Selasa, 25 Januari 2011

BHAGAVAD GITA , Sebuah Kekuatan

Sebuah Kekuatan

Oleh: vedanta pati dasa



avajananti mam mudha

manusim tanum asritam

param bhavam ajananto

mama bhuta-mahesvaram

Bhg. 9.11

Karena Aku berada dalam tubuh manusia, mereka yang tolol tidak menghiraukan Aku, tidak mengetahui prakrti-Ku yang lebih tinggi sebagai Penguasa Agung dari segala yang ada.



Demikian sabda Tuhan mengingatkan umat manusia akan kekuatan rahasia dan luar biasa besar yang ada dalam diri manusia dan semua mahluk hidup. Dengan sabda itu manusia diharapkan mampu menangkap sinyal-sinyal kekuatan yang rohani tersebut dan menjadi insaf akan kekuatan itu. Sinyal-sinyal itu bisa kita tangkap hanya dengan bhakti yoga melalui tuntunan kitab suci dan orang-orang suci yang pada akhirnya manusia sampai pada tingkatan dimana ia menyadari akan hakekat dirinya.

Pada umumnya karena ketidak tahuan akan identitasnya yang sejatilah manusia tidak menyadari akan kekuatannya, jika manusia tidak pernah menyadari akan kekuatannya maka itu sama saja dengan memelihara dan menumbuhkembangkan penderitaannya. Untuk itu maka penting sekali pemahaman akan sabda-sabda Tuhan yang tersusun dalam Srimad Bhagavad Gita yang merupakan kesimpulan-kesimpulan dari semua kitab suci veda tentu melalui seorang guru kerohanian yang bonafide dari garis-garis perguruan guru-guru rohani yang jelas yang bermula dari Krsna itu sendiri kemudian diturunkan kepada Dewa Brahma, lalu dari Dewa Brahma ajaran itu diturunkan kepada putraNya Narada Muni kemudian dari Narada Muni kepada muridnya Vyasa Dewa dan seterusnya dan seterusnya sampai sekarang.

Selama tidak ada pemahaman yang baik tentang Tuhan dan tujuan hidupnya, maka selama itu pula penderitaan material akan menyertai disetiap penjelmaanya ini semata-mata karena keterikatannya. Sesukses-suksesnya orang adalah orang yang mampu memutus lingkaran kelahiran dan kematian itu melalui pemutusan ikatan.

Kehidupan kaliyuga yang menjadikan manusia mendewakan kekayaan material dan sangat terikat sekali kepadanya, terus-menerus memperluas jaringan kesempatan untuk menggapainya tentu dengan berbagai cara dan upaya yang terkadang menyimpang dari prinsip dharma melebihi kebutuhan hidupnya dan ini justru mempersempit ruang untuk menekuni bhakti rohani dan ini akan berujung pada penderitaan itu.

Hal ini sebenarnya dengan mudah dapat dibuktikan disekitar kita dimana sangatlah tidak banyak masyarakat manusia yang tertarik kepada kitab sucinya, padahal kitab suci itulah satu-satunya tuntunan dalam menekuni bhakti rohani melalui seorang guru kerohanian dan para sadu (guru, sadu dan sastra). Dan dalam skanda purana juga disebutkan bahwa siapapun yang menyimpan, siapapun yang membaca, siapapun yang mendengar dan siapapun yang bersujud kepada kitab suci maka sesungguhnya ia dipandang sangat mulia dalam masyarakat manusia dan Tuhan pasti akan senang kepada orang itu serta para dewapun akan hormat kepadanya. Demikianlah keutamaan kitab suci weda.

Lalu pertanyaannya adalah mengapa kitab suci itu tidak begitu menarik dan diminati oleh sebagian besar masyarakat manusia termasuk kitab suci weda? Pertanyaan ini tentu agak sulit dijawab tetapi barangkali karena mereka merasa sudah cukup puas dan nyaman dengan kebiasaan-kebiasaan yang sudah ada selama ini, atau barangkali karena dirasakan sulit membacanya dan memahami sebuah kitab suci, atau karena memang belum punya kitab suci dan seterusnya, padahal Krsna berjanji akan memberikan kecerdasan yang cukup kepada siapapun yang berusaha memahami sabda-sabda Beliau dengan tunduk hati dan bhakti yang tulus.

Nah yang pasti kitab suci itu akan sulit difahami kalau tidak ada tuntunan dari seorang guru kerohanian, karena jika dipelajari dan difahami sendiri maka besar sekali kemungkinan kesalahannya karena pasti ditafsirkan sendiri sesuai dengan pemahaman yang terbatas itu dan ini yang berbahaya.

Maka Sri Krsna menegaskan hendaknya pengetahuan rohani ini dipelajari melalui garis-garis perguruan (parampara). Ini adalah amanat sebuah kitab suci yang justru tidak diikuti sebagaimana mestinya oleh sebagian besar para penganutnya, hal ini juga dibuktikan dengan ketidak tarikan dari mayoritas masyarakat kita untuk mendekati seorang guru kerohanian, para sadu, acarya dan sebagainya.

Tentu ada aturan dan tata cara bagaimana sesorang berguru kepada seorang guru kerohanian melalui garis-garis perguruan (parampara), pertama mereka harus menyerahkan diri dengan tunduk hati kepada sang guru untuk menerima pelajaran dari sang guru dan selalu melakukan pergaulan dengan para sadu (sadu sanga), kemudian menjalani proses diksa yang diawali dengan harenama diksa ini artinya yang bersangkutan diterima sebagai murid didepan api suci (homa yagya), tahapan selanjutnya adalah diksa brahmana (dwijati) tentu hal ini sangat bergantung dari kemajuan rohani dari sang murid yang bersangkutan dan sang gurunyalah yang paling tahu hal itu dan seterusnya dan seterusnya.

Kembali lagi ke sabda diawal dimana Tuhan Sri Krsna yang maha suci dan maha berkarunia berada dalam tubuh manusia dan semua mahluk hidup, maka tubuh itupun mutlak harus dibersihkan dan disucikan dari segala bentuk kekotoran, karena dengan ketidak sucian diri kita tidak akan mungkin bisa menginsafi keberadaan Beliau sebagai Penguasa Agung dari segala yang ada .

Lalu timbul pertanyaan berikutnya bagaimana proses penyucian itu dilakukan. Dalam sastra disebutkan ada empat pilar dharma yang mesti diperhatikan, dijaga dan dikawal dengan ketat selama kehidupan ini berlangsung untuk menopang kesucian itu, diantaranya; yang pertama adalah tidak menyakiti mahluk apapun dengan alasan apapun karena Beliau sendiri ada didalam mahluk itu, hal ini bisa dipraktekkan dalam keseharian kita sebagai mahluk tertinggi dengan prilaku cinta-kasih termasuk prilaku vegetarian atau tidak makan ikan, daging dan telur.

Yang kedua tidak melakukan hubungan suami-istri diluar ikatan wiwaha samskara, yang ketiga tidak berjudi dengan alasan apapun dan yang ke empat tidak minum minuman keras dan mabuk-mabukan termasuk juga tidak merokok. Ke empat prinsip itulah yang harus ditegakkan demi sebuah proses penyucian diri itu. Tentu masih banyak lagi persyaratan dan aturan-aturan lain yang harus diikuti dalam proses menekuni bhakti itu, sehingga terkesan berat padahal sebenarnya tidaklah demikian. Yang penting ada keseriusan dan ketekunan serta tunduk hati kepada guru kerohanian, melayani beliau dengan tulus dan sebagainya maka karunia Tuhan pasti akan turun melalui beliau, dan jika ini yang terjadi pasti kehidupan akan dirasakan semakin bermakna dan kita akan mempunyaki kekuatan.



Om Namo Bhagavate Vasu Deva Ya

Tidak ada komentar: