yang menghuni planet-planet itu tidak akan terhindarkan dari proses lahir, penyakit, usia tua dan kematian terus-menerus berputar mengikuti lingkaran karma.

Semua planet tentu ada penghuninya termasuk planet matahari, bulan dan sebagainya bahkan bulan itu termasuk planet surga, maka menurut srimad bhagavatam tidak mungkin orang bisa ke planet surga dengan badan kasar seperti kita di bumi ini, para yogi tahu betul sistim-sistim ini.

Lalu mengapa expedisi orang-orang Amerika dan Rusia beberapa tahun yang lalu memproklamirkan dirinya mampu mencapai planet bulan? hendaknya hal ini tidak perlu didebatkan karena weda adalah sebuah kebenaran mutlak.

Para penghuni planet-planet tersebut terutama yang ada diatas planet bumi tentu kwalitas rohaninya lebih maju daripada kita yang ada di planet bumi ini dan badannya tentu tidak terbentuk dari unsur-unsur seperti yang membentuk badan kita ini seperti tanah, air dan sebagainya.

Pada saat semesta ini mengalami proses peleburan/pralina maka mulai dari plant dewa brahma sampai dengan planet neraka seluruhnya mengalami proses peleburan karena semua planet tersebut berikut penghuninya termasuk material.

Maka dari itu kita harus membebaskan atau mengarahkan diri kita (roh) dari planet material (mrtyuloka) menuju ke planit rohani (kekekalan).

Hal ini juga dengan jelas disebutkan dalam agama kita bahwa tujuan hidup manusia adalah untuk mencapai pembebasan dalam hal ini bebas dari kelahiran dan kematian. Namun belum banyak yang tahu bagaimana cara untuk mencapai pembebasan itu terutama didalam kaliyuga ini. Karena jalan itu hanya dijelaskan dalam kitab suci weda sementara masyarakat kita belum banyak yang tertarik pada kitab sucinya, ini terbukti dengan masih banyaknya yang belum tahu dan belum memiliki kitab suci. Memang dalam proses menekuni budaya beragama didalam masyarakat kita lebih mengedepankan pembangunan sarana phisiknya ketimbang pengetahuan rohani artinya prosentase pembangunan phisik seperti pembangunan pura dan sarana lainnya jauh melebihi yang lainya termasuk didalamnya pelaksanaan upacara-upakara atau ritual.



Ini tentu tidak salah sepanjang kita mampu menggali nilai dan makna philosophys dibalik ritual itu, jangan setiap permasalahan yang menimpa lalu diselesaikan dengan upacara termasuk caru, seperti sering terjadi jika ada anggota masyarakat yang ketahuan selingkuh (maaf) lalu cepat-cepat kerame banjar mengadakan pecaruan supaya desa tidak reged katanya, tertimpa bencana lalu cepat-cepat mengadakan upacara mulang pekelem (menenggelamkan hewan hidup-hidup di laut, danau, kawah) dan sebagainya, lalu apakah dengan upacara itu semua menjadi baik, ya tentu hal ini sulit diukur.

Yang paling mungkin dilakukan kedepan untuk membangun kecerdasan rohani adalah mendalami ajaran kitab suci melalui guru-guru kerohanian atau parampara yang bermuara pada ajaran bhakti yoga. Akhirnya kita mengerti apa yang dilakukan dan melakukan apa yang dimengerti, jika ini yang terjadi mudah-mudahan semua akan menjadi baik.

Jika selama ini dalam membangun sebuah yagya sang yajamana cukup hanya dengan menyiapkan dana saja selebihnya diserahkan pada sarati, pinandita, pandita atau sang pemuput yadnya.

Inilah yang terjadi pada masyarakat kita selama ini yang penting yagya itu selesai apalagi tidak diikuti dengan pencerahan yang mestinya dilakukan oleh sang pemuput yagya maka sang yajamana cendrung tidak mandapatkan apa-apa selain kepuasan batin sesaat. Sebenarnya upacara-upakara itu hanya merupakan bagian kecil atau accessories saja daripada pelaksanaan ajaran agama itu.

Hal ini jangan dibiarkan tumbuh dari generasi ke generasi, mari kita tingkatkan pemahaman tatwa melalui kitab suci dan guru-guru kerohanian. Jika rohani kita dicerdaskan dan dicerahkan oleh pengetahuan suci maka kita tentu akan tahu bagaimana caranya mengarahkan diri kita menuju planet kekekalan itu.

Kembali ke sloka diawal Dari alam Brahma selanjutnya ke bawah wahai Arjuna, semuanya mengalami kelahiran kembali, tetapi setelah mencapai Aku wahai putra Kunti (Arjuna) ia tak akan lahir kembali.

Ini artinya jika engkau memuja dewa akan sampai ke alam dewa, jika engkau memuja leluhur akan sampai ke alam leluhur, jika engkau memuja hantu akan sampai ke alam hantu dan jika engkau memujaKu (Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa Krsna) maka engkau akan hidup bersamaKu. Dengan demikian maka tujuan tertinggi adalah mencapai Tuhan bukan Dewa apalagi hantu karena planet para dewa adalah planit material tidak kekal senantiasa mengalami proses kelahiran dan kematian berulang-ulang.

Lalu pertanyaanya apakah kita tidak boleh memuja para dewa atau leluhur? Jawabanya tentu sangat tegas boleh dan harus yang paling penting adalah bagaimana caranya. Dengan mencintai Tuhan menekuni bhakti kepada Tuhan, melayaniNya setiap saat selalu menggetarkan ayat-ayat suci yang merupakan sabda-sabdaNya semua dewa terpuaskan dan para leluhur kita diselamatkan dari reaksi dosa karena para dewa adalah para pemuja Tuhan juga sama seperti kita.

Persembahkanlah prasadam dari Tuhan kepada para dewa dan leluhur dengan demikian semua hubungan menjadi harmonis.



Om Namo Bhagavate Vasudeva ya

Tidak ada komentar: