Rabu, 11 Februari 2009

PLANET NERAKA........?

DURUSANG WACEN
Apa Akibat Himsa Dan Ahimsa Karma?
Planet Neraka?

Menurut pandangan umum, memakan daging dan melakukan yadnya dengan mengorbankan binatang adalah hal-hal yang wajar. Namun jika kita kaji lebih dalam lagi, khususnya dari pandangan kesimpulan Kitab Suci Weda yang menganjurkan kemajuan spiritual bagi setiap umat manusia dalam rangka mencapai tujuan tertinggi dari kehidupan manusia, tentu ada banyak hal yang mesti kita perhatikan. Kita seharusnya berhati-hati sekali dalam melakukan segala sesuatu sebelum kita mengetahui secara pasti makna yang terkandung dalam Kitab Suci. Dalam Bhagavad-gita (9.26) Sri Krishna bersabda :

patram puspham palam toyam
yo me bhaktya prayacchati
tad aham bhakty-upahrtam
asnami prayatatmanah

“Kalau seseorang mempersembahkan daun, bunga, buah atau air dengan cinta bhakti,
Aku akan menerimanya.“

Jadi sudah jelas disini bahwa Tuhan hanya menerima persembahan daun, bunga, buah atau air saja, dan dengan mengikuti aturan tersebut berarti persembahan yang kita lakukan ada dalam sifat kebaikan atau satvika yajna.
Begitu juga, ketika 500 tahun yang lalu Tuhan Sri Krishna berinkarnasi sebagai Sri Caitanya Mahaprabhu, Beliau menyebutkan 5 hal yang tidak boleh dilakukan di jaman Kali ini, salah satunya yaitu mempersembahkan daging kepada leluhur. Oleh sebab itu, ketika kita belum tahu aturan Veda, jangan mengambil resiko, karena api neraka telah menunggu, sebagaimana disebutkan dalam ayat-ayat berikut :

Srimad Bhagavatam Skanda 5 Bab 26 ayat 12

evam eva maharauravo yatra nipatitam purusam kravyada nama
rauravas tam kravyena ghatayanti yah kevalam dehambharah

Terjemahan

“Hukuman di neraka yang bernama Maharaurava dikenakan bagi orang yang menjaga badannya sendiri dengan menyakiti makhluk lainnya. Di neraka ini, binatang ruru yang dikenal dengan nama kravyada menyiksanya dan memakan dagingnya.”

Penjelasan
Oleh: Yang Maha Suci Bhaktivedanta Swami Prabhupada Maharaja

Orang yang menganut paham binatang yang hidupnya hanya dalam konsep badan tidak bisa dimaafkan. Dia akan dilemparkan ke dalam neraka yang dikenal sebagai Maharaurava dan diserang oleh binatang ruru yang dikenal sebagai kravyadas.

Srimad Bhagavatam Skanda 5 Bab 26 ayat 13

yas tv iha va ugrah pasun paksinova pranata uparandhayati tam
apakarunam purusadair api vigarhitam amutra yamanucarah
kumbhipake tapta-taile uparandhayanti

Terjemahan

“Untuk menjaga badannya dan kepuasan lidahnya, orang-orang jahat memasak binatang-binatang yang tidak berdaya dan burung-burung. Orang-orang seperti itu dihukum bahkan oleh pemakan manusia. Dalam kehidupannya mendatang mereka dibawa oleh Yamaduta ke planet neraka yang bernama Kumbhipaka, dimana mereka dimasak di dalam minyak yang mendidih”


Srimad Bhagavatam Skanda 5 Bab 26 ayat 14

yas tv iha brahma-dhruk sa kalasutra-samjnake narake ayuta-yojana-
parimandale tamramaye tapta-khale upary-adhastad agny-arkabhyam
ati-tapyamane bhinivesitah ksut-pipasabhyam ca dahyamanantar-
bahih-sarira aste sete cestate vatisthati paridhavati ca yavanti pasu-
romani tavad varsa-sahasrani.

Terjemahan

“Pembunuh seorang Brahmana diletakkan ke dalam neraka yang bernama Kalasutra yang mana kelilingnya sebesar 8000 mil dan yang mana seluruhya terbuat dari tembaga. Memanasinya dari bawah dengan api dan dari atas dengan sinar matahari yang membakar, permukaan tembaga dari planet ini luar biasa panasnya. Demikianlah pembunuh seorang brahmana menderita dari rasa yang membakar dari dalam dan dari luar. Dari dalam dia dibakar oleh rasa lapar dan haus, dan dari luar dia dibakar oleh panas matahari dan api dibawah permukaan tembaga. Untuk itulah dia kadang-kadang berbaring, kadang-kadang duduk, kadang-kadang berdiri dan kadang-kadang berlari kesana-kemari. Dia harus menderita seperti ini selama ribuan tahun sebanyak jumlah bulu di badan seekor binatang”

Srimad Bhagavatam Skanda 5 Bab 26 ayat 17

yas tv iha vai bhutanam isvaropakalpita-vrttinam avivikta-para-
vyathanam svayam purusopakalpita-vrttir vivikta-para-vyatho vyatham
acarati sa paratrandhakupe tad-abhidrohena nipatati tatra hasau tair
jantubhih pasu-mrga-paksi-sarisrpair masaka-yuka-matkuna-
maksikadibhir ye ke cabhidrugdas taih sarvato ‘bhidruhyamanas
tamasi vihata-nidra-nirvrtir alabdhavasthanah parikramati yatha
kusarire jivah.



Terjemahan

Karena aturan Tuhan Yang Maha Esa, makhluk hidup-makhluk hidup yang rendah seperti binatang-binatang kecil dan nyamuk menghisap darah manusia dan binatang-binatang lainnya. Makhluk hidup yang kecil seperti ini tidak sadar jika gigitan mereka menyakiti manusia. Akan tetapi, kelas pertama manusia seperti brahmana, ksatria dan vaisya berkembang dalam kesadarannya, dan untuk itu mereka mengetahui bagaimana sakitnya dibunuh. Seorang manusia diberkahi dengan pengetahuan, tentu saja berbuat dosa jika dia membunuh atau menyiksa makhluk-makhluk kecil, yang tidak mempunyai kemampuan untuk membeda-bedakan. Tuhan Yang Maha Esa menghukum orang seperti itu dengan menempatkannya ke dalam neraka yang bernama Andhakupa, dimana dia diserang oleh semua burung-burung dan binatang buas, reptile, nyamuk, kutu, cacing, lalat dan makhluk hidup lainnya yang dia siksa selama hidupnya. Mereka menyerangnya dari segala sisi, merebutnya dan mengganggu tidurnya. Dia tidak bisa beristirahat, dia selalu mengembara dalam kegelapan. Demikianlah di Andhakupa penderitaannya sama seperti makhluk hidup dalam spesies yang rendah.”

Penjelasan
Oleh: Yang Maha Suci Bhaktivedanta Swami Prabhupada Maharaja

Dari ayat yang sangat bermakna ini, kita belajar bahwa binatang-binatang yang lebih rendah, dibuat oleh hukum alam untuk mengganggu manusia, tidak dikenakan hukuman. Karena manusia mempunyai kesadaran yang berkembang, akan tetapi, dia tidak bisa melakukan sesuatu yang menentang prinsip varnasrama-dharma tanpa dihukum. Krishna bersabda dalam Bhagavad-gita (4.13) catur-varnyam maya srstam guna-karma-vibhagasah: “Menurut aturan tiga sifat alam material dan yang bekerja untuk mereka, empat golongan manusia diciptakan oleh-Ku.” Demikianlah manusia harus dibagi ke dalam empat kelas yaitu brahmana, ksatriya, vaisya dan sudra dan mereka seharusnya berbuat sesuai dengan kewajibannya masing-masing. Mereka tidak bisa menyimpang dari aturan dan peraturan yang telah ditentukan. Satu hal dari pernyataan ini bahwa mereka seharusnya tidak pernah mengganggu binatang, bahkan jika binatang itu mengganggu manusia. Meskipun seekor macan tidak berdosa jika dia menyerang binatang lainnya dan memakan dagingnya, jika seorang manusia dengan kesadaran yang berkembang melakukan hal seperti itu, dia harus dihukum. Dengan kata lain, seorang manusia yang tidak menggunakan kesadarannya yang berkembang tetapi sebaliknya berbuat seperti seekor binatang pasti dihukum di neraka yang berbeda-beda.

Srimad Bhagavatam Skanda 5 Bab 26 ayat 25

ye tv iha vai dambhika dambha-yajnesu pasun visasanti tan amusmil
loke vaisase narake patitan niraya-patayo yatayitva visasanti

Terjemahan

“Seseorang yang dalam kehidupannya bangga akan kedudukannya yang istimewa, dan yang secara tidak peduli mengorbankan binatang hanya demi kewibawaan material, ditempatkan ke dalam neraka yang bernama Visasana setelah kematiannya. Di sana asisten-asisten Yamaraja membunuhnya setelah memberikan rasa sakit yang tidak terbatas.”


Penjelasan
Oleh: Yang Maha Suci Bhaktivedanta Swami Prabhupada Maharaja

Di dalam Bhagavad-gita (6.41) Krishna mengatakan, …sucinam srimatam gehe yoga bhrasto bhijayate: “ Karena hubungannya yang sebelumnya dengan bhakti yoga, seeorang dilahirkan dalam keluarga brahmana yang terhormat atau dalam keluarga bangsawan.” Setelah mengalami kelahiran, seseorang seharusnya menggunakannya untuk menyempurnakan bhakti-yoga. Akan tetapi, karena pergaulan yang buruk, seseorang sering lupa akan posisinya yang tinggi yang telah diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa, dan dia menyalahgunakannya dengan melakukan berbagai jenis yadnya seperti kali-puja atau durga-puja, yang didalamnya binatang-binatang yang tidak berdaya dikorbankan. Bagaimana seseorang itu dihukum dijelaskan di dalam ayat ini. Kata dambha-yajnesu dalam ayat ini sangat penting. Jika seseorang melanggar petunjuk-petunjuk Veda pada waktu melaksanakan yadnya dan hanya merupakan sebuah pertunjukan yadnya yang bertujuan untuk membunuh binatang-binatang, dia akan mengalami hukuman setelah kematiannya.

DALAM KITAB MANU SMRTI

yo yasya mamsamacnati sa
tanmamsada ucyate,
matsyadah sarwamamsadas
tasman matsyanwiwarjayet

“Ia yang memakan daging apa saja, dinamai pemakan daging dari binatang semacam itu saja, tetapi ia yang memakan ikan adalah pemakan dari semua macam ikan. Oleh karena itu hendaknya jangan memakan ikan.”
(Manu smrti, V.15)

nadyadawidhina mamsam
widhijno napadi dwijah
jagdhwa hyawidhina mamsam
pretya tairadyate wacah

“Seorang dwijati yang tahu hukumnya, haruslah tidak makan daging kecuali memang sudah sesuai dengan hukum, karena jika ia memakannya bertentangan dengan peraturan, ia tidak akan bisa menyelamatkan dirinya sendiri, dan akan dimakan oleh korbannya pada waktu ia meninggal.
(Manu smrti, V.33)

kuryaddhrtapacumsangge kur
yat pistapacum tatha
na twewa tuwritha hantum
pacumicchet kadacana

“Kalau ia begitu ingin sekali akan daging ia boleh membuat binatang dari susu, mentega atau dari tepung dan memakannya, tetap ia tidak boleh sama sekali membinasakan hidup binatang tanpa sebab-sebab yang sesuai dengan hukum.”
(Manu smrti, V.37)

yo bhandana wadha kelcan
praninam na cikirsati
sa sarwasya hitaprepsuh
sukhamatyantamacnute

“Ia yang tidak menyebabkan penderitaan dalam belenggu atau kematiannya makhluk-makhluk hidup tetapi menginginkan keselamatan pada semua makhluk, ia mendapat kebahagiaan yang tanpa akhir.”
(Manu smrti, V.46)

nakritwa praninam himsam
mamsamtpadyate kwacit
na ca praniwadhah swargyas
tasman mamsam wiwarjayet

“Daging tidak akan bisa didapat tanpa menyakiti makhluk-makhluk hidup, dan penganiayaan terhadap makhluk hidup adalah suatu halangan/pantangan dalam mencapai kebahagiaan suci, oleh karena itu hendaklah seseorang itu menghindari pemakaian daging.
(Manu smrti, V.48)

samutpattim ca mamsasya
wadhabandhau ca dehanam
prasamiksya niwarteta sarwa
mamsasya bhaksanat

“Setelah mempertimbangkan masak-masak soal asal usul yang menjijikkan dari daging dan kekejaman dalam menyiksa dan membunuh makhluk hidup, hendaknya ia meninggalkan sama sekali kebiasaan memakan daging.”
(Manu smrti, V.49)

na bhiksayati yo mamsam
widhim hitwa picacawat
sa loke priyatam yati wyadhi
bhicca na pidyate

“Ia yang tanpa menghiraukan peraturan yang diberikan, tetapi ia tidak memakan daging sebagai Pissaca, disayangi oleh manusia dan tidak disiksa oleh derita penyakit.”
(Manu smrti, V.50)

anumanta wicasita nihanta
krayawikrayi
samskarta copaharta ca
khadakacceti ghatakah


“Ia yang mengijinkan penyembelihan seekor hewan, ia yang memotongnya, ia yang membunuhnya, ia yang membeli dan menjualnya, ia yang memasaknya, ia yang menyuguhkannya, semuanya itu patut dianggap sebagai pembunuh-pembunuh binatang.”
(Manu smrti, V.51)

swamamsam paramamsena yo
wardhayitumicchati
anabhyarcya pitrindewams ta
to nyo nastya punyakrit

“Tidak ada yang lebih berdosa daripada orang yang walaupun tidak menghaturkan sesajen pada para Dewa dan para leluhur, ia berusaha memperbanyak kumpulan daging di badannya dengan daging dari makhluk-makhluk lain.”
(Manu smrti, V.52)

mam sa bhaksayithaam mutra
yasya mamsam ihadmaham
etau mamsasya mamsatwam
prawadanti manisinah

“Mamsah yang berarti daging pada hakekatnya dinyatakan oleh orang-orang bijaksana berarti saya dia yaitu dia yang dagingnya saya telan dalam hidup ini, menelan saya di kemudian hari.”
(Manu smrti, V.55)

na mamsa bhaksane doso na
madye na ca maithune
prawrittresa bhutanam
nirwrittistu mahaphala

“Tidak ada istimewanya jika memakan daging, meminum minuman keras dan melakukan perzinahan karena hal-hal itu merupakan kecenderungan pada diri makhluk-makhluk hidup, tetapi pengekangan diri terhadap semuanya itu membawakan pahala yang sangat besar.”
(Manu smrti, V.56)

Betapa mengerikan sekali hukuman yang kita dapatkan, jika hanya demi kepuasan indria kita, kita menyakiti makhluk hidup lainnya. Bahkan jika kita hanya mementingkan diri sendiri dan tidak
Demikianlah segala hal yang kita lakukan mesti mengikuti aturan Kitab Suci, jika hal itu kita langgar tentu ada akibatnya, seperti yang disebutkan dalam ayat berikut :

Srimad Bhagavatam Skanda 5 Bab 26 ayat 15

yas tv iha vai nija-veda-pathad anapady apagatah pakhandam
copagatas tam asi-patravanam pravesya kasaya praharanti tatra hasav
itas tato dhavamana u bhayato dharais tala-vanasi-patrais chidyamana-
sarvango ha hato smiti paramaya vedanaya murcchitah pade pade
nipatati sva-dharmaha pakhandanugatam phalam bhunkte


Terjemahan

“Jika seseorang menyimpang dari aturan Kitab Suci Veda yang pengaruh kecurangannya sangat berbahaya, utusan-utusan Yamaraja melemparkannya ke dalam neraka yang bernama Asi-patravana, dimana meraka akan memukulnya dengan cambuk. Ketika dia berlari kesana-kesani, melarikan diri dari rasa sakit yang luar biasa, di segala sisi dia menemukan pohon palm dengan daun-daunnya seperti pedang yang sangat tajam. Dengan demikian melukai seluruh badannya dan membuatnya pingsan dalam setiap langkahnya, dia menjerit “Oh, apa yang harus saya lakukan sekarang! Bagaimana caranya saya bisa diselamatkan! Inilah bagaimana menderitanya seseorang yang menyimpang dari prinsip-prinsip agama yang ditetapkan”


Penjelasan
Oleh: Yang Maha Suci A.C. Bhaktivedanta Swami Prabhupada Maharaja

Sesungguhnya hanya ada satu prinsip keagamaan : dharman tu saksad bhagavat-pranitam. Satu-satunya prinsip keagamaan adalah untuk mengikuti perintah-perintah dari Tuhan Yang Maha Esa. Sayangnya, khususnya di Jaman Kali, kebanyakan orang tidak mengikuti aturan Kitab Suci Weda. Orang-orang tidak begitu perhatian tentang Tuhan. Apa yang harus dikatakan untuk mengikuti kata-kata-Nya. Kata nija-veda-patha bisa juga berarti “ prinsip-prinsip agamanya tersendiri”.Yang tadinya hanya ada satu veda-patha, atau sekumpulan prinsip-prinsip agama, sekarang ada banyak. Ini tidak jadi masalah, yang mana prinsip-prinsip agama yang mesti diikuti; perintahnya hanyalah dia harus mengikutinya dengan ketat. Seorang atheis atau nastika, adalah orang yang tidak percaya dengan Kitab Suci Veda. Akan tetapi, bahkan jika seseorang menganut agama yang berbeda, menurut ayat ini dia harus mengikuti prinsip-prinsip agama yang telah ditetapkan. Apakah dia orang Hindu, Muslim atau Kristen, dia harus mengikuti prinsip-prinsip agamanya sendiri-sendiri. Akan tetapi, jika seseorang membuat jalan agamanya sendiri menurut pikirannya atau jika seseorang tidak mengikuti prinsip-prinsip agama manapun, dia dihukum ke dalam neraka yang bernama Asi-patravana. Dengan kata lain, manusia seharusnya mengikuti prinsip-prinsip agama. Jika seseorang tidak mengikuti prinsip-prinsip agama, tanpa disadari dia sedang menggiring kehidupannya menuju kelahiran sebagai binatang. Seiring dengan kemajuan Kali Yuga, orang-orang menjadi tidak percaya dengan Tuhan dan mengikuti paham duniawi. Mereka tidak tahu hukuman yang menanti mereka di Asi-patravana, sebagaimana yang dijelaskan dalam ayat ini.

Catatan :

Jika kita tidak memakan atau mempersembahkan daging, tidak akan berakibat apapun. Tetapi sebaliknya, jika kita membunuh binatang untuk dimakan atau untuk yadnya tanpa aturan yang sangat tepat dan ketat dari Kitab Suci Weda, maka akan berakibat fatal. Siksaan api neraka telah menanti dalam kelahiran berikutnya, menjadi makhluk seperti itu atau hidup menjadi manusia rendah yang menderita lahir dan bathin. Lihatlah kenyataannya, ada orang yang lahir di tempat yang sedang terjadi peperangan, miskin, hidup dengan menderita sakit keras, dan ada banyak jenis binatang di muka bumi ini, dan masih banyak lagi jenis penderitaan yang lainnya yang disebabkan karena perbuatan berdosanya di masa lampau termasuk melakukan himsa karma itu.















































TENTANG PLANET NERAKA

Menurut pandangan umum, memakan daging dan melakukan yadnya dengan mengorbankan binatang adalah hal-hal yang wajar. Namun jika kita kaji lebih dalam lagi, khususnya dari pandangan kesimpulan Kitab Suci Weda yang menganjurkan kemajuan spiritual bagi setiap umat manusia dalam rangka mencapai tujuan tertinggi dari kehidupan manusia, tentu ada banyak hal yang mesti kita perhatikan. Kita seharusnya berhati-hati sekali dalam melakukan segala sesuatu sebelum kita mengetahui secara pasti makna yang terkandung dalam Kitab Suci. Dalam Bhagavad-gita (9.26) Sri Krishna bersabda :patram puspham palam toyamyo me bhaktya prayacchatitad aham bhakty-upahrtam asnami prayatatmanah “Kalau seseorang mempersembahkan daun, bunga, buah atau air dengan cinta bhakti,Aku akan menerimanya.“
Jadi sudah jelas disini bahwa Tuhan hanya menerima persembahan daun, bunga, buah atau air saja, dan dengan mengikuti aturan tersebut berarti persembahan yang kita lakukan ada dalam sifat kebaikan atau satvika yajna.
Begitu juga, ketika 500 tahun yang lalu Tuhan Sri Krishna berinkarnasi sebagai Sri Caitanya Mahaprabhu, Beliau menyebutkan 5 hal yang tidak boleh dilakukan di jaman Kali ini, salah satunya yaitu mempersembahkan daging kepada leluhur. Oleh sebab itu, ketika kita belum tahu aturan Veda, jangan mengambil resiko, karena api neraka telah menunggu, sebagaimana disebutkan dalam ayat-ayat berikut :Srimad Bhagavatam Skanda 5 Bab 26 ayat 12 evam eva maharauravo yatra nipatitam purusam kravyada nama rauravas tam kravyena ghatayanti yah kevalam dehambharah artinya
“Hukuman di neraka yang bernama Maharaurava dikenakan bagi orang yang menjaga badannya sendiri dengan menyakiti makhluk lainnya. Di neraka ini, binatang ruru yang dikenal dengan nama kravyada menyiksanya dan memakan dagingnya.”Penjelasan Yang Maha Suci A.C Bhaktivedanta Swami Prabhupada Maharaja
Orang yang menganut paham binatang yang hidupnya hanya dalam konsep badan tidak bisa dimaafkan. Dia akan dilemparkan ke dalam neraka yang dikenal sebagai Maharaurava dan diserang oleh binatang ruru yang dikenal sebagai kravyadas.Srimad Bhagavatam Skanda 5 Bab 26 ayat 13 yas tv iha va ugrah pasun paksinova pranata uparandhayati tam apakarunam purusadair api vigarhitam amutra yamanucarah kumbhipake tapta-taile uparandhayanti artinya “Untuk menjaga badannya dan kepuasan lidahnya, orang-orang jahat memasak binatang-binatang yang tidak berdaya dan burung-burung. Orang-orang seperti itu dihukum bahkan oleh pemakan manusia. Dalam kehidupannya mendatang mereka dibawa oleh Yamaduta ke planet neraka yang bernama Kumbhipaka, dimana mereka dimasak di dalam minyak yang mendidih”
Srimad Bhagavatam Skanda 5 Bab 26 ayat 14
yas tv iha brahma-dhruk sa kalasutra-samjnake narake ayuta-yojana-
parimandale tamramaye tapta-khale upary-adhastad agny-arkabhyam
ati-tapyamane bhinivesitah ksut-pipasabhyam ca dahyamanantar-
bahih-sarira aste sete cestate vatisthati paridhavati ca yavanti pasu-
romani tavad varsa-sahasrani. Artinya:

“Pembunuh seorang Brahmana diletakkan ke dalam neraka yang bernama Kalasutra yang mana kelilingnya sebesar 8000 mil dan yang mana seluruhya terbuat dari tembaga. Memanasinya dari bawah dengan api dan dari atas dengan sinar matahari yang membakar, permukaan tembaga dari planet ini luar biasa panasnya. Demikianlah pembunuh seorang brahmana menderita dari rasa yang membakar dari dalam dan dari luar. Dari dalam dia dibakar oleh rasa lapar dan haus, dan dari luar dia dibakar oleh panas matahari dan api dibawah permukaan tembaga. Untuk itulah dia kadang-kadang berbaring, kadang-kadang duduk, kadang-kadang berdiri dan kadang-kadang berlari kesana-kemari. Dia harus menderita seperti ini selama ribuan tahun sebanyak jumlah bulu di badan seekor binatang”
Srimad Bhagavatam Skanda 5 Bab 26 ayat 17
yas tv iha vai bhutanam isvaropakalpita-vrttinam avivikta-para-
vyathanam svayam purusopakalpita-vrttir vivikta-para-vyatho vyatham
acarati sa paratrandhakupe tad-abhidrohena nipatati tatra hasau tair
jantubhih pasu-mrga-paksi-sarisrpair masaka-yuka-matkuna-
maksikadibhir ye ke cabhidrugdas taih sarvato ‘bhidruhyamanas
tamasi vihata-nidra-nirvrtir alabdhavasthanah parikramati yatha
kusarire jivah. artinya
Karena aturan Tuhan Yang Maha Esa, makhluk hidup-makhluk hidup yang rendah seperti binatang-binatang kecil dan nyamuk menghisap darah manusia dan binatang-binatang lainnya. Makhluk hidup yang kecil seperti ini tidak sadar jika gigitan mereka menyakiti manusia. Akan tetapi, kelas pertama manusia seperti brahmana, ksatria dan vaisya berkembang dalam kesadarannya, dan untuk itu mereka mengetahui bagaimana sakitnya dibunuh. Seorang manusia diberkahi dengan pengetahuan, tentu saja berbuat dosa jika dia membunuh atau menyiksa makhluk-makhluk kecil, yang tidak mempunyai kemampuan untuk membeda-bedakan. Tuhan Yang Maha Esa menghukum orang seperti itu dengan menempatkannya ke dalam neraka yang bernama Andhakupa, dimana dia diserang oleh semua burung-burung dan binatang buas, reptile, nyamuk, kutu, cacing, lalat dan makhluk hidup lainnya yang dia siksa selama hidupnya. Mereka menyerangnya dari segala sisi, merebutnya dan mengganggu tidurnya. Dia tidak bisa beristirahat, dia selalu mengembara dalam kegelapan. Demikianlah di Andhakupa penderitaannya sama seperti makhluk hidup dalam spesies yang rendah.”Penjelasan Yang Maha Suci A.C Bhaktivedanta Swami Prabhupada Maharaja:
Dari ayat yang sangat bermakna ini, kita belajar bahwa binatang-binatang yang lebih rendah, dibuat oleh hukum alam untuk mengganggu manusia, tidak dikenakan hukuman. Karena manusia mempunyai kesadaran yang berkembang, akan tetapi, dia tidak bisa melakukan sesuatu yang menentang prinsip varnasrama-dharma tanpa dihukum. Krishna bersabda dalam Bhagavad-gita (4.13) catur-varnyam maya srstam guna-karma-vibhagasah: “Menurut aturan tiga sifat alam material dan yang bekerja untuk mereka, empat golongan manusia diciptakan oleh-Ku.” Demikianlah manusia harus dibagi ke dalam empat kelas yaitu brahmana, ksatriya, vaisya dan sudra dan mereka seharusnya berbuat sesuai dengan kewajibannya masing-masing. Mereka tidak bisa menyimpang dari aturan dan peraturan yang telah ditentukan. Satu hal dari pernyataan ini bahwa mereka seharusnya tidak pernah mengganggu binatang, bahkan jika binatang itu mengganggu manusia. Meskipun seekor macan tidak berdosa jika dia menyerang binatang lainnya dan memakan dagingnya, jika seorang manusia dengan kesadaran yang berkembang melakukan hal seperti itu, dia harus dihukum. Dengan kata lain, seorang manusia yang tidak menggunakan kesadarannya yang berkembang tetapi sebaliknya berbuat seperti seekor binatang pasti dihukum di neraka yang berbeda-beda.
Srimad Bhagavatam Skanda 5 Bab 26 ayat 25
ye tv iha vai dambhika dambha-yajnesu pasun visasanti tan amusmil
loke vaisase narake patitan niraya-patayo yatayitva visasanti artinya
“Seseorang yang dalam kehidupannya bangga akan kedudukannya yang istimewa, dan yang secara tidak peduli mengorbankan binatang hanya demi kewibawaan material, ditempatkan ke dalam neraka yang bernama Visasana setelah kematiannya. Di sana asisten-asisten Yamaraja membunuhnya setelah memberikan rasa sakit yang tidak terbatas.”PenjelasanYang Maha Suci A.C Bhaktivedanta Swami Prabhupada Maharaja
Di dalam Bhagavad-gita (6.41) Krishna mengatakan, …sucinam srimatam gehe yoga bhrasto bhijayate: “ Karena hubungannya yang sebelumnya dengan bhakti yoga, seeorang dilahirkan dalam keluarga brahmana yang terhormat atau dalam keluarga bangsawan.” Setelah mengalami kelahiran, seseorang seharusnya menggunakannya untuk menyempurnakan bhakti-yoga. Akan tetapi, karena pergaulan yang buruk, seseorang sering lupa akan posisinya yang tinggi yang telah diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa, dan dia menyalahgunakannya dengan melakukan berbagai jenis yadnya seperti kali-puja atau durga-puja, yang didalamnya binatang-binatang yang tidak berdaya dikorbankan. Bagaimana seseorang itu dihukum dijelaskan di dalam ayat ini. Kata dambha-yajnesu dalam ayat ini sangat penting. Jika seseorang melanggar petunjuk-petunjuk Veda pada waktu melaksanakan yadnya dan hanya merupakan sebuah pertunjukan yadnya yang bertujuan untuk membunuh binatang-binatang, dia akan mengalami hukuman setelah kematiannya.
Srimad Bhagavatam Skanda 5 Bab 26 ayat 15
yas tv iha vai nija-veda-pathad anapady apagatah pakhandam
copagatas tam asi-patravanam pravesya kasaya praharanti tatra hasav
itas tato dhavamana u bhayato dharais tala-vanasi-patrais chidyamana-
sarvango ha hato smiti paramaya vedanaya murcchitah pade pade
nipatati sva-dharmaha pakhandanugatam phalam bhunkte artinya
“Jika seseorang menyimpang dari aturan Kitab Suci Veda yang pengaruh kecurangannya sangat berbahaya, utusan-utusan Yamaraja melemparkannya ke dalam neraka yang bernama Asi-patravana, dimana meraka akan memukulnya dengan cambuk. Ketika dia berlari kesana-kesani, melarikan diri dari rasa sakit yang luar biasa, di segala sisi dia menemukan pohon palm dengan daun-daunnya seperti pedang yang sangat tajam. Dengan demikian melukai seluruh badannya dan membuatnya pingsan dalam setiap langkahnya, dia menjerit “Oh, apa yang harus saya lakukan sekarang! Bagaimana caranya saya bisa diselamatkan! Inilah bagaimana menderitanya seseorang yang menyimpang dari prinsip-prinsip agama yang ditetapkan”
Penjelasan Yang Maha Suci A.C. Bhaktivedanta Swami Prabhupada Maharaja
Sesungguhnya hanya ada satu prinsip keagamaan : dharman tu saksad bhagavat-pranitam. Satu-satunya prinsip keagamaan adalah untuk mengikuti perintah-perintah dari Tuhan Yang Maha Esa. Sayangnya, khususnya di Jaman Kali, kebanyakan orang tidak mengikuti aturan Kitab Suci Weda. Orang-orang tidak begitu perhatian tentang Tuhan. Apa yang harus dikatakan untuk mengikuti kata-kata-Nya. Kata nija-veda-patha bisa juga berarti “ prinsip-prinsip agamanya tersendiri”.Yang tadinya hanya ada satu veda-patha, atau sekumpulan prinsip-prinsip agama, sekarang ada banyak. Ini tidak jadi masalah, yang mana prinsip-prinsip agama yang mesti diikuti; perintahnya hanyalah dia harus mengikutinya dengan ketat. Seorang atheis atau nastika, adalah orang yang tidak percaya dengan Kitab Suci Veda. Akan tetapi, bahkan jika seseorang menganut agama yang berbeda, menurut ayat ini dia harus mengikuti prinsip-prinsip agama yang telah ditetapkan. Apakah dia orang Hindu, Muslim atau Kristen, dia harus mengikuti prinsip-prinsip agamanya sendiri-sendiri. Akan tetapi, jika seseorang membuat jalan agamanya sendiri menurut pikirannya atau jika seseorang tidak mengikuti prinsip-prinsip agama manapun, dia dihukum ke dalam neraka yang bernama Asi-patravana. Dengan kata lain, manusia seharusnya mengikuti prinsip-prinsip agama. Jika seseorang tidak mengikuti prinsip-prinsip agama, tanpa disadari dia sedang menggiring kehidupannya menuju kelahiran sebagai binatang. Seiring dengan kemajuan Kali Yuga, orang-orang menjadi tidak percaya dengan Tuhan dan mengikuti paham duniawi. Mereka tidak tahu hukuman yang menanti mereka di Asi-patravana, sebagaimana yang dijelaskan dalam ayat ini.
Jika kita tidak memakan atau mempersembahkan daging, tidak akan berakibat apapun. Tetapi sebaliknya, jika kita membunuh binatang untuk dimakan atau untuk yadnya tanpa aturan yang sangat tepat dan ketat dari Kitab Suci Weda, maka akan berakibat fatal. Siksaan api neraka telah menanti dalam kelahiran berikutnya, menjadi makhluk seperti itu atau hidup menjadi manusia rendah yang menderita lahir dan bathin. Lihatlah kenyataannya, ada orang yang lahir di tempat yang sedang terjadi peperangan, miskin, hidup dengan menderita sakit keras, dan ada banyak jenis binatang di muka bumi ini, dan masih banyak lagi jenis penderitaan yang lainnya yang disebabkan karena perbuatan berdosanya di masa lampau termasuk melakukan himsa karma itu.







































DALAM KITAB MANU SMRTI

yo yasya mamsamacnati sa
tanmamsada ucyate,
matsyadah sarwamamsadas
tasman matsyanwiwarjayet

“Ia yang memakan daging apa saja, dinamai pemakan daging dari binatang semacam itu saja, tetapi ia yang memakan ikan adalah pemakan dari semua macam ikan. Oleh karena itu hendaknya jangan memakan ikan.”
(Manu smrti, V.15)

nadyadawidhina mamsam
widhijno napadi dwijah
jagdhwa hyawidhina mamsam
pretya tairadyate wacah

“Seorang dwijati yang tahu hukumnya, haruslah tidak makan daging kecuali memang sudah sesuai dengan hukum, karena jika ia memakannya bertentangan dengan peraturan, ia tidak akan bisa menyelamatkan dirinya sendiri, dan akan dimakan oleh korbannya pada waktu ia meninggal.
(Manu smrti, V.33)

kuryaddhrtapacumsangge kur
yat pistapacum tatha
na twewa tuwritha hantum
pacumicchet kadacana

“Kalau ia begitu ingin sekali akan daging ia boleh membuat binatang dari susu, mentega atau dari tepung dan memakannya, tetap ia tidak boleh sama sekali membinasakan hidup binatang tanpa sebab-sebab yang sesuai dengan hukum.”
(Manu smrti, V.37)

yo bhandana wadha kelcan
praninam na cikirsati
sa sarwasya hitaprepsuh
sukhamatyantamacnute

“Ia yang tidak menyebabkan penderitaan dalam belenggu atau kematiannya makhluk-makhluk hidup tetapi menginginkan keselamatan pada semua makhluk, ia mendapat kebahagiaan yang tanpa akhir.”
(Manu smrti, V.46)

nakritwa praninam himsam
mamsamtpadyate kwacit
na ca praniwadhah swargyas
tasman mamsam wiwarjayet

“Daging tidak akan bisa didapat tanpa menyakiti makhluk-makhluk hidup, dan penganiayaan terhadap makhluk hidup adalah suatu halangan/pantangan dalam mencapai kebahagiaan suci, oleh karena itu hendaklah seseorang itu menghindari pemakaian daging.
(Manu smrti, V.48)

samutpattim ca mamsasya
wadhabandhau ca dehanam
prasamiksya niwarteta sarwa
mamsasya bhaksanat

“Setelah mempertimbangkan masak-masak soal asal usul yang menjijikkan dari daging dan kekejaman dalam menyiksa dan membunuh makhluk hidup, hendaknya ia meninggalkan sama sekali kebiasaan memakan daging.”
(Manu smrti, V.49)

na bhiksayati yo mamsam
widhim hitwa picacawat
sa loke priyatam yati wyadhi
bhicca na pidyate

“Ia yang tanpa menghiraukan peraturan yang diberikan, tetapi ia tidak memakan daging sebagai Pissaca, disayangi oleh manusia dan tidak disiksa oleh derita penyakit.”
(Manu smrti, V.50)

anumanta wicasita nihanta
krayawikrayi
samskarta copaharta ca
khadakacceti ghatakah




“Ia yang mengijinkan penyembelihan seekor hewan, ia yang memotongnya, ia yang membunuhnya, ia yang membeli dan menjualnya, ia yang memasaknya, ia yang menyuguhkannya, semuanya itu patut dianggap sebagai pembunuh-pembunuh binatang.”
(Manu smrti, V.51)

swamamsam paramamsena yo
wardhayitumicchati
anabhyarcya pitrindewams ta
to nyo nastya punyakrit

“Tidak ada yang lebih berdosa daripada orang yang walaupun tidak menghaturkan sesajen pada para Dewa dan para leluhur, ia berusaha memperbanyak kumpulan daging di badannya dengan daging dari makhluk-makhluk lain.”
(Manu smrti, V.52)

mam sa bhaksayithaam mutra
yasya mamsam ihadmaham
etau mamsasya mamsatwam
prawadanti manisinah

“Mamsah yang berarti daging pada hakekatnya dinyatakan oleh orang-orang bijaksana berarti saya dia yaitu dia yang dagingnya saya telan dalam hidup ini, menelan saya di kemudian hari.”
(Manu smrti, V.55)

na mamsa bhaksane doso na
madye na ca maithune
prawrittresa bhutanam
nirwrittistu mahaphala

“Tidak ada istimewanya jika memakan daging, meminum minuman keras dan melakukan perzinahan karena hal-hal itu merupakan kecenderungan pada diri makhluk-makhluk hidup, tetapi pengekangan diri terhadap semuanya itu membawakan pahala yang sangat besar.”
(Manu smrti, V.56)

Betapa mengerikan sekali hukuman yang kita dapatkan, jika hanya demi kepuasan indria kita, kita menyakiti makhluk hidup lainnya. Bahkan jika kita hanya mementingkan diri sendiri dan tidak
Demikianlah segala hal yang kita lakukan mesti mengikuti aturan Kitab Suci, jika hal itu kita langgar tentu ada akibatnya, seperti yang disebutkan dalam ayat berikut :

Tidak ada komentar: