Sabtu, 08 Agustus 2009

Pencerahan mimbar agama Hindu di Lampung

Melalui Kerja Mencapai Tuhan
Oleh: i wayan wisanta
(Vedanta Pati Dasa)
Murid dari His HolyGrace Ida Vaisnava Pandita Damodara Pandit Dasa

sri bhagavan uvaca:
samyasah karma-yogas ca
nihsryasa-karav ubhau
tayos tu karma-samnyasat
karma-yogo visisyate
Bhg.V-3

Sri Bhagavan bersabda:
Melakukan sanyasa dan menjalankan yoga keduanya membawa kebahagiaan tertinggi tetapi diantara keduanya ini, melakukan karma yoga lebih baik daripada meninggalkan kegiatan kerja.

Generasi muda hindu yang berbahagia, mencermati sloka diatas maka sudah semestinya kita berpijak dari sloka ini untuk mengarahkan diri dalam menjalani karma yaitu melaksanakan swadharma kita masing-masing di era dunia yang penuh dengan kompetisi disegala aspek kehidupan ini dalam proses membangun diri, membangun keluarga, membangun masyarakat, bangsa dan negara kita, melalui aktifitas kerja atau berkarya nyata.
Peradaban modern menuntut manusia dimanapun dia berada untuk selalu mampu memacu dirinya lebih banyak berkarya dan berkarya, menumbuh kembangkan semangat dan kreatifitas yang tinggi.
Karena tanpa memenuhi kualifikasi seperti itu maka manusia lambat laun pasti akan hancur tergilas oleh sang zaman itu sendiri, sekali lagi ini adalah sebuah tuntutan dan juga tantangan yang berat.
Kembali lagi ke sloka diatas dimana diantara dua pilihan yaitu sanyasa dan karma yoga Sri Krsna lebih merekomendasikan jalan karma yogalah yang lebih baik dibandingkan yang lain, terutama untuk mengarungi lautan samsara pada kaliyuga ini.
Dan ini membuktikan bahwa ajaran veda mampu menjangkau masa lampau masa sekarang dan juga masa yang akan datang bersifat sanathanadharma yaitu kebenaran yang tiada akhir.
Dan ini juga membuktikan bahwa veda mampu menjawab setiap tantangan yang ada disetiap zaman, maka dari itu jangan pernah menjauh dari veda apalagi melupakannya karena siapapun yang meninggalkan ajaran veda pasti hidupnya tidak akan pernah mencapai kesempurnaan dan kebahagiaan yang sejati, itu yang disabdakan Sri Krsna dalam Srimad Bhagavad Gita pada sloka yang lain.
Nah berpijak dari sabda Tuhan diawal tentu kegiatan kerja lebih diutamakan daripada yang lain, bekerja yang dimaksud adalah melaksanakan segala kegiatan untuk meraih kesejahteraan materi dan rohani secara seimbang atau meraih kekayaan materi untuk menunjang kegiatan rohani..
Bekerja dalam kesadaran Krsna adalah bekerja yang bersifat rohani, landasanya tentu ketulusan dan keiklasan. Jika pekerjaan itu bersifat rohani maka segala hasilnya dikembalikan kepada Sang Pencipta dalam bentuk persembahan bhakti, maka hasil akhirnya pastilah kebahagiaan yang sejati, inilah yag disebut proses bhakti kepada Tuhan melalui kegiatan kerja.

Jika bekerja hanya untuk memenuhi kebutuhan jasmani atau material saja maka itu sebenarnya kegiatan yang sia-sia, hampir tiada bedanya dengan mahluk lain yang mempunyai sifat-sifat alami seperti makan, tidur, berketurunan dan membela diri.
Jika itu yang dilakukan manusia lalu apa bedanya dengan se-ekor kambing! maka tidak sesuai lagi dengan predikat manusia sebagai mahluk yang teringgi. Jika bekerja hanya untuk mencari harta dengan kata lain hidup ini orientasinya hanya uang saja sehingga banyak sekali mempunyai deposito di bank sampai kebingungan sendiri untuk menggunakannya itu juga sama sia-sianya.
Lebih banyak berkarya tentu lebih banyak pula yang bisa dihasilkan dari karya itu sendiri baik bersifat material maupun non material.
Jika lebih banyak yang bisa didapatkan dari kerja itu semestinya lebih baik, namun jauh lebih baik lagi dan lebih bermakna daripada itu jika apa yang didapatkan mampu kita gunakan untuk mendukung aktifitas rohani dan nikmati secukupnya saja untuk sang diri sesuai kebutuhan.
Hal inilah yang mesti diupayakan oleh setiap manusia di dunia ini, bekerja keras penuh disiplin untuk kesejahteraan umat manusia (lokasangraha). Bekerja dalam kesadaran Tuhan atau bekerja yang bersifat rohani tentu sangat memperhatikan dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dengan segala peradabanya, mengutamakan kelestarian alam dan lingkungan, menghormati hak hidup mahluk lain yang notabene adalah saudaranya sendiri sesama anak-anak Tuhan.
Damai berdampingan dengan harmonis saling menghormati dan saling menjaga kelangsungan hidup satu sama lain, maka semuanya menjadi rohani atau dirohanikan.

Itulah misi kita dilahirkan kedunia material yang penuh dengan penderitaan ini, artinya kita semua mempunyai misi yang sama, saya kira semua teman setuju hal ini.
Jika misi kita sama maka logikanya dalam proses pencapaiannya pasti lebih mudah daripada jika misi kita berbeda satu sama lain. Namun faktanya berkata lain walaupun misinya sama tetapi kita masing-masing memiliki tiga sifat alam yang tidak sama kadarnya antara satu dengan yang lainnya yaitu satvam rajas dan tamas maka misi ini akan banyak hambatannya.
Namun hambatan-hambatan itu pasti bisa kita minimalisir dengan membangkitkan kesadaran terlebih dahulu melalui pendekatan ke wilayah-wilayah tatwa melalui pendalaman filsafat Vedanta, itulah jawabanya. Karena filsafat Vedanta berujung pada bhakti, kerendahan hati serta penyerahan diri kepada Tuhan.

Kesimpulannya: baik sebagai sanyasa maupun memilih kegiatan kerja dalam kesadaran Tuhan (karma yoga) sama nilainya yaitu sama-sama mampu mencapai kerajaan Tuhan di Goloka Vrindavana, namun Krsna sekali lagi lebih merekomendasikan untuk melaksanakan karma yoga pada kaliyuga ini.

Om Namo Bhagavate Vasudevaya






Kewajiban Setiap Warga Negara Menurut Perspektif Hindu
Oleh: i wayan wisanta
(Vedanti Pati Dasa)
catur-varnyam maya srstam
guna-karma-vibhagasah
tasya kartaram api mam
viddhy akartaram avyayam
Bhg.4.13

Catur varna adalah ciptaan-Ku, menurut pembagian kualitas dan kerja ,
tetapi ketahuilah bahwa walaupun Aku penciptanya,
Aku tak berbuat dan merubah diri-Ku.

Demikian sabda Tuhan dalam Srimad Bhagavad Gita.
Mencermati sabda diatas sangat jelas, tegas dan gamblang bahwa Tuhan sendiri yang menciptakan catur warna itu, yaitu empat swadharma atau kewajiban dalam tatanan masyarakat manusia berdasarkan kualitas dan kerja, bukan berdasarkan keturunan, kekayaan dan sebagainya. Adapun empat warna itu terdiri dari Brahmana, Ksatriya, Waisya dan Sudra.
Empat warna itulah swadharma atau kewajiban manusia dalam menjalani hidup dan kehidupan di dunia material ini berdasarkan karmanya.
Tugas utama atau swadharma seorang brahmana adalah mencerdasakan secara rohani umat manusia dari kegelapan menuju pencerahan guna tercapainya kebahagiaan abadi berdasarkan prinsip-prinsip dharma.
Sedangkan tugas utama atau swadharma seorang ksatria adalah menjalankan roda pemerintahan dengan baik, adil, jujur, bijaksana, melindungi serta mengayomi masyarakat dari berbagai bentuk ancaman gangguan dan bahaya agar kesejahteraan, ketenangan dan ketentraman masyarakat dapat diwujudkan.
Lalu tugas utama atau swadharma seorang waisya adalah membangun dan mengembangkan perekonomian dengan kejujuran, keadilan berlandaskan cinta-kasih demi tercapainya suatu masyarakat yang sejahtera (gemah ripah loh jinawi), dan yang terakhir adalah kewajiban utama atau swadharmanya kaum sudra adalah sebagai pekerja (karma yoga) misalnya sebagai karyawan dan pelayan dengan kerendahan, keiklasan dan ketulusan hati.

Itulah warna kehidupan berdasarkan disiplin ilmu masing-masing. Tuhan menciptakan warna sedemikian rupa agar kehidupan ini selalu berjalan dan bergulir sesuai dengan rencana Tuhan.
Lalu pertanyaanya adalah apakah warna yang satu lebih rendah derajat dan kedudukannya dari warna yang lain atau sebaliknya?, jawabanya sangat tegas TIDAK, hal ini dapat kita umpamakan seperti satu unit mesin dimana mesin itu terdiri dari beberapa sub system atau komponen seperti electrical system, hydraulic system, transmissi system dan seterusnya, jika salah satu dari system itu tidak ada atau tidak berfungsi dengan baik maka unit itu dipastikan tidak dapat beroperasi, demikian juga dengan warna jika salah satu dari catur warna itu tidak ada maka kepincangan tatanan kehidupan akan terjadi bahkan mungkin kekacauan.

Lalu pertanyaan berikutnya adalah apakah warna seseorang itu bisa berubah sewaktu-waktu?, jawabanya sama tegasnya yaitu BISA, misalnya sekarang seseorang berwarna ksatria sebagai pengawal keutuhan bangsa dan negara dari gangguan, ancaman pihak lain, lalu waisya sebagai pelaku ekonomi atau sudra sebagai karyawan atau pelayan suatu saat bisa menjadi seorang brahmana, ini sangat mungkin terjadi jika mereka sudah sanggup dan ada panggilan jiwa untuk mendalami pengetahuan rohani melalui guru-guru rohani didalam tradisi veda disebut dengan parampara, lalu mulai meninggalkan profesi sebelumnya secara baik dan perlahan-lahan, ini sudah banyak terjadi.
Demikian juga sebaliknya seseorang yang berwarna brahmana (maha rsi, pandita, acharya atau guru-guru suci dan sebagainya) satu saat bisa menjadi sudra jika mereka menyimpang dari swadharmanya sebagai seorang brahmana, demikianlah seterusnya semua bisa terjadi.
Jadi tidak ada yang lebih rendah atau lebih tinggi, lebih penting atau tidak penting karena jika salah satu tidak ada maka kehidupan ini tidak bisa berjalan sebagaimana mestinya.

Barangkali ada pertanyaan berikutnya kalau kita kembalikan ke diri kita masing-masing saya ini berwarna apa? jawabanya tegas apapun profesi kita sesuai dengan disiplin ilmu yang jumlahnya sangat-sangat banyak pasti sudah termasuk dalam salah satu dari keempat warna itu,
Misalnya saya seorang manajer disalah satu BUMN berarti warna saya adala waisya, nah jika saya sebagai seorang cleaning service di BUMN yang sama berarti warna saya adalah sudra, demikian juga jika saya seorang buruh tani berarti saya sudra, tapi jika saya sebagai pengusaha dibidang pertanian saya adalah waisya, nah bagaimana kalau saya seorang presiden warna saya apa? bingung kan? ya… tentu saja warna ksatria.
Di zaman-zaman sebelumnya memang pernah ada pemimpin Negara yang bergelar Raja Rsi karena disamping sebagai kepala Negara (waisya) dia juga sebagai brahmana atau seorang rohaniawan seperti maha raja Janaka dari negeri Videha.
Bagaimana kalau saya sebagai seorang dokter yang bertugas untuk mengobati orang atau hewan yang sakit? ya tentu saya berwarna sudra karena bertugas untuk memberikan pelayanan dan seterusnya.

Dalam skup yang lebih kecil misalnya untuk seorang grhasta (masa-masa membina rumah tangga) barangkali ke empat warna itu perlu kita akomodir dalam diri masing-masing sebagai seorang kepala rumah tangga artinya kita sebaiknya melaksanakan ke empat warna itu, misalnya kita sebagai seorang kepala rumah tangga maka pengetahuan rohani sebagai pengejawantahan dari warna brahmana sedikit-sedikit perlu kita kuasai karena kita dituntut mampu memberikan pemahaman rohani dan keteladanan kepada anak-istri kita sehingga diharapkan tercipta satu keluarga yang spiritual atau sukhinah mampu menegakkan prinsip-prinsip dharma dalam kehidupan ini, demikian juga warna ksatria sangat dibutuhkan karena sebagai kepala rumah tangga harus mampu memberikan rasa aman serta mampu mengayomi seluruh anggota keluarga agar tercipta ketenangan dan ketentraman lahir-bhatin, kemudian sebagai seorang kepala rumah tangga juga tentu dituntut harus memiliki warna waisya artinya harus mampu menjamin kebutuhan ekonomi demi kesejahteraan dan kelangsungan hidup keluarga, dan yang tidak kalah penting sebagai kepala keluarga hendaknya mampu menerapkan warna sudra yaitu melayani atau sevam apakah itu melayani anak-anak, istri, orang tua dan seterusnya, jadi pelayanan itu teramat sangat penting dalam kehidupan ini.

Barangkali akan muncul pertanyaan berikutnya bagaimana dengan kasta atau tri wangsa yang masih kental di Bali apa ada hubunganya?
Masalah tri wangsa jelas tidak ada hubungannya dengan catur warna, tri wangsa adalah produk budaya atau tradisi local khususnya yang ada di Bali yang biasanya sangat kental dengan ciri-ciri pemberian nama didepannya seperti soroh ida bagus, anak agung, dewa, gusti, cokorde, wayan dan sebagainya yang biasanya ciri-ciri lainnya adalah yang satu merasa lebih tinggi dari soroh yang lain.
Sedangkan catur warna adalah produk dari kitab suci veda bersifat universal tatanan hidup masyarakat manusia di seluruh dunia.
Biarkan semua berjalan lestari tanpa harus dicampur aduk karena memang sesuatu yang berbeda.
Yang penting kehidupan ini tetap berjalan dengan damai harmonis dengan semangat persaudaraan


Hare Om Tat Sat

Tidak ada komentar: